Bagian 2 (tamat)
“Saya punya pertanyaan untuk bapak.”
Ingat Hannah. Satu pertanyaan paling penting!
“Bagaimana kondisi masyarakat di Mogadishu sekarang?” Sebenarnya Hannah tidak mengerti maksud pak Simon, mengapa beliau meminta pertanyaan yang paling penting? Sepenting apa? Apa maksudnya? Hannah hanya berharap yang ia tanyakan itu pertanyaan yang paling penting.
“Perang saudara di Mogadishu sudah terjadi semenjak dua bulan lalu. Sudah diberitakan selama satu minggu terakhir bahwa kepulangan saya ke tanah air adalah untuk mengumpulkan dana. Saya juga sudah menginformasikan bahwa dana tersebut untuk mendapatkan pasokan makanan, obat-obatan dan selimut bagi masyarakat Mogadishu.” Pak Simon kembali tersenyum dan mengatakan “Pertanyaan Anda sudah tidak relevan saat ini, nona.”
“Ohh.. ehh....... Mmm... Aaa..” Hannah berpikir keras untuk mendapatkan kesempatan wawancara eksklusi dengan pak Simon. Wawancara itu akan menyelamatkan karirnya di Indonesia Urban. Ibu Linda hanya memberikan waktu satu minggu.
“Baik.. bisa dipahami. Ehm. Bagaimana pendapat bapak atas respon Pemerintah dan DPR yang mengutuk keras serangan kelompok bersenjata terhadap masyarakat sipil di Mogadishu?” lanjut Hannah.
“Pendapat mereka tidak mempengaruhi nasib masyarakat Mogadishu. Pertanyaan itu sama sekali tidak penting.”
Ya ampun!! Tadi tidak relevan sekarang malah tidak penting... sama sekali lagi. Wawancara eksklusif bisa gagal total. Apa kata ibu Linda nanti, namanya juga pasti ikut tercoreng kalau aku sampai gagal. Pikirkan lagi Hannah, pikirkan lagii........ jangan menyeraahhhh! Grrrr...
Tanpa Hannah sadari, pak Simon terlihat masih sabar memandangi Hannah. Bodyguard pak Simon juga sedikit heran, tidak biasanya pak Simon mau meladeni jurnalis selama ini. Apalagi kalau jurnalisnya terlihat gugup dan....... penampilannya agak berantakan seperti Hannah.
“Baik pak, saya paham. Gencatan senjata kedua belah pihak akan berakhir dalam dua hari ini. Anggota-anggota PBB menanggapi akan mengirimkan kekuatan militer untuk menghentikan perang saudara di Mogadishu. Apa pendapat bapak?” Hannah yakin ini pertanyaan penting karena berita gencatan senjata sedang hangat di beritakan media.
Senyum pak Simon belum hilang dari wajahnya dan ia masih sabar menjawab pertanyaan Hannah.
“Itu urusan mereka, bukan saya yang sedang berperang. Saya berkunjung ke negara-negara Asia dan Eropa untuk menggalang dana untuk kemanusiaan.” Setelah ia memberi kode kepada para bodyguard-nya, pak Simon melanjutkan kalimatnya kepada Hannah:
“Kamu sudah mengajukan 3 pertanyaan, tapi tidak ada yang penting. Sedangkan saya hanya mengajukan 1 pertanyaan penting untuk kamu.” Lalu pak Simon masuk ke mobil dan berangkat pergi.
“Tamat sudah.....!!” pikir Hannah. Ia gagal lagi mendapatkan berita besar. Ia gagal mendapatkan kesempatan mewawancarai pak Simon secara eksklusif. Kesempatan emas sudah di depan mata, dan sudah lenyap di ujung gerbang bandara.
Brandon berusaha menghibur Hannah. Mereka pergi ke kantin Mas Kumis untuk beli gado-gado. Seharian ini mereka belum makan apa-apa karena sibuk mencari berita. Karir Hannah di IU sedang berada di ujung tanduk!
Setelah Hannah meminum habis es teh manisnya, mata Hannah terlihat sangat serius. Begitu seriusnya hingga ia tidak menyadari ucapan Brandon yang meminta Hannah untuk patungan bayar gado-gado. Brandon tidak keberatan, hati temannya sedang kesusahan. Brandon pikir nanti saja ia minta ditraktir balik; ia pun mengeluarkan uang 50 ribuan dan membayar makan siang mereka berdua.
Tring!
Hannah bersikap aneh lagi. “Ayoo Brand, kita cabut lagi.... ke hotel pak Simon!”. Apa? Hannah mau menemui pak Simon lagi? Mau apa anak itu? Sebenarnya Brandon merasa enggan dengan niat Hannah yang ingin menemui pak Simon lagi. Tapi Brandon tidak ingin memperkeruh suasana hati Hannah.. kasihan dia. Brandon lalu tancap gas menuju hotel tempat pak Simon menginap.
“Brand, tadi pak simon bilang kalau aku udah kasih 3 pertanyaan yang ngga penting, tapi dia cuma kasih 1 pertanyaan terpenting buat aku.. itu artinya pertanyaan terpenting buat aku: Apa aku bisa menanyakan hal yang terpenting ke pak Simon..!!”
Hannah melanjutkan “Pertanyaan yang terpenting! Dia mau pertanyaan yang paling relevan yang terpenting! Aku tahu pertanyaan itu..”
Brandon hanya mengangguk tanda ia tidak paham.
Beberapa wartawan terlihat sudah lebih dulu berada di halaman hotel The Stars. Mereka menunggu-nunggu kesempatan bertemu pak Simon. Hannah dan Brandon memarkir mobil mereka di restoran di samping hotel The Stars dan kemudian bergabung dengan para wartawan lainnya, menunggu pak Simon.
Pak Simon dan bodygurad-nya keluar dari pintu lobi. Para awak media langsung menyerbu pak Simon dan menghujaninya dengan berbagai pertanyaan. Seperti biasa, pak Simon hanya mengangguk-anggukan kepala sembari tersenyum. Rupanya ia keluar untuk memenuhi undangan makan malam dari Gubernur.
“Sebentar pak Simon..” dengan lantang Hannah menghadang pak Simon tepat dihadapan pak Simon. Semua yang ada di sana terkejut melihat tingkah Hannah. Wajahnya sangat serius dan fokus menatap pak Simon. Brandon juga terheran-heran sekaligus kagum melihat kegigihan Hannah. “Apa yang ia pikirkan sekarang..” tanya Brandon dalam hatinya.
“Bapak Simon, apa yang masyarakat Indonesia dapat lakukan untuk membantu masyarakat Mogadishu?”
Oh! Brandon dan semua yang ada di situ langsung terdiam membisu. Perasaan mereka bercampur aduk mendengar pertanyaan Hannah yang sepertinya tidak lazim. Ia bersikap seolah sedang menanyai ayahnya sendiri dan seolah masyarakat Mogadishu adalah keluarganya sendiri.
Pak Simon tersenyum, tapi tidak lama kemudian matanya berkaca-kaca. Ia menjawab pertanyaan Hannah.
“Itulah pertanyaan yang paling penting! Saya telah melihat penderitaan yang luar biasa menyakitkan yang dialami masyarakat Mogadishu. Mereka berperang melawan saudaranya sendiri, kaum mereka sendiri. Dampak perang saudara ini begitu hebat sampai-sampai anak-anak disana banyak yang menderita busung lapar, orang-orang dewasa mati sia-sia menjadikan anak-anak mereka yatim piatu.
Dan yang dilakukan kebanyakan orang di dunia hanyalah menyaksikan penderitaan masyarakat Mogadishu di TV dan koran. Setelah itu dunia mematikan TV dan menyimpan korannya di bawah meja, lalu melupakan apa yang telah dunia ketahui sebagai penderitaan yang hebat. Nilai-nilai kemanusiaan hampir musnah di Mogadishu.
Kehadiran saya di sini adalah untuk mengharapkan bantuan kemanusiaan dari masyarakat Indonesia. Pertanyaannya adalah apa yang bisa Anda lakukan untuk Mogadishu? Itulah yang terpenting dan hanya itulah yang perlu Anda ketahui sekarang.”
Semua semakin membisu, suasana menjadi hening! Tidak ada yang bersuara beberapa saat.
“Saya akan menyurati Indonesian Urban untuk wawancara eksklusif dan Anda bisa menjadi orang pertama yang melakukan itu dengan saya, nona.” Kata pak Simon kepada Hannah tanda ia mengakhiri pembicaraan.
**
Ibu Linda begitu bangga kepada jurnalisnya, Hannah. Ia berhasil membuat pak Johan ‘bicara’. Hannah juga mendapatkan banyak pujian dan ucapan selamat dari berbagai pihak, termasuk rekan-rekan sesama jurnalis dari media lain.
Sambil meneguk white coffee kesukaannya, Hannah memandangi artikelnya yang sudah dimuat di majalah Indonesian Urban. Hannah berkata-kata dalam hatinya....
Pertanyaan terpenting untuk pak Simon adalah pertanyaan yang paling penting untuk dijawab masyarakat Indonesia. Tapi bagiku.. pertanyaan terpenting bagiku: Apakah aku bisa menemukan pertanyaan terpenting... yang cukup penting untuk diberitakan.
Selamat Hannah =)
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H