Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Gempa Sulawesi Tengah dan Negara di Tengah Cincin Api

5 Oktober 2018   06:30 Diperbarui: 5 Oktober 2018   13:02 3758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penanganan korban Gempa Palu, Kompas.com

Belum kering air mata akibat gempa Lombok, Indonesia kembali berduka. Pada 28 September 2018 Sulawesi Tengah dilanda gempa bermagnitudo 7,4. Daerah Palu dan Donggala mengalami kerusakan parah.

Pemerintah bergerak cepat untuk membantu korban dan masyarakat Sulawesi Tengah tapi memang mengalami kendala jalan yang rusak sehingga agak terkendala. Pertamina sampai harus mengirimkan bahan bakar menggunakan pesawat udara.

Mengutip Kompas per tanggal 3 Oktober 2018 siang hari, korban meninggal menurut catatan BNPB sudah mencapai 1.407 orang. Korban luka sekitar 2.459 jiwa dan masih ada 113 orang yang dilaporkan hilang 113 orang, 152 orang tertimbun dan 65.733 rumah rusak berat.

Presiden Joko Widodo sampai dengan kemarin telah berkunjung dua kali ke Palu dalam rangka memastikan bahwa penanganan pasca gempa bisa berjalan dengan baik. Menurut Kepala Pusat Data, informasi dan Hubungan Masyarakat Sutopo Purwo Nugroho hingga H+5 tim SAR sudah bisa memasuki seluruh kawasan terdampak.

Jalur lintas Palu melalui Trans Sulawesi sudah bisa ditembus kendaraan. Sekitar 3.169 anggota TNI, 2.033 anggota Polri, 111 relawan dan 1.086 dari berbagai kementerian serta pemerintah daerah telah dikerahkan untuk membantu penanganan korban gempa menurut catatan BNPB.

Sebuah gerakan yang cepat namun ini adalah hanya reaksi. Reaksi yang sangat baik namun menurut saya belum cukup bagi negara yang berada di tengah cincin api seperti Indonesia.

Mempersiapkan diri

Indonesia adalah negara dengan tingkat risiko bencana yang cukup tinggi sehingga seharusnya sadar dan bisa mempersiapkan diri agar lebih baik dalam menghadapi bencana.

Salah satu hal yang menurut saya cukup baik adalah inisiatif pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mempersiapkan pos khusus dana  bencana alam dalam APBN 2019. Saat ini baru ada dana  darurat kebencanaan  yang hanya bisa digunakan oleh BNPB. Sedangkan dana khusus bencana alam nantinya juga bisa digunakan oleh pemerintah daerah. Kompas.com

Dalam APBN 2018 dana darurat kebencanaan telah dianggarkan sebesar Rp. 3,3 triliun. Dana ini sudah digunakan menangani gempa Lombok sebesar Rp. 985,8 miliar. Penanganan gempa Palu saat ini sudah disiapkan dana sekitar Rp. 560 miliar.

Contoh ini sebenarnya juga bisa ditiru oleh masyarakat umum dengan cara mengasuransikan minimal rumah dan tempat usaha yang dimiliki terhadap risiko gempa.

Selain itu penting untuk memunculkan kesadaran ketika kita membangun apa pun juga bahwa risiko gempa itu ada. Baik pemerintah, swasta atau masyarakat pada umumnya sehingga bisa membangun bangunan dengan teknologi anti gempa yang baik. Bukan hanya asal membangun.

Pendidikan formal juga perlu memastikan bahwa setiap orang sadar hidup di tengah cincin api dan mengajari bagaimana sebaiknya bersikap jika terjadi bencana.

Belajar ke Negara lain

Jepang sebagai suatu negara yang sering dilanda gempa, saya pikir memiliki program yang baik untuk memitigasi risiko gempa.

Tsunami yang disebabkan oleh gempa bermagnitudo 9 melanda Jepang dan merusak sebuah pembangkit listrik nuklir Fukushima. Namun korban yang meninggal "hanya"  sekitar 15 ribu orang karena sistem peringatan dini yang bekerja dengan baik.

Tsunami ini tingginya mencapai 39 meter (sekitar 13 lantai bangunan bertingkat) di kota Miyako. Masuk ke daratan sejauh 10 kilometer di kawasan Sendai. Livescience.com

Peringatan dini dan kesadaran akan adanya risiko bencana akan bisa mengurangi jumlah korban seperti di Jepang. Pernah saya melihat di televisi bagaimana anak-anak kecil (mungkin usia TK-SD) di Jepang diajari cara menyelamatkan diri dan dilatih secara rutin dalam menghadapi bencana.

Kesadaran ini juga diterapkan dalam pembangunan gedung-gedung. Tokyo adalah megapolitan yang banyak memiliki gedung tinggi. Namun tidak membuat orang Jepang sembarangan dalam membangunnya.

Mengutip Gizmodo sekitar 87% gedung di Tokyo sudah dibangun dengan teknologi anti gempa. Gedung-gedung ini diharuskan untuk mengikuti aturan yang ketat dalam menghadapi risiko gempa.

Seperti pembangunan Tokyo Skytree, gedung setinggi 624 meter ini dibangun dengan teknologi yang ditiru dari teknologi anti gempa pagoda kayu. Sebuah teknologi zaman old yang ternyata masih relevan untuk digunakan.

Teknologi anti gempa Tokyo Skytree bisa dilihat di video di bawah ini


Kearifan lokal

Beberapa video sempat viral yang menggambarkan bagaimana rumah dan bangunan hanyut bagaikan dibawa banjir pada saat gempa terjadi. Fenomena ini dinamakan likuefaksi yang artinya akibat gempa tanah kehilangan soliditasnya dan berubah menjadi lumpur sehingga bangunan di atasnya bisa amblas atau hanyut bagaikan dibawa banjir.

Sebuah peristiwa yang mengagetkan dan membuat sedih. Namun membaca harian Kompas Rabu 3 Oktober 2018 ternyata nenek moyang orang Palu telah pernah menghadapinya.

Sehingga fenomena likuefaksi ini memiliki istilah lokal yaitu Nalodo yang berarti ambles diisap lumpur. Tsunami pun memiliki istilah Bombatalu. Ke-semua ini adalah kearifan lokal.

Kearifan lokal yang mungkin sudah dilupakan sehingga kewaspadaan berkurang.

**

Pemerintah dan segenap relawan telah turun tangan menangani gempa Sulawesi Tengah. Bagian kita yang tinggal di tempat yang tidak terkena bencana adalah mencoba membantu.

Marilah kita membantu dengan menyumbangkan apa yang kita bisa ke lembaga yang kita percaya. Saya memilih untuk menyumbang melalui Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas melalui rekening BCA Cabang Gajah Mada, Jakarta, dengan nomor rekening 012.302143.3, atas nama Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas.

Semoga Sulawesi Tengah bisa segera bangkit kembali dan semoga seluruh korban meninggal bisa diterima di sisi Nya.

Salam

Hanya Sekadar Berbagi





 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun