Mohon tunggu...
DAyat RM
DAyat RM Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer

Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Wawasan Bertani Metode Smart Farming untuk Generasi Milenial

12 November 2021   15:29 Diperbarui: 12 November 2021   15:56 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
posted by : evomosolution.medium.com

Namun, perlu diketahui bahwa teknologi yang digunakan juga membutuhkan biaya yang tidak murah. Misalnya harga Soil and humidity tester berkisar 800-900 ribu rupiah, belum lagi pH tester dan teknologi lainya. Bagi petani tradisional, biaya tersebut dapat untuk membeli bibit dan pupuk pertanian. Untuk itu perlu ada analisis yang mendetail supaya tidak rugi dan menyesal.

Memperhitungkan pengeluaran merupakan hal basic yang harus mendapat banyak perhatian sebelum bercocok tanam. Biaya yang mahal tidak selalu memberikan hasil maksimal. 

Segala bentuk pekerjaan selalu menginginkan income (pemasukan) lebih besar dari pada Outcome (pengeluaran). Harus ada pemikiran yang mendetail dan kerja keras untuk mendapatkan income maksimal.

Jangan hanya terpaku pada istilah smart dan mungkin terlihat modern tanpa memerhatikan ongkos produksi. Perlu ada rencana jangka panjang dan jangka pendek. 

Kalkulasi harga modal awal mulai dari bibit, pupuk, air dan teknologi smart farming, kemudian perhitungkan berapa kali panen agar semua modal tersebut dapat terganti. Tahun pertama mungkin tidak sesuai ekspektasi, tapi tahun berikutnya harus lebih baik lagi. Tidak apa-apa memiliki angan yang tinggi asalkan dibarengi dengan rencana yang matang dan pengetahuan yang mumpuni.

4.  Komunikasi Antar Petani

Kebiasaan petani desa adalah berkumpul setelah mencangkul atau menyiangi tanaman. Ngobrol ke sana ke sini hanya untuk sekedar bergurau atau menggali informasi. Bagi saya pribadi hal ini mungkin terlihat tidak relate lagi. Bukan karena generasi saat ini susah bersosialisasi, melainkan karena sarana ngobrol yang telah bertransisi. 

Para milenialis lebih suka menggunakan media sosial untuk berdiskusi. Menggunakan informasi yang jauh lebih luas untuk mengetahui banyak wawasan terkait persoalan petani.

Perkembangan teknologi mampu menjembatani komunikasi antar petani, konsumen, dan berbagai macam stoke holder. Tidak harus berkumpul dan bertemu, karena terkadang petani milenial tidak memiliki lahan yang luas dan berdekatan. Petani milenial biasanya memanfaatkan pekarangan menjadi lahan atau space kosong menjadi lahan tani.

Adanya kemudahan teknologi komunisi memudahkan petani milenial untuk membentuk sebuah komunitas, group sharing, atau koperasi tani. 

Transisi agrososial tersebut bukan menjadi suatu permasalahan yang harus diperdebatkan. Tetapi harusnya menjadi solusi petani masa kini lebih mudah bertukar informasi dan pengelaman, sehingga mampu memaksimalkan hasil produksi pertanian.  Sebuah quote dari Ratan tata yang berbunyi "if you want to walk faster, walk alone, but if you want to walk far walk together" 

Beradaptasi dengan sesuatu yang baru mungkin sedikit susah, tetapi bukan berarti tidak bisa. Mulailah dengan membangun prinsip dalam bertani, kembangkan kemampuan analisi dan penggunaan teknologi, gunakan kalkulasi dan strategi yang detail untuk meraih produksi dengan kualitas dan kuantitas tinggi, bangun komunikasi untuk meluaskan pemasaran dan pengetahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun