Mohon tunggu...
Ronald Rofiandri
Ronald Rofiandri Mohon Tunggu... -

Agency & Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Respon Negatif Anggota DPR terhadap Setjen DPR: Ancaman Keterbukaan Informasi Publik di DPR

1 November 2010   03:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:57 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemberitaan tentang fakta berupa rendahnya kedisiplinan anggota DPR berawal dari diperolehnya data tentang tingkat kehadiran anggota DPR pada rapat-rapat paripurna yang kemudian diolah menjadi sebuah informasi dan dipublikasikan sebagai data pendukung melengkapi pemberitaan.

Menurut konstruksi empat analisis di atas, ke depan, apabila kalangan wartawan ingin mengajukan permintaan data tentang absensi anggota DPR, maka tidak ada alasan yang kuat dan pertimbangan yang layak bagi Rosid untuk tidak memenuhi permintaan layanan informasi dimaksud serta berdasarkan kaidah dan standar layanan informasi publik di DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) jo Pasal 7 Peraturan KIP di DPR.

Lantas, terhadap bantahan sebagian anggota DPR yang meminta Rosid Setjen DPR untuk mengklarifikasi kepada yang bersangkutan (anggota DPR yang tidak hadir dalam rapat paripurna) hingga publikasi nama yang hanya dapat dilakukan melalui pimpinan DPR atau Badan Kehormatan (dengan tetap seizin pimpinan DPR), dimanakah letak relevansinya terkait pemenuhan layanan informasi publik tentang data kehadiran anggota DPR pada rapat paripurna?

Perlu diketahui bahwa kewajiban Setjen DPR dalam melaporkan kehadiran anggota DPR adalah berbeda dengan pemenuhan layanan informasi publik. Apa yang dimaksud dalam bantahan dan permintaan anggota DPR tersebut sebenarnya sudah tercakup dan menjadi kewajiban tersendiri bagi Setjen DPR sebagaimana yang dimandatkan dalam Pasal 244 ayat (2) Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib yang menyatakan bahwa "Kehadiran anggota dilaporkan oleh sekretariat alat kelengkapan secara periodik kepada pimpinan fraksi".

Dari sini kita dapat memahami bahwa Setjen DPR (termasuk pula dalam hal ini adalah sekretariat alat kelengkapan) sebenarnya telah mendokumentasikan dan melaporkan data tentang kehadiran anggota DPR secara periodik kepada fraksi. Sehingga:

1.      Seharusnya yang mengajukan permohonan klarifikasi atas data kehadiran anggota DPR adalah fraksi, bukan anggota DPR, yaitu dengan cara mengkonfrontasikan laporan periodik dimaksud (yang diterima fraksi) dengan data yang terpublikasikan di media; dan

2.      Kalaupun kemudian ada anggota DPR yang membantah bahwa ketidakhadiran yang bersangkutan dalam rapat paripurna DPR telah mendapatkan izin dari pimpinan fraksi (katakanlah dengan alasan menjalankan tugas-tugas komisi ataupun partai) maka anggota DPR tersebut turut ambil bagian untuk mengecek kembali laporan periodik yang disampaikan oleh Setjen DPR kepada pimpinan fraksi. Apabila ditemukan ketidakcocokan atau kekeliruan data, maka bisa saja anggota DPR tersebut (yang justru aktif) meminta klarifikasi kepada Setjen DPR.

Dengan demikian, kita bisa melihat bahwa upaya membantah dan permintaan klarifikasi oleh anggota DPR berada di wilayah dan memiliki mekanisme tersendiri, terpisah dan tidak ada kaitannya dengan kewajiban Rosid Setjen DPR menjalankan pemenuhan informasi publik khususnya terkait dengan data absensi anggota DPR.

Tindakan membantah, meminta klarifikasi hingga pengenaan tindakan administratif merupakan bentuk kekhawatiran berlebihan dan tidak mustahil menjadi ancaman terhadap keterbukaan informasi publik di lingkungan DPR. Pemohon informasi, entahkah wartawan atau masyarakat umum, akan lebih sulit lagi untuk mendapatkan data dan informasi dari DPR karena staf Setjen DPR yang mengelola dokumen akan sangat berhati-hati dan berada di bawah bayang-bayang ketakutan (apalagi setelah muncul ancaman sanksi administratif seperti yang diusulkan oleh sebagian anggota DPR). Bagi staf Setjen DPR, hal ini akan jadi preseden buruk buat mereka terutama dalam memberikan data dan informasi yang sebenarnya menjadi domain dan hak publik dan menjadi kewajiban DPR untuk menyampaikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun