Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Walaupun Korup, Semoga Husnul Khotimah

13 Desember 2023   17:03 Diperbarui: 13 Desember 2023   17:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dibuat menggunakan Bing Image Creator

Bambang Sadewo pulang dengan senyum terbakar. Wajahnya memancarkan cahaya kemenangan. Kumis tebalnya yang baplang melengkung angkuh.
"Berhasil", ucapnya membulat.
Diluar, para relawannya hiruk pikuk menuntaskan tugas. Situasi hari ini sebuah perulangan dari hari kemarin. Kondisi rumah yang ditinggali dipenuhi kesibukan perhelatan politik.


Tidak menyangka kalau dia berhasil memenangkan pilkada dan menjadi orang nomer satu di kota ini. Dititik itu perubahan dratis merangsak hidup keluarganya. Protokuler-protokuler menjadi koridor hidup yang harus dilakoni.

Ditangannya, kota kami mengalami perubahan yang mengagetkan. Sebuah kota yang dulunya muram, penuh coretan duka, terpinggirkan, gelap, tak dianggap dalam peta pembangunan Indonesia, sekarang meninju keatas tanpa bisa dicegah. Bintang-gemintang menerangi kubahnya. Wartawan dari media cetak dan elektronik berhamburan menguliti setiap apapun yang ada di kota ini. Saking terkenalnya, hal yang remeh temeh pun diangkat untuk dipublikasikan.

Keberhasilan-keberhasilan yang mencuat hasil tangan dingin pria berkulit gelap melahirkan apresiasi berbagai lembaga. Gelar doktor honoris causa dari beberapa perguruan tinggi kian melambungkan nama beliau.

"Hen, bapakmu hebat! Kota kita kian semerbak".
"Acungan jempol dua buat ayahmu"

Kalimat pujian menari-nari tiap saat. Secara pribadi segala hal tersebut tidak ada istimewanya. Lagian, aku kurang dekat dengan bapak. Semenjak ibu meninggal, rantai hidupku terjuntai dengan kakekku di kabupaten tetangga. Sebuah desa dengan hutan jatinya menjadi ritme hidupku. Mbah Kakung sama mbah Putri menjadi penegak dalam hidup. Hingga ketika kelas satu SMA, bapak dan ibu sambung datang menjengukku untuk diajak pulang ke kota. Beliau ingin agar aku bersekolah disana. Keberatan aku sodorkan. Tapi Simbah berhasil meyakinkanku agar mengikuti  sarannya.

Sudah enam tahun menjadi penghuni kota ini serta berstatus menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri. Menjalani hari-hari dengan segala aturan yang melenceng dari garis asli. Tahulah kalau ini imitasi. Aku sesekali bertingkah licik dan nyebelin.

***

Ketuk palu hakim memutuskan Walikota diganjar dengan hukuman 4 tahun penjara dengan potong masa tahanan. Itu lebih ringan dari jaksa penuntut umum yang dengan sengit menuntut Walikota 15 tahun penjara. Korupsi 73 Milyar menjadikan bapak disorot seantero negeri. Kasus ini membawa imbas dalam hidupku, bahkan Mbah Kakung sama Mbah putri.


"Aku ora ngiro yen Bambang ngisin- isinke awakku"(aku tidak menyangka kalau Bambang mempermalukan diriku), ujar Mbah Kakung. "Setan opo sing marakke anakku geblinger"(setan apa yang membuat anakku terpukau)

Semenjak kasus itu, semua barang-barang pemberian bapak dibuang Simbah. Sampai tetangga bilang, "Eman-eman, ijek apik lho".

"Jangan ada barang haram dirumahku", kata Mbah Kakung. Ada kemarahan yang menggelegak didada lelaki renta hutan jati.

Selepas menjalani hukuman, bapak kembali lagi dengan aktivitas semula. Habitatnya dipusaran politik menjalarkan pikiran guna mencoba kembali ikut Pilkada. Tentangan serta halang rintang dari berbagai pihak menghadang. Caci maki menggeruntal.


"Dasar Koruptor tengik! Masih ingin jadi Walikota lagi?"
"Otaknya dimana?"
"Apa dia punya otak?"
"Urat malunya sudah diganjal balok kayu. Mati"

Mencoba minta restu ke mbah Kakung, tapi dijawab, "Aku ora sudi merestui", kata Simbah, "Nek nekat, tak dongakke kowe kalah"(kalau nekat, saya doakan kamu kalah)

Ternyata bapak malah menang tipis. Sorak pesta kemenangan merebak di seantero kota. Kembali dengan jabatannya, program pembangunan dilanjutkan secara berkesinambungan. Sektor-sektor kehidupan disambangi dengan sentuhan hangat. Sentimen negatif menurun. Dukungan kembali membabat yang anti.
"Manusia bisa berubah. Dulu mungkin khilaf. Semoga sekarang pak Walikota amanah. Kita kasih kesempatan lagi"

Sayang, kasus korupsi kembali menjerat bapak. Masyarakat dibuat terbelalak. Pendukungnya malu luar dalam. Mereka seperti tersedak biji durian.
"Dia itu manusia apa? Bisa jelaskan?"
"Dia setan! Pantas tak bermoral"
"Dasar keledai bebal!"

Kabar tersebut membuat mbah Kakung terjengkang sakit. Ketika aku kunjungi, beliau menangis. "Oalah Hen, Iki lelakon opo to?"(Oalah Hen, ini cobaan apakah?)
Aku tak mampu menjawab. Aku tepekur tolol.

Tak habis pikir, kenapa bapak mengulangi kebodohan lagi? Aku menyesali keputusan tinggal dengan keluarga barunya. Andai dulu aku tak menuruti saran Simbah.
Apapun yang terkait dengan koruptor, siapapun kena imbas.
"Intelektual kita bisa tercemar akibat anak koruptor kuliah disini"
"Sejarah mencatat, bahwa keturunan koruptor menempuh pendidikan di lembaga ini"
Ejekan-ejekan yang memualkan menerpaku tanpa tedeng aling-aling.

Persidangan kembali digelar mirip kasus 8 tahun yang lalu.
Pengacara terkenal dari Jakarta membentengi bapak dengan pasal-pasal perlindungan. Jaksa penuntut membombardir dengan pasal-pasal pemberatan.
"Terdakwa jenis manusia tidak bermoral. Dia memberi contoh buruk bagi generasi bangsa. Sebuah perilaku anomali, menyimpang dari koridor tata sosial masyarakat, agama, negara. Penyelewengan ini mengganggu ketertiban dan ketentraman hidup manusia", kata jaksa penuntut, "Dia layak dihukum mati, Yang Mulia"
Teriakan pengunjung sidang membahana, mendukung sang jaksa.
"Hadirin di mohon tenang", kata hakim ketua.
"Dia manusia trenggiling, busuk, rakus, babi dungu, sontoloyo", lanjut jaksa
"Saudara jaksa, apa maksud kalimat yang anda lontarkan? Gunakan kata-kata yang baik?"
"Maaf Yang Mulia, saya terbawa emosi", jawabnya, "Terdakwa ini adalah yang 8 tahun yang lalu saya lawan. Ternyata sel penjara gagal membuatnya menjadi manusia beriman. Dia mengulangi perbuatannya"

Persidangan itu menjadi serial berita Hukum dan HAM hingga menembus kancah internasional. Seorang jurnalis luar negeri dibuat kaget manakala mengetahui yang diliputnya adalah koruptor yang kembali korupsi dengan menjadi Walikota kembali.

"What happened in your country?  Isn't your country famous for being very religious? Only pigs eat greedily, not humans"(Apa yang terjadi di negeri tuan? Bukankah negeri tuan terkenal sangat relijius? Hanya babi yang makan dengan rakusnya, bukan manusia), ujar wartawati BBC London.

"Votre pays est tout fait unique.  Les corrupteurs peuvent redevenir maire.  merveilleux"(Negeri tuan sangatlah unik. Koruptor bisa menjadi Walikota kembali. Ajaib), ucap jurnalis AFP seraya tersenyum.

Mbah Kakung sampai menyumpah, "Ojo wani-wani Bambang ngidhak omahku meneh. Aku ora lilo".(jangan berani-berani Bambang menginjak rumahku lagi. Aku tidak rela)

Perbincangan tentang Walikota juga menyasar semua garis masyarakat.
"Apa dosa warga kota hingga punya pemimpin korup?", tanya tukang galon
"Nggak ada hubungannya. Ini pembelajaran buat kita"
"Siapa disini yang dulu milih dia?"
"Sudahlah, jangan semua kesalahan dibebankan pada pemilihnya. Siapa juga yang akan mengira kalau dia akan jadi bandit"
"Besok lagi kalau pilkada, pilih yang kredibilitas dan integritasnya mumpuni"
"Masyarakat bawah tidak semua tahu apa itu kredibilitas serta integritas. Mereka lebih tertarik amplop dan isi tasnya(sembako). Pembelajaran politik butuh pemahaman bertahun-tahun", kata pakar politik, "Makanya jangan lelah mengedukasi masyarakat. Kalau masyarakat paham, negeri ini akan baik pun kota tempat tinggal kita"


"Kalau dipikir, Walikota kita itu cerdik. Bayangkan, dia melakukan terobosan yang sebenarnya tidak istimewa-istimewa banget. Biasa saja", ujar tukang bubut dibengkel Krepo. "Apa hebatnya mengaspal jalan, memperbaiki saluran sanitasi, merenovasi jembatan, bikin taman kota, mengeruk sedimen sungai, gratis biaya rumah sakit, perbaikan transportasi publik dan seterusnya. Semua itu sebenarnya bisa dilakukan pendahulunya, cuma mereka nggak mau bergerak. Nah, si Bambang mengambil celah. Dikerjakanlah semuanya. Jadi janganlah heran, apa yang dia lakukan membekas dalam benak masyarakat. Itu yang membuat Bambang terpilih kembali"
"Kita hidup di negeri para koruptor", seru tukang sablon.


Berbulan-bulan sidang memanas. Dan akhirnya palu hakim berderak. Keputusan inkracht melahirkan hukuman buat pak Walikota 7 tahun penjara dengan potong masa tahanan. Kepiawaian pengacara terdakwa mampu menjungkirbalikkan akal sehat.
"Gendeng! Korupsi 101 Milyar hanya 7 tahun"
"Enak jadi koruptor. Hanya pindah tidur"
"Semakin besar korupsinya kian kecil hukumannya"
"Dia juga tidak akan menjalani 7 tahun", kata Pakar Kejahatan, "Cukup 2,5 tahun saja bau sel merajam hidungnya"
"Bagaimana bisa, pak?", tanya Penyembah Berhala
"Beberapa "kebaikan" akan menggerus jatahnya", jawab Pakar Kejahatan.
"Apa yang dimaksud "Beberapa Kebaikan"?", cerca si Penyembah Berhala.
"Kalau saya jelaskan malah membuatmu bingung. Tidak usah saja. Otakmu nggak akan nyampe selama masih menyembah berhala", jawab Pakar Kejahatan, "Lebih baik ganti sesembahan"
"Pret!", jawab si Penyembah Berhala

Kembali bapak masuk penjara. Aku tidak mau membezuk. Dua tahun berjalan tak ada terbersitpun untuk melihat sosoknya. Sampai mantan asisten bapak, om Fahmi menyambangiku.
"Bapakmu ingin kau menjenguk"
Aku hanya gelengkan kepala. Apa untungnya diriku disana.
"Beliau kangen, ingin memeluk kamu, Hen"
"Tapi aku tidak kangen", batinku, "Itu hanya sebuah omong kosong" .
"Kamu tahu, kenapa bapakmu melakukan tindakan melawan hukum?"
"Mana aku tahu, om"
"Dia melakukan itu semua demi keadilan dan pemerataan"
Aku terbahak-bahak, sampai perutku hampir saja kram. "Habiskan tawamu. Setelah itu dengarkan ceritaku"
Tawaku usai dan om Fahmi bercerita.
"Semua hasil korupsi yang bapakmu lakukan tidak ada satu rupiah pun masuk kantong pribadinya"
"Aku tidak percaya", desisku
"Coba perhatikan, adakah barang-barang yang berkelas yang dimiliki bapakmu? Mobil? Rumah? Perhiasan?"
"Kan bisa disembunyikan", Jawabku.
"Kamu tahu tempat persembunyiannya?"
"Ya nggak lah. Aneh, om ini"
Om Fahmi hanya tersenyum. Dia bercerita kalau hasil korupsinya telah dibagi-bagikan semuanya ke warga kota.
"Tak ada yang tersisa", kata om Fahmi, "Semua sudut kota di sambangi secara diam-diam. Guyuran-guyuran materi menutupi bentangan kantong-kantong kemiskinan serta kenestapaan. Bapakmu itu terobsesi Brandal Lokajaya"
"Siapa dia?", tanyaku
"Kalau kamu gemar cerita sejarah akan tahu". Om Fahmi menatapku, "Jenguklah bapakmu, Hen"
"Aku pikirkan dulu, om"
"Jangan terlalu lama berpikir. Lebih cepat sangatlah baik"
"Hidupku lebih penting daripada hidup bapakku"

Brandal lokajaya adalah perampok pencuri yang kekuasaannya meliputi daerah Kudus dan Pati dengan tempat persembunyian di hutan Jatiwangi. Kondang akan kesaktiannya: Bisa menghilang, berlari cepat, melompat tinggi, mengubah wajah, kebal senjata tajam. Brandal lokajaya nama yang digunakan Raden mas Said sebelum dia bergelar Sunan Kalijaga. Sepak terjangnya membuat kaum saudagar terkencing-kencing. Mendengar namanya disebut, urat jantung bisa berdegup kencang. Sosoknya membuat gentar siapapun. Hasil rampokannya digunakan untuk menyuplai kaum melarat dan kaum bonggol jagung.

***

Kabar duka menyentak. Mantan Walikota juga koruptor kelas berat meninggal dunia. Sebuah liang lahat telah dibuat di taman makam pahlawan, khusus buat jasadnya.
"Koruptor adalah pahlawan? Otakku terlalu ringan. Sulit memahami masalah ini"
"Maling yang terhormat? Naudzubillah min dzhalik"

Lengking kehebohan menampar akal sehat.
"Seorang Muhammad Hatta, bahkan Sarwo Edi Wibowo saja menolak di makamkan di Taman Makam Pahlawan. Lha ini, Bambang Sadewo koruptor kelas berat"

Tembakan salvo mengiringi jenazah Bambang Sadewo. Penghormatan yang diterima disebabkan dia merupakan purnawirawan TNI serta mantan tentara pelajar.
Menurut cerita om Fahmi, bapak dulu masuk detasemen 2 dibawah komandan mayor Achmadi Hadisoemarto.


"Setelah perang usai, Tentara Pelajar(TP) dibubarkan oleh pemerintah pada 1951 secara demobilisasi", kata om Fahmi, " Ayahmu melanjutkan karier militer dengan masuk TNI. Sampai pensiun dan berwirausaha"
"Bagaimana bisa ketemu om?"
"Rekan bisnis kecil-kecilan. Sampai akhirnya masuk dunia politik menjadi pimpinan daerah"
"Bapakmu termasuk telat menikah", lanjutnya, "Dia berjodoh dengan ibumu diusia 45 tahun. Sayang, ketika usiamu satu tahun, ibumu meninggal. Dan kamu dirawat oleh kakek dan nenekmu. Jadi tidak heran kalau kamu kurang begitu paham sama ayahmu"

Areal makam belum sepi. Malah tambah ramai oleh orang-orang dengan penampilan bersahaja.
"Mereka adalah kaum akar rumput yang dibantu ayahmu", ucap om Fahmi. "Semesta telah menggerakkan mereka untuk memberi penghormatan pada Bambang Sadewo. Tidakkah kau mau memaafkannya, Hen?"
Aku menghela napas. Ada daya tolak pada diriku.
"Ayo mendekat. Lihat itu ibu dan adik-adikmu", ajak om Fahmi, "Datangilah"
"Hanya ibu sambung, om", kataku. Om Fahmi menatapku tak mengerti.
"Bapakmu tidak seburuk prasangkamu"
"Jangan menolerir tindak korupsi, om"
"Aku mengerti itu. Tapi untuk bapakmu lain cerita"


Kepalaku menggeleng. Yang tersisa hanya cerita duka. Orang-orang bersahaja itu belum juga meninggalkan nisan bapak. Om Fahmi melangkah mendekati nisan. Ragaku tetap bersikukuh tak bergerak.
"Semoga Husnul Khotimah, pak", ucapku lirih.


Bau kenanga menyebar kuat mengikuti gelayut angin. Cericit burung bertingkah diantara pucuk-pucuk payung kertas yang menancap digundukan kubur. Tatapanku belum beranjak dari lengkung sedih didepan sana. Aku juga tidak yakin akan mengunjungi makamnya dikemudian hari.[]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun