Mohon tunggu...
Ronald Dust
Ronald Dust Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Musik dan Jurnalis

Seniman Musik dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Mengenal Istilah "Microtonal" untuk Interpretasi Musik Tradisi

15 Maret 2019   05:00 Diperbarui: 15 Maret 2019   14:41 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabel Frekuensi nada (not). Dokpri

Berbeda juga dengan musik keroncong. Sejak awal diciptakannya oleh kaum *Mestizo, musik ini memang sudah menciptakan nada-nadanya sendiri dengan alat musik ciptaan sendiri pula yang mereka namakan Macina; walaupun akhirnya sekarang sudah menggunakan sistem teori musik Barat juga.

Macina. Sumber: Keroncong De Tugu
Macina. Sumber: Keroncong De Tugu
*Mestizo = Orang-orang Portugis yang diasingkan Belanda ke daerah hutan Batavia dulu. Setelah kemerdekaan Indonesia mereka menjadi warga negara Indonesia. Sampai sekarang keturunannya masih ada dan terus berkembang di Jakarta Utara. Salah satunya adalah Bpk. Guido Quiko, keturunan dari para pencipta asli musik keroncong.

Mengaplikasikan Musik Microtonal

Di zaman modern, para musisi Indonesia mencoba untuk melestarikan musik-musik tradisional dengan setidaknya dua cara: 1) Mengadaptasikan sistem nada tradisi dengan teori musik Barat, atau 2) dengan menggabungkan musik tradisi dengan musik Barat.

Contoh praktik mengadaptasi nada-nada tradisional dengan teori musik Barat dapat kita temukan pada musik-musik pop daerah. Musik tradisional sekarang dapat menggunakan alat-alat musik Barat karena nada-nada tradisional sudah disesuaikan dengan teori musik Barat.

Musik pop daerah berkembang sangat pesat di Sumatera, di pulau Jawa, Kalimantan, Manado, Ambon sampai Papua.

Atau contoh yang lebih kekinian adalah album terbaru dari Dewa Budjana yang berjudul Mahandini. Kelihatannya beliau ingin menggabungkan nuansa musik Jawa dengan musik Progressive Rock, sebagian dapat menyebutnya juga sebagai musik Jazz. Begitulah.

Sayangnya ketika para seniman mencoba menggabungkan dua sisi dari satu koin, mencoba menggabungkan musik tradisional dengan musik Barat, kebanyakan tidak berhasil.

Ya terang saja, nada-nada yang sama sekali berbeda dicampur-adukkan, hasilnya seperti melihat Avril Lavigne dengan mata kiri dan mata kanan melihat Agnezmo sekaligus. Agak sulit memilih fokusnya.

Contohnya memainkan gamelan sebagai pengiring alat-alat musik orkestra atau gitar untuk menghasilkan musik Jazz. Saya tidak akan menyebut contoh-contoh kolaborasinya karena ini bukan kritik musik, tapi Anda bisa mencari sendiri referensinya di Youtube.

Contoh lainnya adalah musik latar yang diciptakan untuk event pembukaan Asian Game beberapa waktu lalu. Masyarakat boleh saja menikmati, tetapi dalam rangka pengembangan musik tradisi melalui acuan musik Barat, musik dalam acara pembukaan Asian Games dapat dikatakan gagal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun