Mohon tunggu...
Ronald Dust
Ronald Dust Mohon Tunggu... Seniman - Seniman Musik dan Jurnalis

Seniman Musik dan Jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanggapan untuk Artikel "Pendidikan yang Membingungkan"

18 Maret 2017   11:14 Diperbarui: 18 Maret 2017   11:37 2443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ini adalah tanggapan/komentar terhadap artikel Sdr. Misbahuddin, kompasianer /micbach, yang berjudul "Pendidikan yang Membingungkan" tanggal 18 Maret 2017.

Saya tidak sependapat dengan banyak pernyataan pada artikel tersebut. Mohon maaf saya mengatakan itu adalah pemikiran sempit mengenai Pendidikan dan tidak seharusnya murid-guru di sekolah menerapkan paradigma tersebut.

Kutipan paragraf 3:

"Tentu setiap siswa punya minat dan kecenderungan menyukai salah satu mata pelajaran. Oleh karena sistem yang berlaku pada sekolah di Indonesia siswa pun tidak bisa menghindar dari paksaan untuk belajar semua mata pelajaran yang disuguhkan. Bagaimana ia bisa menikmati apa yang ia sukai, ketika semua mata pelajaran harus dikonsumsi. Ibaratanya ada siswa yang hanya ingin makan pisang, tapi dipaksa makan semangka, nangka, apel, salak, dan buah-buah yang lain. Bagaimana seseorang tersebut bisa menikmati pisang, ketika semua buah harus dimakan sekaligus."

Anda tidak boleh mengatakan bahwa sekolah memberikan Pendidikan secara paksa! Kalau tidak mau belajar, Anda tidak perlu sekolah.

Materi-materi pada mata pelajaran yang diberikan di sekolah adalah dasar-dasar keilmuan yang sifatnya penting untuk diketahui murid. Semua materi masih dalam tingkat dasar. Mungkin murid tidak suka, tapi sekolah memberikan apa yang murid butuhkan. Untuk materi pelajaran wajib seperti Matematika, Bhs. Indonesia dan Inggris wajib dikuasai karena apapun bidang kerja murid nanti, mata pelajaran wajib akan selalu digunakan. Untuk pelajaran lain seperti IPA dan IPS, murid wajib mengetahui dasar-dasarnya, ada materi IPA-IPS yang langsung berhubungan dengan kehidupan murid, ada yang sifatnya pengetahuan umum dan ada materi yang diberikan untuk memberikan pilihan minat murid, nanti, setelah mereka lulus atau saat menjalani kelas 3 SMA. Anda menganalogikannya dengan buah-buahan, ijinkan saya menggunakan analogi obat. Sepahit apapun rasa obat, jika mau sembuh harus dimakan.

Kutipan paragraf 4:

"Mungkin karena banyak yang setuju siswa disiksa dengan berbagai variasi pelajaran. Karena mereka yang setuju menganggap bahwa siswa Indonesia punya kemampuan intellegensi lebih dari pada negara lain."

Apa yang Anda pikirkan? Sekolah memberikan anak-anak bekal untuk kehidupan mereka, mengapa Anda pikir sekolah menyiksa murid dengan pelajaran? Yang murid-murid perlu lakukan hanyalah manajemen waktu. Guru-guru yang memberikan tugas yang banyak pasti tahu batasnya. Seharusnya Anda menguatkan mental murid-murid sekolah karena itu yang akan dilakukan guru yang baik, bukan membela mereka dengan cara mendiskreditkan sekolah seperti ini. Sudah untung mereka bisa bersekolah, ada banyak anak-anak yang kehilangan kesempatan bersekolah tapi tetap bermimpi untuk duduk di bangku sekolah. Mohon di camkan dan harap diingat, dalam sistem pendidikan negara-negara maju, murid-murid diberikan materi pelajaran yang beragam juga dan lebih banyak dari yang didapatkan murid Indonesia di sekolahnya.

Kutipan paragraf 5:

"Tapi fakta keluhan para siswa sudah beberapa kali saya dengar. Baik saat saya mengajar di kelas maupun saat bertemu di luar kelas."

Berhenti mengeluh karena Anda mendengar keluhan murid. Sebagai guru, seharusnya Anda menguatkan mental mereka dan lebih luas memandang materi pendidikan dan dunianya.

Kutipan paragraf 6:

"Begitu cerdasnya siswa Indonesia jika mampu menjadi siswa yang diinginkan pengembang pendidikan yaitu mampu segala bidang. Mampu mengerti dan paham semua materi pelajaran. Dan dengan kemampuan itu maka tidak lagi membutuhkan orang yang mampu ini dan itu. Dalam benak saya, andaikan siswa diberi kebebasan memilih belajar dengan fokus apa yang ia suka maka hasilnya pun lebih maksimal dibidangnya. Karena yang ia kerjakan berdasarkan minat dalam dirinya. Kalaupun nantinya ia harus belajar yang lain dengan cara tidak terpaksa agar bisa dinikmati sesuai kebutuhan saja."

Sekolah tidak bertujuan untuk menjadikan murid seorang ahli! Materi yang diberikan adalah tingkat dasar. Jika murid diberikan kebebasan memilih mata pelajaran, akan banyak murid yang memilih untuk tidak sekolah.

Kutipan paragraf 7:

Lalu ada pertanyaan begini, lebih cerdas mana guru dan siswa? Setiap guru hanya mampu dalam satu mapel saja, tapi semua siswa harus mampu semua pelajaran.

Jawabannya sudah jelas, guru lebih cerdas dari muridnya di kelas. Pernahkah terpikir bahwa guru juga pernah jadi murid?

Kutipan paragraf 7:

Tidak perlu memaksa bahkan menyiksa siswa ketika di salah satu bidang yang lain tidak bisa.

Tidak ada yang memaksa, murid selalu bisa memutuskan untuk berhenti sekolah. Yang harusnya Anda pikirkan adalah metode belajar-mengajar yang dilakukan, jangan ajarkan murid mengeluh seperti itu. Mental mereka harus menjadi kuat karena tantangan di depan semakin besar.

Kutipan paragraf 8:

Pada akhirnya pun pendidikan di Indonesia setelah lulus dari siswa tetap saja memilih satu jurusan yang disukainya. Terus mata pelajaran yang menumpuk tadi hilang kemana?

Tergantung muridnya, apa pelajaran yang diberikan tersimpan dalam benak mereka atau tidak. Dan jangan berharap murid mampu memilih jurusan pendidikan saat mereka lebih dewasa tanpa pengetahuan-pengetahuan dasar yang diberikan sebelumnya.

Menghargai sekecil apapun karya siswa, membuka ruang berpikir untuk memilih cara dan metode belajar siswa.

Yang Anda sampaikan di atas tadi bukanlah karya murid. Saya menyebutnya keluhan.

Kasihanilah siswa, ia menangis tapi tidak tampak. Ia tersiksa tapi guru tak merasa. Ia berduka tapi pendidik bersuka cita.

Percayalah, ini semangat dan mental yang perlu diperbaiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun