Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Ketiban Mimpi di Langit Plaosan

27 Januari 2022   20:04 Diperbarui: 27 Januari 2022   20:09 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum jam 12 siang tapi seringai matahari begitu sadis. Merajam segala yang ada. Kulitku terasa panas bak masuk panggangan kue. Mencari sesobek tempat berteduh sembari mengamati dirimu yang melambaikan hasrat agar aku mendekat.
Pengunjung berdatangan memasuki wilayah kekuasaanmu. Bergaya anteng kitiran dikarenakan sibuk menghalau kegerahan.

Kau tidak berbau. Sosokmu berdiri dengan anggun tanpa riasan, apa adanya. Hitam abu-abu warna tubuhmu. Sungguh eksotis.  

Ragamu begitu kokoh diusia 1200 tahun? Bukankan begitu? Seorang De Carparis-filolog Belanda- memperkirakan kau dibangun pada abad 9 M dikisaran tahun 825-850 Masehi. Sungguh berkerak...

Aku jadi tahu, betapa dijaman itu toleransi begitu menyala. Penganut agama Hindu dan Budha bisa hidup berdampingan, bahkan saling mendukung. Plaosan, dirimu dibangun oleh kesepakatan suami istri yang beda kepercayaan. Pramodhawardhani beragama Budha sedang Rakai Pikatan beragama Hindu. Hebat! Jadi jangan heran kalau candi Plaosan merupakan candi Budha tapi bentuk bangunannya padu padan dengan corak Hindu. 

Mengelilingi area dimana kamu berdiri membutuhkan keikhlasan dan niat. Bisa kamu lihat, panas yang menyengat membuat beberapa pengunjung sambat, "Aduh panasnya minta ampun..."

"Sewa payung saja, mbak"
"Kenapa tadi nggak bawa topi? Nyesel deh"

Aku juga mengalami nasib sama. Baju kotak-kotak lengan panjang aku gunakan menutup kepala selama melakukan pergerakan. 

Tangga batu dibangunan induk mempersilahkan kakiku menaikinya. Tidak tinggi. Ada hiasan kepala naga dipangkalnya. Pahatan bunga dan sulur menghiasi bingkai pintu. Sedangkan kepala Kala bertengger diatas ambang pintu tanpa rahang bawah. Aku masuk kedalam. Suasana gelap. 

Seberkas cahaya berhasil menerobos membantuku mengamati isinya. Aku mendapati 3 ruangan didalam dengan beberapa patung duduk hening. Tapi tidak sempurna. Karena ada yang tanpa kepala atau tangannya putus. Bau basah udara lembab menampar hidungku. Terhirup hingga ke otak. 

Suasana mistis tertangkap jika pengunjung mau berlama-lama didalam. Tapi aku punya keyakinan, kalau pengunjung nggak akan berani lama-lama didalam bangunan induk, apalagi sendirian. Seperti ada yang mengamati. Apa hanya perasaanku saja?

Diluar, hiruk pikuk kedatangan pengunjung menciptakan kegairahan sendiri. Anak-anak kecil berlarian muter-muter mirip gasing, berteriak kencang diakhiri jeritan nakal. Gawai dikeluarkan untuk jepret sana jepret sini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun