Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjenguk Amir di Timur Kota

5 Desember 2023   22:46 Diperbarui: 5 Desember 2023   22:47 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi sekitar TPU Ngaliyan(Dokumen pribadi)

Bahkan wakil presiden, Bung Hatta, menyuruh agar kota Brem itu segera dibersihkan dari pentolan-pentolan FDR(Front Demokrasi Rakyat). "Sekarang soalnya adalah hidup atau mati. Er op oe Er onder", kata Bung Hatta. 

Penunjukan Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer disegerakan dengan melancarkan operasi kilat. Politik tangan besi harus ditempuh karena melihat kebinalan Amir cs dengan FDR sudah pada tahap mencemaskan. Sedari awal, FDR cukup kuat sebagai pengganggu pemerintah. Kedatangan Musso setelah petualangannya dari seberang lautan menjadi tambahan amunisi. 

Gaya berpolitiknya yang mengadopsi mutlak Stalin membuatnya ngadi-adi(jumawa) . Bahkan berlanjut dengan mengambil alih kepemimpinan FDR dari Amir. Musso seperti mendapat lahan untuk melampiaskan syahwat politiknya. Reaksi pemerintah yang dirasa berlebihan terhadap PKI memaksanya adu mulut dengan Sukarno lewat pidato-pidatonya. 

Gempuran tentara pro Soekarno-Hatta membuat FDR kocar-kacir. Mereka tergagap, tidak menyangka kalau Madiun dijepit dari dua arah. Barat dan timur. Merasa terdesak, Amir bersama 2000 pengikutnya melakukan long march dari Madiun menerobos hutan-hutan sekitaran gunung Wilis hingga gunung Lawu menuju Pati sebelum masuk ke Purwodadi. Selama beberapa minggu berupaya lolos dari kejaran tentara pemerintah, pada 29 November 1948, pengagum Maximilien de Robbespierre tertangkap tangan dalam kondisi mengenaskan di desa Klambu oleh pasukan Kemal Idris. Tubuhnya kurus, kaki pincang ditambah serangan desentri berkepanjangan. 

Musso sendiri berakhir tragis. Keras kepalanya berakhir di ujung pelor. Mayatnya dibawa ke Dungus kabupaten Ponorogo, dipertontonkan sebelum akhirnya dibakar. 

"Kita menjadi korban revolusi", gumam satu diantara sebelas orang pesakitan. " Inilah konsekuensi perjuangan. Teguhkan tekad ledakkan semangat"

"Negara butuh tatanan baru. Pemimpin negeri ini keliru arah berpikirnya"

"Apa yang kalian bicarakan? Diamlah!", bentak seorang serdadu. " Lebih baik kalian siapkan doa terbaik. Siapa tahu Tuhan masih mengampuni kalian"

"Bukankah mereka tidak bertuhan? ", tanya serdadu lain. 

"Kalian tidak bisa bedakan antara komunisme dan atheisme", lirih Sutan Gunung Sualoon. 

"Sudah, biarkan saja", sergap Rono Marsono. " Mereka kurang paham masalah politik"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun