Pendahuluan :
Bagaimanakah tanggungjawab dalam bidang politik ? Apabila kepada orang Kristen ditanyakan, apakah orang Kristen boleh berpolitik ? Maka mungkin banyak orang Kristen akan menjawab, “tidak boleh”. Mengapa demikian ? Karena banyak yang berkeyakinan bahwa dunia politik itu banyak menyerempet-nyerempet dosa. Apalagi sampai membawa-bawa politik masuk ke dalam gereja, akan sangat berbahaya karena dapat mengancam keutuhan dan kesatuan umat. Sementara itu bukankah, gereja dan orang Kristen dituntut untuk memberitakan Firman Allah ke seluruh dunia, termasuk segala sisi kehidupa
n termasuk bidang politik. Dunia politik sangat memerlukan Firman Tuhan, mengingat kekuasaaan politik lah yang melaksanakan pemerintahan dan kekuasaan di dalam negara, dimana orang Kristen dan gereja juga berada.
Pengertian politik :
Istilah “politik” dalam Yunani πολιτικός (politikos) yang berarti “dari, oleh, dan untuk warga negara”, “sipil”, “kenegaraan”. Istilah lainnya dalam bahasa Yunani adalah πολίτης (polites) yang berarti “warga” dan πόλις (polis) yang berarti “kota”. Kemudian istilah politic diserap oleh Bahasa Indonesia sehingga menjadi “politik”. Menurut teori klasik Aristoteles politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Jadi politik berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. Karenanya politik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan kenegaraan,
bagaimana terbentuknya kekuasaan dan pelaksanaan kekuasaan itu oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya. Dari pemahaman yang seperti ini, maka politik dilaksanakan karena adanya kepentingan bersama rakyat untuk mencapai kesejahteraan bersama dalam satu wilayah atau negara. Kenyataannya definisi ini tidak mudah dilaksanakan karena faktanya banyak terjadi penyimpangan mulai dari penggalangan suara untuk pembentukan kekuasaan (melalui partai) sampai kepada terbentuknya suatu sistem pemerintahan dan pelaksanaan satu sistem pemerintahan.
Alkitab sebagai pedoman berpolitik:
Dalam memahami politik, umat Kristen percaya bahwa Alkitab haruslah menjadi landasannya. Sebagai Kitab Suci yang didalamnya memuat fakta sejarah Kerajaan Allah di dunia, Alkitab memiliki banyak catatan bagaimana umat Allah menghidupi dunia Pemerintahan. Bukan saja kebijaksanaan masyarakat biasa terhadap pemerintah yang sedang berkuasa, tetapi juga bagaimana sikap seorang raja atau pejabat pemerintah yang memerintah dengan takut akan Tuhan.
Hal ini antara lain dapat dipelajari dari bagaimana kebijaksanaan politik Yusuf sebelum dan sesudah menjadi Perdana Menteri pada kerajaan Firaun di Mesir. Bagaimana kebijaksanaan politik Raja Daud dan Raja Salomo selama mereka menjadi raja dan penguasa yang memerintah Kerajaan Israel. Demikian juga bagaimana Sikap Daniel terhadap raja Nebukadnezar sebagai penguasa yang lalim. Bagaimana tindakan Yesaya, Yeremia dan Amos dalam Perjanjian Lama, Rasul Petrus dan dan Paulus memperingatkan tentang kehendak Allah kepada para penguasa.
Disegala zaman, Firman Allah tidak pernah berubah, tetap konsisten dan menegaskan kesucian dan kekudusan, kebenaran dan keadilan Allah dimana segala kuasa dan pemerintahan ditujuklan untuk menyatakan kehadiran Allah yang memerintah alam semesta dengan adil dan benar. Dan sejak penciptaan, Tuhan sudah memerintahkan agar manusia hidup memelihara dunia dan berkebudayaan dan Tuhan memberikan dan menetapkan raja-raja dan para penguasa dalam mengatur rakyatnya untuk mewujudkan kesejahteraan sebagai wujud kehadiran pemerintahan Allah didalam dunia.
Oleh karena itu, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhanlah yang memeberikan dan menetapkan
Pemerintah suatu bangsa atau penguasa. Salah satu Perintah Alkitab yang terkenal adalah terkait dengan perintah agar orang Kristen tunduk dan patuh kepada Pemerintah yang berkuasa. “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah--pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Roma 13: 1).
Semua Pemerintahan yang ada di dunia ini telah ditetapkan oleh Allah. Hal ini sesuai juga dengan Kitab Daniel Pasal 2 : 21, bahwa Tuhan lah yang mengangkat dan memecat raja. Bagaimana kalau Pemerintah yang sedang berkuasa itu adalah pemerintah yang korup dan jahat ? Alkitab mengajarkan bahwa umat Kristen harus mengingatkan Pemerintah agar kembali menggunakan kuasanya dengan adil dan benar, dengan tetap tunduk dan hormat kepada Pemerintah. Gereja (dimana orang Kristen ada didalamnya) tidak boleh melawan Pemerintah tetapi juga tidak boleh membiarkan para penguasa melawan Tuhan dengan melakukan berbagai kejahatan yang menyengsarakan rakyatnya.
Dua kewarganegaraan :
Menurut Tuhan Yesus, orang Kristen yang hidup didalam suatu negara, memang sedang berada di dalam dunia tetapi mereka bukan dari dunia (Yoh 17:16). Kedengarannya memang aneh tetapi itulah anugerah yang tidak ternilai yang diberikan Tuhan kepada kepada orang percaya. Orang Kristen adalah warga negara dunia tetapi dia bukan berasal dari dunia, alias berkewarga-negaraan surga. Dengan demikian orang percaya memiliki dua kewarga negaraan : warga negara dunia dan warga negara surga. Implikasinya, sikap hidup orang Kristen sebagai warga negara surga, harus tercermin pula dalam sikap dan tindakannya sebagai warga negara dunia.
Tunduk kepada Pemerintah sebagai warga negara di dunia ini, dapat dijalankan sepanjang suatu pemerintahan negara ataupun kerajaan menjalankan pemerintahan atau politik sesuai dengan Firman Allah yaitu Pemerintah dengan program-program politiknya, melakukan perbuakan kasih, keadilan dan kebenaran. Sebagai warga surgawi orang Kristen wajib berpartisipasi menjadi warga negara yang baik menurut undang-undang.
Karena iktu adalah sangat penting agar umat Kristen dan gereja turut memberikan pandangan-pandangan yang berdasarkan Firman Allah dalam penyusunan undang-undang untuk memilih para pemimpin dan bagaiomana menjalankann kekuasaan dengan benar sesuai dengan Firman Tuhan. Sebaliknya, apabila pemerintah tidak menjalankan kekuasaannya sesuai dengan Firman Tuhan maka orang Kristen tidak boleh mematuhinya tetapi dengan bijaksana memberikan masukan yang benar sesuai Firman Allah, kepada Pemerintah yang sedang berkuasa.
Jangan takut kepada Pemerintah :
Orang Kristen tidak boleh takut kepada Pemerintah karena sebetulnya Pemerintah adalah hamba Tuhan, alat Tuhan didalam dunia untuk mewujudkan Pemerintahan Tuhan melalui suatu sistem politik. Memang ada kalanya Pemerintahan yang berkuasa adalah pemerintah yang jahat dan melawan Tuhan. Akan tetapi pada dasarnya Pemerintah haruslah menjalankan rencana berkat Tuhan bagi dunia karena alam semesta adalah milik Tuhan.
Apabila ada Pemerintah yang melawan Tuhan maka orang Kristen dan gereja dipanggil untuk menyuarakan Firman Allah (suara kenabian), mendoakan dan menyerahkan mereka kepada kedaulatan Allah. Kita percaya Tuhan akan menyatakan keadilannya pada waktunya dan umat Tuhan juga tetap dituntut untuk hidup dengan hormat kepada Pemerintah sebagai warga negara yang baik. Firman Tuhan menegaskan setiap orang Kristen, sebagai warga negara dunia, harus berbuat baik
. Dan apabila kita berbuat baik, seseorang ia tidak usah takut kepada pemerintah. Hanya apabila seorang Kristen tidak menjadi warga negara yang baik, melanggar hukum dan melakukan kejahatan, barulah dia harus takut. Jadi kita hanya takut kepada Pemerintah apabila melakukan kejahatan. (bdg. Roma 13:3). Sebaliknya apabila orang Kristen menjadi warga negara yang baik, memiliki prestasi yang unggul maka mereka pasti akan dihargai dan dihormati oleh Pemerintah atau Penguasa dan nama Tuhan pun akan dimuliakan. Banyak sekali contoh negara-negara yang mengalami kemajuan karena sumbangsih pemikiran dan kebijaksanaan orang Kristen di berbagai bidang.
Tanggungjawab Politik :
Dulu ketika Paus juga berstatus sebagai pemimpin negara, para Bapak Gereja mengatakan hubungan antara gereja dengan negara adalah sangat dekat. Terutama dulu di Eropa, dimana warga gereja adalah juga didominasi oleh warga negara, karenanya anggota gereja yang adalah juga warga negara sehingga sehingga tubuh Kristus (corpus Christianum) atau gereja diibaratkan sebagai jiwa dan negara sebagai tubuhnya. Gereja mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan keselamatan abadi,
sedangkan pemerintah memajukan kesejahteraan manusia di dunia ini dan dua-duanya bekerja sama demi kemulian Tuhan. Pokok pikiran corpus Christianum ini sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran Santo Augustinus. Menurut Agustinus gereja di dunia ini adalah persekutuan semua warga negara Allah yang sedang berjalan menuju kepada keselamatan surgawi, dan gerejalah yang melayankan kepada anggotanya semua yang perlu untuk keselamatan itu, yaitu Firman dan Sakramen-sakramen.
Sementara itu, negara menggunakan kuasanya untuk melindungi orang-orang yang baik demi kemajuan negara. Namun, pada abad pertengahan, kerjasama antara gereja dan pemerintah tidak selalu memperlihatkan keselarasan karena mulai sekitar tahun 1050, disadari gereja semakin menuntut kuasa atas negara. Alasannya ialah karena yang rohani lebih agung dari yang jasmani dan duniawi. Juga pemerintah berpendapat bahwa negara, karena tugas-tugasnya, menganggap diri memiliki kuasa untuk mencampuri urusan gereja, kalau kesejahteraan masyarakat sampai terganggu oleh pemerintahan gereja.
Karena itu kemudian Bapak Reformasi gereja Dr. Martin Luther dan Yohanes Calvin sependapat, bahwa pemerintahan Gereja merupakan pemerintahan yang letaknya di dalam jiwa manusia dan gereja berkewajiban mengajar hati nurani supaya saleh dan mengabdi kepada Allah. Sementara itu negara adalah sebuah organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan wajib ditaati oleh rakyat. Bagi Johannes Calvin, pemerintahan Negara ialah pemerintahan yang hanya dimaksudkan untuk memantapkan tata kehidupan yang benar dari segi sipil serta lahiriah.
Menurut Calvin, tugas pemerintah sipil itu ialah mendukung dan melindungi penyembahan kepada Allah dari sudut lahiriah, membantu mempertahankan ajaran yang sehat tentang agama dan membela kedudukan gereja, mengatur kehidupan dengan berpedoman pada pergaulan masyarakat, membina kesusilaan sesuai dengan keadilan seperti yang ditetapkan oleh undang-undang negara, menumbuhkan dan memupuk perdamaian serta ketentraman umum.
Selain daripada itu, Calvin juga memberikan penghargaan kepada pemerintah negara dan menjelaskan bahwa kekuasaan politis itu adalah suatu panggilan, yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah, tetapi juga yang paling kudus dan yang paling terhormat di antara semua panggilan dalam seluruh lingkungan hidup orang-orang fana. Hal ini disebabkan oleh karena negara juga bertugas mengayomi Gereja dan para abdi Allah yang memperjuangkan keadilan.
Menurut Yohanes Calvin, kehadiran pemerintah adalah penting, untuk menjamin kesejahteraan masyarakat. Menurut dia, orang yang tidak menghormati Pemerintah adalah orang yang tidak memahami keadaan dunia yang masih penuh dengan keonaran dan sangat memerlukan kehadiran pemerintah untuk melindungi manusia dari berbagai kejahatan.
Walaupun Calvin menganggap peranan negara sangat penting selama gereja masih berada di dunia ini, itu tidak berarti bahwa ia menyerahkan segala-galanya kepada pemerintah. Dengan tegas ia menetapkan batas antara gereja dan negara atau, antara pemerintahan rohani dan duniawi atau politik. Berkaitan dengan itu, Calvin menekankan bahwa gereja dan negara menerima tugas yang berbeda dari Allah. Pembagian tugas ini penting sekali antara lain untuk mencegah terjadinya konflik antara gereja dan negara.
Biarapun kemajuan agama adalah kepentingan negara, kepada negara tidak diberi tugas untuk mengintervensi apa yang terjadi di dalam gereja. Hak dan kewajiban pemerintah hanyalah terbatas pada menentukan undang-undang di bidang kehidupan lahiriah. Hubungan gereja dan negara dalam teologi Calvin adalah sangat erat dan kedua lembaga ini harus hidup saling berdampingan, sama-sama bertugas melaksanakan kehendak Allah dan mempertahankan kehormatannya. Namun bukan dalam arti Negara boleh saja mengambil alih semua apa yang menjadi bagian gereja, dan juga sebaliknya.
Proses Politik :
Terkait proses politik, di Indonesia, setidaknya dapat dilihat dari dua tahapan utama. Yang pertama adalah bagaimana satu kelompok partai politik menyusun stratetgi untuk memperoleh kekuasaan. Masing-masing partai politik tentu akan merumuskan tujuan dan berbagai program politiknya. Terkait tahapan ini, sebagai warga masyarakat, orang Kristen penting berpartisipasi dalam dalam pencapaian tujuan itu, pemilihan umum (Pilkada atau Pemilu). Tahapan yang kedua, setelah terbentuknya sistem pemerintahan,
maka kemudian Pemerintah bersama masyarakat membangun polis (kota) atau negara dimana kita hidup didalamnya dan dengan setiap warga negara lainnya yang majemuk. Bagaimana gereja atau orang Kristen menginterpretasikan program politik yang ditawarkan oleh partai-partai politik? Andaikata program politik itu ditafsirkan sebagai ungkapan kasih terhadap sesama, di mana keadilan dan kesejahteraan bersama diperlihatkan, maka gereja bisa memahaminya sebagai ungkapan imannya.
Maka terhadap program politik seperti ini, pantaslah gereja dan anggotanya ikut serta. Program politik tersebut, sekaligus merupakan ukuran untuk menilai apakah sipemegang kekuasaan masih bertindak atas dasar kebenaran, atau sudah menyimpang. Kalau menyimpang, maka gereja harus memberikan peringatan sesuai dengan imannya untuk kasih, keadilan dan kebenaran. Kesemuanya ini kedengaran sederhana, tetapi dalam prakteknya tidak sesederhana itu. Mengapa? Karena berpolitik adalah ´seni´ yang tidak jarang bisa ke luar dari koridor moral dan etika (Kristen dan Politik). Kita teringat kepada ungkapan: "Tidak ada kawan dan lawan yang abadi dalam berpolitik. Kawan hari ini, besok bisa menjadi lawan."
Sebagai warga negara, politik juga adalah tugas dan tanggung jawab orang Kristen. Seiring dengan amanat agung Tuhan Yesus, setiap orang percaya harus melakukan kesaksiannya menjadi garam dan terang dan pemberitaan Kabar baik (Injil). Sebagai warganegara yang baik, gereja harus menjadi teladan kepada warga negara lainnya, yaitu patuh dan tunduk kepada Pemerintah sebagaimana dikatakan oleh Tuhan Yesus, berikan apa yang untuk kaisar. “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22:21).
Orang Kristen juga harus membayar pajak kepada negara dan mematuhi undang-undang yang berlaku. Orang Kristen wajib berpartisipasi membangun negara dan bangsa, bahkan tunduk kepada Pemerintah yang berkuasa berdasarkan Firman Allah yaitu dengan tetap memberikan teguran sesuai Firman Allah apabila penguasa memerintah dengan lalim dan jahat. Disinilah orang Kristen menjalankan peranannya sebagai garam dan terang dunia.
Menghadapi Pemilu atau Pemilukada, gereja harus berwibawa dan bersikap jelas dan tegas sebagai lembaga Ilahi. Gereja sebagai lembaga, harus cermat dan cerdas dalam menilai kualitas para para kandidat pemimpin. Untuk itu Gereja harus melek politik dan peka secara rohani agar jangan terpedaya oleh janji-janji politik, apalagi kalau sampai suaranya dapat dibeli dengan kekuatan politik uang. Gereja tidak boleh dimanfaatkan oleh politisi untuk mendukung kepentingan politik tertentu.
Setiap orang Kristen juga harus dapat memainkan peranan politiknya dengan jernih, terutama mampu menilai dan memilih calon-calon pemimpin yang baik dan takut akan Tuhan, mampu melaksanakan tugas sebagai pemimpin yang cerdas dan baik bagi kepentingan seluruh masyarakat tanpa membeda-bedakan golongan. Umat Tuhan harus waspada terhadap dunia politik yang sarat dengan berbagai kepentingan dan sikap rakus dalam berebut kekuasaan.
