Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Bertemu "Xian Roe Xiao Long" a.k.a Puthu Bumbung

3 Juni 2019   06:23 Diperbarui: 3 Juni 2019   07:19 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

satu porsi berisi 10 biji dibanderol Rp.10 ribu. Itu artinya satu biji dihargai seribu rupiah. Jadi nanti saya akan mengeluarkan 20 ribu-karena saya beli dua porsi.

Mulailah si bapak meramu dagangannya. Begitulah, dengan cekatan tangannya memasukkan tepung beras mawur(butiran kasar) yang sudah matang kedalam selongsong bambu (bumbung) kecil-kecil. Ditambah rajangan gula jawa (gula merah) di tengah. 

Selanjutnya dipanasi uap air lewat lubang kecil dikotak kayu buatannya. Bau khas kue ini tercium menusuk hidungku, semerbak gurih.

"Saking pundi, mas?" (darimana, mas), tanya si bapak
"Saking ngeteraken adik kerjo, pak" (dari mengantar adik kerja, pak)

Tangan si bapak cekatan mengolah tepung beras untuk dijadikan puthu. Satu persatu bumbung berukuran kecil diletakkan diatas gelegak air panas lewat beberapa lubang. Cekatan, karena jam terbang si bapak sudah hitungan tahun.

"Kulo sadeyan niki sampun 38 tahun, mas" (saya berjualan ini sudah 38 tahun, mas), ucapnya sambil tersenyum.
"Saestu, pak?" (bener, pak)
"Inggih" (iya), sambil anggukkan kepala mencoba meyakinkanku.
"Aslinipun tiyang pundi, pak!" (aslinya orang mana, pak)
"Kulo tiyang Manyaran, mas" (saya orang Manyaran, mas)
"Manyaran Wonogiri?", tanyaku
si bapak menganggukan kepala memberi jawab.

Dari penuturannya, penjual kue puthu bumbung di wilayah Solo kebanyakan berasal dari Manyaran. Benarkah? Tempat ini pernah penulis kunjungi ketika mencari keberadaan air terjun Banyu Nibo. Tapi lucunya, si bapak malah kurang begitu tahu tentang obyek tersebut.

Setelah aku ceritakan kalau menuju obyek tersebut melewati kampung wayang, si bapak langsung memotong,"Woooalah, niku berarti Kepuhsari. Kampung wayang sampun kuncoro(kondang)"

Bapak yang berumur 57 tahun itu mengaku kalau berjualan puthu sebagai selingan. Petani adalah profesi utamanya. Setiap 10 hari sekali ia pulang ke desa menengok sawah dan ladangnya. Jarak Solo ke Manyaran memang tidak begitu jauh. 

Pengalaman penulis, hanya butuh sekitar 1 jam 30 menit untuk sampai ke sana. Apalagi jaman sekarang yang fasilitas transport banyak pilihan. Hal itu bukan sebuah masalah.

Pengakuan(klaim) si bapak bahwa penjual puthu bumbung betebaran di kota Solo kadang perlu dipertanyakan. Karena dibagian selatan-tempat penulis tinggal-tidak setiap saat bisa menemukan keberadaannya. Hanya satu penjual dengan memakai sepeda onthel. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun