Salah satu insiden yang memicu kerusuhan adalah peristiwa penganiayaan terhadap Hasan bin Niyam, seorang warga Madura di Desa Sari Makmur Kecamatan Tebas pada 17 Januari 1999. Penganiayaan ini kemudian memicu respon dari warga Madura yang membawa senjata tajam seperti celurit dan golok ke Desa Parit Setia. Masyarakat Melayu yang merasa terancam oleh aksi ini akhirnya merespons dengan perlawanan dan ini memicu eskalasi kekerasan yang lebih besar. Â
3.Ketegangan Sosial Antar Etnis Â
Ketegangan antara etnis Madura dan Melayu di Kalimantan Barat sudah terjadi dalam waktu yang cukup lama. Masyarakat Madura dan Melayu memiliki hubungan yang kompleks dan saling berkompetisi dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya. Ketegangan sosial ini sering dipicu oleh perbedaan dalam stratifikasi sosial dan akses terhadap sumber daya seperti tanah, pekerjaan, dan kekuasaan. Masyarakat Madura dan Melayu saling bersaing dalam memperebutkan posisi yang dianggap layak dalam masyarakat. Ketegangan ini meskipun tidak selalu terbuka, berpotensi memicu konflik jika terjadi insiden yang memperburuk hubungan antar kelompok etnis tersebut. Â
Melalui beberapa alasan tersebut, dapat diketahui bahwa hubungan antara Suku Dayak dan Melayu dengan Suku Madura itu sangat buruk, insiden-insiden dan perseteruan yang terjadi pada akhirnya memicu konflik yang lebih besar dan kita kenal sebagai "Konflik Sambas 1999". Berikut adalah kronologi bagaimana konflik Sambas terjadi. Â
Kronologi Â
Sebelum konflik besar meletus pada tahun 1999, hubungan antara suku Madura dan Melayu di Kabupaten Sambas sudah mengalami ketegangan yang cukup lama. Kedua kelompok etnis ini sering bersaing dalam berbagai bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Suku Madura yang dikenal dengan daya juang dan keberaniannya bersaing dengan Suku Melayu dalam urusan pekerjaan, tanah, dan kekuasaan. Meskipun ketegangan ini tidak selalu terbuka, kesenjangan sosial dan ekonomi yang dirasakan oleh kedua belah pihak menciptakan ketegangan yang memicu konflik. Â
Konflik mulai terpicu pada 17 Januari 1999 ketika terjadi penganiayaan terhadap seorang warga Madura bernama Hasan Bin Niyam. Peristiwa penganiayaan ini terjadi di Desa Sari Makmur Kecamatan Tebas. Hasan yang mengalami penganiayaan merupakan orang yang sangat dihormati di kalangan warga Madura di daerah tersebut. Setelah kejadian ini, ada informasi yang tersebar di kalangan masyarakat Madura bahwa penganiayaan ini dilatarbelakangi oleh kebencian etnis dan telah mengarah pada diskriminasi terhadap warga Madura. Setelah mendengar kabar tentang penganiayaan tersebut, masyarakat Madura merasa terancam dan mulai menunjukkan reaksi berupa aksi balasan. Mereka mulai berkumpul dengan membawa senjata tajam seperti celurit dan golok untuk mencari orang yang dianggap bertanggung jawab atas penganiayaan tersebut. Â Â
Pada 19 Januari 1999, sekelompok warga Madura berjumlah lebih dari 100 orang melakukan perjalanan menuju Desa Parit Setia yang merupakan wilayah mayoritas Melayu. Mereka membawa senjata tajam dengan tujuan mencari orang yang mereka anggap terlibat dalam insiden tersebut. Masyarakat Melayu yang merasa terancam dengan kedatangan warga Madura yang membawa senjata tajam mulai merespon dan membalas. Pada 20 Januari 1999, sejumlah orang Melayu melakukan aksi penyerangan terhadap warga Madura yang berada di desa tersebut. Mereka saling serang menggunakan senjata tajam dan senjata api dan menciptakan situasi yang sangat tegang. Kabar ini cepat menyebar ke seluruh daerah Sambas, menciptakan ketakutan yang semakin meluas di kalangan masyarakat Melayu dan Madura. Â Â
Pada 21 Februari 1999, terjadi insiden lain yang memperburuk ketegangan yang sudah ada. Insiden ini bermula dari perkelahian antara seorang pemuda Madura dan seorang kernet bus asal Melayu. Meskipun insiden tersebut awalnya tampak kecil, namun situasi ini memicu reaksi besar dari kedua belah pihak. Massa dari kedua kelompok etnis mulai bergerak dan melakukan serangan-serangan terhadap satu sama lain. Mereka saling menyerang dengan senjata tajam dan senjata api, menyebabkan kerusakan besar dan pembakaran rumah-rumah warga di beberapa desa, khususnya di Kecamatan Pemangkat. Â Â
Pada 22 Februari 1999, kerusuhan semakin meluas. Selama dua hari tersebut sejumlah rumah di Desa Parit Setia, Desa Sari Makmur, dan beberapa desa lainnya dibakar oleh massa dari kedua kelompok. Suku Madura dan Melayu saling menghancurkan properti dan menyerang satu sama lain. Kerusuhan ini mengakibatkan banyak korban jiwa dan luka-luka dari kedua belah pihak serta kerusakan material yang sangat besar. Â
Masyarakat Melayu dan Madura masing-masing berusaha melindungi diri mereka dari serangan kelompok lawan dengan membentuk kelompok-kelompok pertahanan. Terjadinya perkelahian antar kedua kelompok ini tidak hanya melibatkan pemuda dan massa, tetapi juga melibatkan orang dewasa dan tokoh masyarakat yang seharusnya dapat berfungsi sebagai mediator. Â