Yang juga sangat penting lagi, orang Kristen harus percaya bahwa kedaulatan Allah adalah mengatasi segala Pemerintah dunia. Kita juga dipanggil untuk mendoakan para Penguasa yang memerintah sebagaimana diperintahkan oleh Kitab Suci kepada umatNya di pembuangan Babel dahulu. “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu” (Yeremia 29:7).
Suara kenabian :
Disamping itu, setelah pemerintahan terbentuk, proses politik terus, ada yang menjalankan pemerintahan dan ada pula yang mengawasi jalannya pemerintahan baik pengawasan oleh lembaga-lembaga yang ada maupun pengawasan oleh warga negara. Sebagai warga negara, gereja dan warga jemaat dipanggil oleh imannya untuk menyatakan kebenaran sesuai dengan Firman Allah, itulah suara kenabian. Alkitab memberikan contoh dengan gamblang suara kenabian ini.
Nabi Yeremia memberi kita suatu contoh tentang keberanian seorang hamba Allah yang dengan tulus menyampaikan kebenaran Allah yang tidak enak didengar, sekalipun kepada penguasa negara. Dengan berani Nabi Yeremia mengumumkan bahwa sang Raja dan tentara Israel akan kalah dan diserahkan ke tangan musuh. Bahkan, dengan lantang, Nabi Yeremia mengatakan bahwa Raja Zedekia sendiri akan ditangkap oleh musuh dan kemudian terbunuh dengan cara yang mengenaskan (Yeremia 21:7).
Para pemimpin gereja maupun tokoh Kristen dituntut keberaniannya untuk memperingatkan para pejabat yang korup atau para pemimpin negara yang berbuat jahat. Demikian juga, pemberitaan Kabar Baik di tengah masyarakat membutuhkan keberanian dan ketulusan agar pemberitaan keadilan dan kebenaran tidak pernah berhenti hanya karena ancaman dan penganiayaan.
Bukankah Yohanes Pembaptis juga telah menegur raja Herodes sehingga telinga dan muka mereka menjadi panas dan murka. Kepada orang Farisi dan orang Saduki, ia mengatakan mereka keturunan ular beludak, karena ketidakbenaran hidup mereka. Ia berani menegur Herodes Antipas karena merebut Herodias, istri Herodes Filipus. Memang suara kenabian dan kejujuran penuh dengan risiko dimusuhi banyak orang.
Gereja tidak boleh terlibat politik praktis :
Penting dicamkan bahwa orang Kristen secara individu harus berpartisipasi dalam sistem politik untuk membangun pemerintahan yang baik termasuk melalui pemberian masukan dan pandangan-pandangan yang membangun. Orang Kristen tidak boleh golput karena Allah juga bekerja melalui berbagai situasi yang sedang terjadi sekalipun dalam dunia yang jahat.
Namun demikian ingatlah, gereja dan para pemimpin gereja janganlah melakukan politik praktis dan membawa-bawa politik ke dalam gereja, mengingat politik sarat dengan berbagai kepentingan yang dapat menjerumuskan umat kedalam pengelompokan dan perpecahan yang yang tidak boleh terjadi didalam gereja.
Para pemimpin jemaat janganlah juga berperan sebagai pemimpin partai politik tertentu. Pelayanan gereja tidak boleh dikait-kaitkan dengan afiliasi partai tertentu, karena ini sangat berbahaya. Sebagai contoh, pemberian bantuan kepada suatu masyarakat yang dilanda bencana alam, yang semula ditujukan sebagai tindakan kasih, tetapi apabila sudah dikait-kaitkan dengan sebuah partai politik, apalagi dengan membawa bendera partai, maka hal itu bisa dianggap sebagai suatu tindakan politik, untuk memperoleh dukungan politik tertentu, sehingga mengakibatkan kecurigaan dan perpecahan umat.
Akhirnya, tanggungjawab politik, haruslah difahami secara komprehensif yaitu kepatuhan orang Kristen kepada Pemerintah atau partai yang berkuasa dengan segala program-programnya politiknya untuk membawa masyarakat kepada suatu negara yang sejahtera. Selain itu para pemimpin gereja juga dipanggil untuk menjadi teladan (garam dan terang) didalam masyarakat negara, menegur apabila para penguasa melakukan kesalahan dan lebih dari itu semua, orang Kristen wajib mendoakan negara dan para penguasa agar mereka diberikan kesehatan dan umur panjang, hati yang takut akan Tuhan dan menggunakan kekuasaannya dengan baik dan memuliakan Nama Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H