"Hah? Kenapa? Salahku apa? Jelaskan! Biar aku ngerti. Enam tahun bukan waktu yang sebentar, Mi" jawabku.
"Justru itu, Lif! Enam tahun gak sebentar, enam tahun itu lama. Selama itu aku menunggu kepastian dari kamu. Perempuan butuh kepastian, Mi. Kamu janji bakal secepatnya datang ke rumahku, melamarku! Omong kosong, Lif! Percuma, itu Cuma janji!" Cecar Ami.
"Aku masih berjuang, Mi. Menikah tidak sesederhana itu. Tunggu aku sebentar lagi. Kamu tahu kan aku masih struggle, aku masih mencari pekerjaan yang settle untuk menghalalkan kamu. Aku masih orang yang sama. Aku masih sayang kamu, aku masih orang yang kamu kenal dulu," Jawabku penuh harap.
"Beda, Lif. Aku bukan orang yang kamu kenal dulu," Ucap Ami, sambil mengangkat tangannya memperlihatkan lingkar emas yang melilit di jari manisnya.
Bersamaan dengan itu, keluar seorang pria tampan dari dalam mobil mewah yang harganya mungkin setara dengan ginjal kiriku. Bak pangeran dalam kisah dongeng, ia datang menghampiri Ami dengan payung biru, ia membawa Ami-ku bersama dengan segenap harap yang tersisa, bersama kisah yang belum selesai, bersama rindu yang belum usai. Ami perlahan berlalu, sembari meletakkan Silverqueen matcha di genggamanku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H