Secara visual, yang membedakan musik Barat dengan musik-musik tradisional kita adalah tampilan instrumen musiknya. Dari Sabang sampai Merauke, kita memiliki alat-alat musik yang unik yang lain daripada yang lain.
Keeksotikan alat musik tradisional Indonesia diramaikan dengan berbagai penari berbusana warna-warni, rupa-rupa bentuk, berikut dengan gerakan-gerakan tarian yang penuh dengan tatanan filosofis. Belum lagi jika musik itu mengiringi aktivitas-aktivitas adat yang rumit nan menarik.
Sudah semenjak zaman kuno, nenek moyang kita menggunakan musik untuk berbagai aktivitas kehidupan. Kita menari dan bernyanyi hanya untuk menerima tamu, bernyanyi dan menari pada hari raya panen, pada hari bahagia pernikahan, bahkan menari untuk menghormati yang meninggal, menidurkan anak-anak kita, bahkan bernyanyi dalam penderitaan jaman penjajahan.
Tetapi apa yang kita dengarkan yang membedakan musik tradisi kita dengan musik bangsa lain? Itu adalah ciri khas irama dan nada yang digunakan musik tradisional kita.
Nada
Di dalam musik, kita menggunakan kelompok individu-individu nada yang dirangkai menjadi melodi. Urut-urutan nada ini disebut dengan Tangga Nada atau Music Scale dalam bahasa Inggris.
Nada-nada yang dipilih menjadi suatu patokan diukur dan ditentukan berdasarkan frekuensi suaranya. Pada sistem teori musik Barat ditentukanlah nada-nada "Do Re Mi Fa Sol La Ti Do" dengan ketentuan frekuensi yang tetap untuk masing-masing nada.
Contohnya untuk nada C4 (middle C) frekuensinya harus 261,6 Hz dan A4 (middle A) harus 440 Hz. Jarak antara satu nada dengan nada lain disebut dengan Semitone. Semua alat musik barat dikondisikan untuk menghasilkan nada-nada yang sudah ditentukan.
Musik tradisional kita dari berbagai daerah tidak memiliki patokan sehingga banyak terjadi satu alat musik satu desa berbeda dengan yang dimiliki desa lainnya, walaupun dari budaya/suku yang sama.