Sore ini terlihat mendung dengan sedikit kabut yang menyebar di udara, sebuah mobil Grand Livina melesat menembus jalanan kota Batu yang sedikit ramai oleh kendaraan. 6 orang yang berada di dalam mobil itu semuanya terdiam, tubuh mereka terasa pegal-pegal sepulang berjalan-jalan mengelilingi kota Batu dalam rangka menghabiskan waktu liburan akhir semester di sekolah mereka.
“Eh guys, main games yuk!” ujar Brenda dengan bersemangat, memecah keheningan di antara mereka. Jeffry yang sedari tadi mengemudikan mobil, menolehkan kepalanya.
“Games apaan yang seru dimainin di dalem mobil gini?” gerutu Jeffry dengan mengalihkan pandangannya dari jalan raya, kemudian dia berkonsentrasi lagi melihat jalan raya. Brenda yang sedang duduk di sebelahnya tersenyum manis.
“Gimana kalo Truth or Dare?” Brenda menoleh ke belakang, melihat wajah-wajah teman-temannya yang mulai penasaran
“Ha? Truth or Dare? Di dalam mobil? Yang bener aja, di sini tuh ga ada botol atau apapun kek yang buat diputer.” Monica menatap wajah Brenda dengan tatapan memprotes.
“Bisa. Kita mainnya ga pake botol, tapi pake kertas!” secepat kilat Brenda merobek kertas dua lembar dari buku yang ada di mobil Jeffry. Kemudian menulisinya Truth untuk kertas yang pertama dan Dare untuk kertas yang kedua.
“Trus diapain?” Gladys semakin penasaran dengan games yang dibuat oleh Brenda.
“Jadi gini.” Brenda berdeham. “Kita berenam menyusun kalimat. Setiap orang menyebutkan tiga kata, dan harus disusun dengan logis ya. Kalo misalnya kalah, jika dia mendapat kata Dare dan yang ada di sebelahnya itu yang menghukumnya, paham?” Brenda tersenyum.
“Oh, gitu, oke deh. Eh, tapi latian dulu sekali.” Erik semakin bersemangat. “Dari depan aja dulu.” Erik yang duduk paling belakang bersama Hans mengusulkan.
“Ga ada latian, dari belakang!” ujar Brenda puas. “Setiap orang harus mau menerima hukumannya ya!” Brenda tertawa renyah, dia semakin tidak sabar memainkan games buatannya.
“Oke… setuju dari belakang.” Ujar Gladys sambil menatap Erik dan Hans yang kini memberengut.