Mohon tunggu...
DAyat RM
DAyat RM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Wawasan Bertani Metode Smart Farming untuk Generasi Milenial

12 November 2021   15:29 Diperbarui: 12 November 2021   15:56 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
posted by : evomosolution.medium.com

Pertanian metode Smart farming digadang-gadang menjadi terobosan baru untuk mendapatkan untung lebih besar dari pada pertanian konvensional. Dengan metode tersebut seorang dapat memantau dan mengolah lahan pertanian secara presisi dan otomatis. 

Tapi, tidak sedikit orang yang gagal menggunakan metode tersebut, akibatnya petani lebih memilih kembali menggunakan metode bertani konvensional. 

Banyak yang berangapan bahwa sebenarnya metode smart farming belum kompatibel bagi generasi milenial saai ini, karena minimnya wawasan tentang metode tersebut. Untuk itu berikut ini adalah sedikit wawasan tentang pertanian smart farming.

Smart farming

Mengutip statement dari Bapak Amran Sulaiman (Menteri Pertanian 2014-2019) bahwa "Dunia saat ini telah memasuki era revolusi industri yang ke empat atau disebut juga industri 4.0, ditandai dengan penggunaan mesin-mesin otomatis yang terintegrasi dengan jaringan internet. 

Sektor pertanian juga perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan ke depan. Ke depan olah lahan, tanam, panen hingga pengolahan dilakukan menggunakan remote control dari rumah". 

Digitaliasai menjadi indikator sebuah pertanian telah menerapkan metode smart farming seperti pengawasan cuaca, suhu, kelembapan dapat terpantau melalui smart phone. 

Tidak hanya itu, sistem akan memberikan informasi terkait kesehatan tanaman yang berjalan secara otomatis. Metode pertanian era industri 4.0 tersebut berusaha mengkolaborasikan berbagai macam teknologi untuk mendapatkan hasil maksimal.

Meskipun harapan sistem pertanian industri 4.0 adalah presisi dan efisiensi, tetapi tidak semua kondisi dan permasalahan lahan dapat terselesaikan dengan satu teknologi. Oleh sebab itu, agar penerapan metode "bertani pintar" berjalan sesuai rencanan dan anggaran maka perlu ada wawasan dan pemahaman yang komprehensif.

petani milenial

Terdapat beberapa hal yang perlu para milenial pelajari dan pamahi sebelum memilih profesi sebagai seorang petani. Sehingga ada effort yang tetap terjaga dan perhitungan yang jelas hingga meraih keberhasilan. Berikut adalah pengetahuan yang perlu diterapkan sebelum menjadi petani miilenial.

1. Smart Farming is not Lazy Farming

"Walau hujan ibu tetap pergi ke pasar, Walau hujan ayah tetap pergi ke sawah", 

Mungkin bagi seorang yang lahir era 90an masih ingat sebuah sajak puisi yang berjudul "walau hujan". Puisi tersebut mengandung makna bahwa profesi yang kita ambil adalah tanggung jawab yang kita pikul. 

Munculnya fenomena komputasi dan otomatisasi dalam segala lini kehidupan menjadikan ketergantungan akan teknologi. Bukan hal yang salah, namun ketergantungan yang berlebihan akan berdampak buruk bagi kehidupan.

Metode smart farming salah satu bagian dari perkembangan teknologi yang terkadang disalah artikan. Beberapa orang mengangap dengan teknologi pertanian yang semakin maju maka petani zaman now tidak perlu bertemu dengan hama, tanah kotor, air dan pupuk. Kita hanya perlu duduk santai dengan smart phone dalam gengaman.  Bukan seperti itu prinsip dari bertani pintar. 

Perkembang teknologi bukan menjadi alasan petani untuk bermalas-malasan, malas pergi ke kebun atau malas menggarap lahan. Meskipun semua berjalan otomatis tetap harus ada pengawasan berkala terhadap pertumbuhan tanaman. Petani pasti tetap akan bersinggungan dengan pupuk, air, hama dan beberapa permasalahan pertanian. 

Meskipun, teknologi sangat membantu pekerjaan para petani milenial, tetapi bangunlah paradigma bahwa pertanian yang sukses memerlukan dedikasi yang besar. Sehingga, mental bertani terbentuk dan tidak mudah menyerah atau berpangku tangan.

2. Pemahaman Teknologi 

Perkembangan teknologi membantu petani untuk menyelesaikan beberapa masalah pertanian. Menggunakan alat kontrol yang terpasang pada sekitar lahan pertanian memudahkan petani mengontrol parameter lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya, kelembapan udara dan tanah. 

Selain itu, teknologi dapat memberikan informasi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Sehingga petani dapat menentukan waktu untuk menyirami dan menyiangan tanaman serta menentukan anggaran pembelian nutrisi.

Namun, penggunaan teknologi yang semakin mutahir memberi "PR' baru bagi petani era 4.0. Pasalnya, seorang petani dengan metode smart farming terlebih dahulu harus mengerti prosedur penggunaan teknologi tersebut. 

Petani tradisional yang umumnya berurusan dengan musim dan pupuk, sekarang harus mengerti juga tentang parameter lingkungan pertanian. Tetapi, pada dasarnya penggunaan teknologi bertujuan mempermudah bukan mempersulit.

Meluangkan sedikit waktu untuk memahami teknologi pertanian modern menjadi investasi pengetahuan yang menguntungkan untuk masa sekarang hingga kedepan. Semakin mendalam ilmu yang ada maka semakin presisi produk yang dihasilkan. Jangan sampai salah memahami prosedur penggunaan teknologi atau membeli alat yang sebenarnya tidak begitu berarti.

3. Kalkulasi Biaya Produksi

Penerapan smart farming memberikan efisiensi skala besar, memotong biaya perawatan dan membantu memperhitungkan penggunaan sumber daya. 

Namun, perlu diketahui bahwa teknologi yang digunakan juga membutuhkan biaya yang tidak murah. Misalnya harga Soil and humidity tester berkisar 800-900 ribu rupiah, belum lagi pH tester dan teknologi lainya. Bagi petani tradisional, biaya tersebut dapat untuk membeli bibit dan pupuk pertanian. Untuk itu perlu ada analisis yang mendetail supaya tidak rugi dan menyesal.

Memperhitungkan pengeluaran merupakan hal basic yang harus mendapat banyak perhatian sebelum bercocok tanam. Biaya yang mahal tidak selalu memberikan hasil maksimal. 

Segala bentuk pekerjaan selalu menginginkan income (pemasukan) lebih besar dari pada Outcome (pengeluaran). Harus ada pemikiran yang mendetail dan kerja keras untuk mendapatkan income maksimal.

Jangan hanya terpaku pada istilah smart dan mungkin terlihat modern tanpa memerhatikan ongkos produksi. Perlu ada rencana jangka panjang dan jangka pendek. 

Kalkulasi harga modal awal mulai dari bibit, pupuk, air dan teknologi smart farming, kemudian perhitungkan berapa kali panen agar semua modal tersebut dapat terganti. Tahun pertama mungkin tidak sesuai ekspektasi, tapi tahun berikutnya harus lebih baik lagi. Tidak apa-apa memiliki angan yang tinggi asalkan dibarengi dengan rencana yang matang dan pengetahuan yang mumpuni.

4.  Komunikasi Antar Petani

Kebiasaan petani desa adalah berkumpul setelah mencangkul atau menyiangi tanaman. Ngobrol ke sana ke sini hanya untuk sekedar bergurau atau menggali informasi. Bagi saya pribadi hal ini mungkin terlihat tidak relate lagi. Bukan karena generasi saat ini susah bersosialisasi, melainkan karena sarana ngobrol yang telah bertransisi. 

Para milenialis lebih suka menggunakan media sosial untuk berdiskusi. Menggunakan informasi yang jauh lebih luas untuk mengetahui banyak wawasan terkait persoalan petani.

Perkembangan teknologi mampu menjembatani komunikasi antar petani, konsumen, dan berbagai macam stoke holder. Tidak harus berkumpul dan bertemu, karena terkadang petani milenial tidak memiliki lahan yang luas dan berdekatan. Petani milenial biasanya memanfaatkan pekarangan menjadi lahan atau space kosong menjadi lahan tani.

Adanya kemudahan teknologi komunisi memudahkan petani milenial untuk membentuk sebuah komunitas, group sharing, atau koperasi tani. 

Transisi agrososial tersebut bukan menjadi suatu permasalahan yang harus diperdebatkan. Tetapi harusnya menjadi solusi petani masa kini lebih mudah bertukar informasi dan pengelaman, sehingga mampu memaksimalkan hasil produksi pertanian.  Sebuah quote dari Ratan tata yang berbunyi "if you want to walk faster, walk alone, but if you want to walk far walk together" 

Beradaptasi dengan sesuatu yang baru mungkin sedikit susah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Mulailah dengan membangun prinsip dalam bertani, kembangkan kemampuan analisi dan penggunaan teknologi, gunakan kalkulasi dan strategi yang detail untuk meraih produksi dengan kualitas dan kuantitas tinggi, bangun komunikasi untuk meluaskan pemasaran dan pengetahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun