Ketika muncul insiden-insiden di 'belakang layar', pihak broadcast dan audiens bisa berargumen saling menyalahkan. Satu pihak mengatakan media yang 'memaksakan' tayangan mereka untuk ditonton. Di pihak lain mengatakan bahwa ada masyarakat yang suka dan itu tidak masalah bagi mereka.
Mari kita lihat juga perilaku masyarakat sebagai audiens.
c. Audiens
Masalahnya kita tidak bisa mengatur apa yang masyarakat ingin sukai atau tidak.
Jika masyarakat lebih suka program yang katakanlah tidak bermutu, tidak ada juga yang mencoba memberikan edukasi mengenai nilai mutu siaran. Jikapun ada, ya namanya juga sudah suka, sulit untuk merubah pilihan masyarakat.
Yang paling vokal disuarakan hanya sebatas ketentuan-ketentuan umum seperti batas usia tontonan. Ya paling juga dengan hal sensor-menyensor; Itu paha, jangan dilihat.
Jika disalahkan, masyarakat dapat berargumen bahwa media yang sebetulnya memaksa mempertontonkan program mereka. Atau biasanya pendapat masyarakat terpecah menjadi pro-kontra, sementara siaran tetap berlangsung. Lalu gimmick-nya redup lagi.
Konklusi Permasalahan
Intinya, permasalahan banyak dan semua pihak memiliki itu. Perusahaan broadcasting, regulator, pengawas dan audiens. Masalahnya lebih banyak dan problematik dari yang dituliskan di sini.
Masalah dari masalahnya adalah apakah pihak-pihak ini mau introspeksi atau tidak.
Tetapi kita bersyukur bahwa kita masih bisa mengapresiasi program-program yang memang bermutu. Ada banyak juga kok program yang sudah baik dan bermutu. (tidak akan saya sebutkan contoh-contohnya, takut dibilang iklan, padahal kan tidak ada yang bayar saya :p )
Saran
Saran dari saya mengenai peningkatan mutu siaran hanya sederhana saja: Belajar menerima kritik dan introspeksi.Â
Ada banyak masukan kreatifitas dan pandangan hukum di luar sana, tetapi kuncinya adalah diri kita sendiri untuk kemajuan; terutama kualitas diri para pembuat keputusan.