“Ehmmm…” Jeffry melihat kedua tangan Brenda yang sudah tergenggam dan di dalam kedua tangan Brenda itu terdapat kertas Truth dan Dare yang sudah diacak. “Yang Truth mana?” Jeffry tertawa.
“Rahasia dong, masa aku kasih tahu kamu.” Brenda menjulurkan lidahnya, mengejek Jeffry.
“Yang tangan kiri deh.” Ujarnya melihat sekilas tangan Brenda, kemudian menatap ke arah jalan raya lagi.
“Oke, siap-siap ya…” ujar Brenda bersemangat. Gladys dan monica melongokkan kepala, seakan-akan ingin tahu apa isi kertas yang telah dipilih oleh Jeffry. “Hahaha… Dare…” Brenda tertawa puas.
“Eh, dia suruh aja nyapa orang yang ada di jalan!” seru Hans bersemangat. Brenda menyetujuinya
“Ah, gila… kamu pikir aku apaan?” Jeffry memprotes.
“Udah… ayo sapa orang di jalan, maksimal ti-ga.” Brenda mengeja kata tiga. Jeffry dengan enggan membuka kaca mobilnya dan mulai berteriak menyapa orang-orang yang lewat.
“Hai mbak… Hai mas… Hai mbak. Udah kan?” Jeffry menatap kesal Brenda, dan kemudian menutup kembali jendela mobilnya. Teman-temannya tertawa dengan puasnya melihat wajah Jeffry yang berubah menjadi kesal.
“Oke… sekarang mulai lagi! Dari Jeffry.” Brenda membetulkan posisinya, dan terbatuk-batuk. Jeffry mulai menyusun kalimatnya kemudian disambung Erik hingga seterusnya, sampai tiba di giliran Gladys yang kalah dan dia menerima kertas Truth dan dia mulai membeberkan kejujurannya atas mencurangi Bu Rinda, guru BP di sekolahnya.
Permainan dimulai lagi dan kali ini yang terkena sial adalah Jeffry! Semua mulai tertawa terbahak-bahak lagi, melihat Jeffry memilih tangan kiri Brenda yang bertuliskan Truth. Jeffry juga mulai menceritakan kejujurannya karena telah memacari grup cheerleaders di sekolah, 5 cewek sekaligus tanpa tertangkap basah oleh yang lainnya. Brenda hanya menggelengkan kepala saja.
“Oke, kita main lagi, dari Jeffry, ayo Jeff!” Brenda memukul pelan lengan Jeffry. Jeffry berdeham dan mencari kata-kata yang sulit.