Hari Selasa, 5 Februari 2019, orang-orang Tionghoa maupun orang-orang keturunan Tionghoa merayakan Tahun Baru Imlek atau yang familiar disebut sebagai Sin Cia yang ke 2570. Â
Dalam National Geographic Indonesia menjelaskan bahwa kata Imlek (im=bulan, lek=penanggalan) berasal dari dialek Hokkian atau yang dalam Bahasa Mandarinnya disebut "Yin Li" yang berarti kalender bulan (Lunar Newyear).Â
Dalam sejarahnya, Imlek merupakan suatu perayaan yang dilakukan oleh para petani yang ada di Tiongkok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru.
Perayaan Imlek ini juga berkaitan erat dengan pesta perayaan datangnya musim semi (dalam pergantian musim) yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama atau yang lebih dikenal dengan istilah Cap Go Meh.
Baca juga: Mengenal "Tet", Perayaan Tahun Baru Imlek di Vietnam
Dalam perayaan Imlek kita mengenal yang namanya sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta/Thian, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari sembahyang Imlek adalah sebagai bentuk pengucapan syukur, doa dan harapan di tahun depan untuk mendapat rezeki yang lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai media "silaturahmi" dengan keluarga dan kerabat. Imlek adalah tradisi pergantian tahun, sehingga yang merayakan Imlek ini seluruh etnis Tionghoa apapun, tanpa melihat agama apa yang dianutnya.
 Ditinjau dari pandangan kekristenan, maka akan memunculkan beberapa pertanyaan praktis, yaitu apakah boleh atau perlukah orang Kristen merayakan Imlek (Sin Cia)? Bahkan lebih luas lagi, apakah boleh merayakan budaya-budaya lama kita (yang memiliki latar belakang Etnis Tionghoa)? Secara prinsip kita akan mengulas bahasan ini.
Pada umumnya dalam perayaan Imlek sekarang ini dapat kita bagi dalam dua dimensi, yaitu:
1. Dimensi Kultural (budaya). Dalam dimensi ini dapat kita lihat antara lain seperti kebersihan rumah, saling berkunjung (silahturahmi) dan makan bersama keluarga, mengucapkan selamat dan hormat kepada orang yang lebih tua, baju baru, kue untuk menjamu tamu, dan berbagi "ang pao" untuk yang lebih muda (yang belum menikah). Semuanya ini merupakan ungkapan dan kesadaran budaya/kultural etnis Tionghoa dalam perayaan Imlek.
2. Dimensi Spiritual. Dalam dimensi ini dapat kita lihat antara lain ritual sembahyang dan memelihara Meja Abu Leluhur, ritual ini sudah dimulai 1 (satu) minggu sebelum tanggal 1 Imlek dan akan berakhir 15 (lima belas) hari kemudian "Cap Go Me".
Dalam sejarah bangsa Indonesia, Perayaan Imlek dan budaya Tionghoa di Indonesia pernah dilarang pada masa Orde Baru melalui Inpres No. 14/1967. Ekspresi kultural (budaya) dan spiritual orang Tionghoa menjadi terbatas.Â
Banyak yang bertahan dengan identitasnya, namun tidak sedikit yang mengadopsi sistem kepercayaan yang diakui resmi oleh hukum Negara. Tetapi melalui Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur), dengan Kepres No. 6/2000, Imlek bisa dirayakan kembali dengan bebas. Tidak ada lagi hambatan politis untuk orang-orang Tionghoa kembali merayakan Imlek dan kepercayaan leluhur secara kultural maupun spiritual. Maka diperkirakan tahun-tahun berikutnya perayaan Tahun Baru Imlek dan ekspresi budaya Tionghoa akan lebih marak, apa lagi dengan adanya SK Menteri Agama No. 13/2001 yang menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur Nasional.
Bagaimana seharusnya umat Kristen etnis Tionghoa, menyikapi Tahun Baru Imlek ini? Dan dalam perjumpaan-perjumpaan Injil dengan budaya Tionghoa? Kesadaran ini penting bagi gereja untuk terus membangun pengertian identitas dirinya, identifikasi medan yang dilayani dan keterampilan yang cocok sebagai solusi dari tuntutan budaya sezamannya. Â Dengan demikain, sifat missioner gereja selalu progresif dan aplikatif.
Ada dua alasan mengapa umat Kristen etnis Tionghoa boleh merayakan Imlek secara kultural?
Pertama, Tahun Baru Imlek bisa menjadi kesempatan untuk pekabaran Injil. Allah berinisiatif menyelamatkan manusia yang berdosa (dalam konteks budaya apapun juga) dan memakai setiap orang percaya sebagai saksi dan pelayan Injil.Â
Baca juga: Salah Kaprah Kata Gong Xi Fa Cai untuk Menyebut Tahun Baru Imlek
Kita adalah agen pembaharu budaya kita sendiri. Allah memakai budaya untuk menyatakan dan menggenapkan maksud-Nya, dengan demikian budaya kita adalah sebuah jembatan penghubung untuk menyampaikan Inil dan bukan sebagai tembok pemisah, yang mengakibatkan Injil "tertolak" atau "terhambat".
Tuhan Yesus Kristus lahir dan hadir di dalam konteks budaya Yahudi. J.H. Bavinck, mengatakan "Kristus mengambil hidup seseorang di dalam tangan-Nya, Dia memperbaharui dan membangun kembali yang menyimpang dan yang buruk. Dia mengisi setiap hal, setiap kata dan setiap praktik dengan arti baru dan memberinya arah baru." Selanjutnya Charles Kraft mengatakan "(Allah) mengisi bentuk budaya lama dengan arti baru. Diakui bahwa Allah sudah bekerja untuk mengubah dari dalam."
Dari kedua pernyataan di atas, dapatlah kita melihat bahwa orang percaya (Kristen) sebagai transformator budaya yaitu, dalam suatu budaya tertentu merefleksikan keadaan manusia yang sudah jatuh dalam dosa; namun di dalam Kristus, umat manusia ditebus dan budaya dapat diperbaharui kembali untuk memuliakan Allah dan memajukan tujuan-tujuan-Nya.
Kedua, Tahun Baru Imlek menjadi kesempatan bagi umat Kristen etnis Tionghoa untuk menjawab atau menghilangkan kesalahpahaman orang Tionghoa pada umumnya terhadap ajaran kekristenan. Orang-orang Tionghoa pada umumnya salah paham tentang ajaran kekristenan, dengan menganggap bahwa kekristenan menjadi "biang keladi"/troublemaker dimana anak-anak mereka (yang sudah memeluk agama Kristen) bersikap tidak berbakti pada orang tua mereka karena telah lunturnya budaya mereka. Kesalahpahaman ini dapat dihilangkan melalui peluang yang terdapat dalam merayakan Imlek secara kultural (lihat penjelasan Imlek sebagai kultural).
Tidaklah heran bila kita mengalami atau menyaksikan ketegangan hubungan antara Kristus dengan budaya. Berkaitan dengan hal ini baik kita simak tulisan H.R. Niebuhr (Christ and Culture), 1956 sebagaimana disalin dari Hesselgrave 1978:79, 80) yang membuat kategori lima pandangan sekitar relasi Kristus dengan budaya;
1. Kristus menentang budaya.  Kristus adalah pemegang kuasa satu-satunya, budaya harus ditolak.
2. Kristus dalam budaya. Kekristenan tidaklah berbeda dengan budaya, kecuali dalam hal kualitasnya; karenanya hal-hal terbaik dari budaya harus dipilih untuk disesuaikan dengan Kristus.
3. Kristus di atas budaya. Penerimaan anugerah menyempurnakan dan melengkapi budaya, sekalipun demikian tidaklah berlangsung mulus.
4. Kristus berlawanan dengan budaya. Keduanya memegang kuasa untuk ditaati karenanya orang percaya hidup dalam ketegangan ini.
5. Kristus mengubah budaya. Budaya merefleksikan kejatuhan manusia, dalam Kristus manusia dan budaya bias diperbarui untuk memuliakan Allah dan menampilkan kehendak-Nya.
Bagaimana kita dapat mengetahui dan mengerti bahwa suatu tindakan (dalam konteks budaya Tionghoa: Perayaan Imlek) itu berkaitan secara spiritual atau hanya kultural, hal ini dapat dilihat dari objeknya. Jika suatu objek itu harus disembah dan bernuasa mistis, magis, maka jelas itu berkaitan dengan hal-hal yang bersifat ritus atau spiritual!Â
Baca juga: Kue Keranjang dan Barongsai Identik dengan Perayaan Imlek
KITA HARUS MENGHINDARINYA!! Dan Jika hanya berkaitan dengan kultural, maka kita tidak seharusnya alergi atau meniadakannya. Hormatilah Ayahmu dan Ibumu-ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini (Ef. 6:2), ditegaskan sekali lagi oleh Yesus "hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Mat. 19:19).
Kiranya dengan ini kita lebih siap menghadapi dan menghidupi Injil di tengah-tengah keragaman budaya yang ada di sekitar kita. Bukan dengan menentang atau menantang budaya, melainkan melalui budaya, kita menjunjung Kristus membaharuinya.
Sumber-sumber:
- (http://nationalgeographic.co.id/berita/2016/02/7-tradisi-unik-perayaan-tahun-baru-imlek).
- H.R. Niebuhr (Christ and Culture), 1956 sebagaimana disalin dari Hesselgrave 1978:79, 80)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H