Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lily, Gadis Gunung Sampah

12 Agustus 2018   19:33 Diperbarui: 12 Agustus 2018   20:04 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu sakit?". Punggung telapak tangan perempuan itu menempel dijidat Lily.

"Istirahat saja dulu. Emak tinggal ya?"

Lily mengangguk lemah. Wanita renta padang kekumuhan beranjak lenyap. Dalam hening gadis pemungut sampah menembang:

Seperti inikah hidupku / mendayung sampan digeretak sampah / seperti inikah nasibku / menunggu malaikat berkubang racun / jiwaku terkoyak kesengsaraan mengigau dapat kesempurnaan / Tuhan tak mau tahu / aku teracuni bersama emakku/ aku, kemiskinan dan keinginan adalah kombinasi buruk di bumi Tuhan

Bibir Lili berdengung bak lalat dilautan. Belum berhenti, ini merupakan pengaduan pada sang angin. Diharapkan membawa keluhannya pada Tuhan langit. Ia berharap, fajar baik menyambut impiannya. Dan sampai saat ini hal itu belum mewujud.

"Sudah siap?". Paijo berdiri sedikit membungkuk dipintu gubuk. Matanya menatap Lily tanpa berkedip. "Sudah, pak". Lily beranjak dan menggandeng lelaki baya itu. Berdua meninggalkan gubuk reot dengan hujaman rintik hujan pagi.

Emak bergerak kesetanan. Tanda bahwa kepanikan merajam pikiran. Rautnya membayang pasi. Sudah 7 hari Lily tidak pulang. Selama kurun waktu tersebut ia menyatroni kuli-kuli pengangkut sampah menanyakan keberadaan Paijo yang ternyata juga menghilang tidak meninggalkan jejak. Menurut penuturan seorang kuli sampah, pak Paijo cuti beberapa hari dan kemudi digantikan oleh seseorang.

"Bandot tua manusia kunyuk! Akan aku cacah kalau ketemu!" . Kelakuan emak mirip serdadu jebolan perang Vietnam. Raung amarahnya mengalahkan gelombang samudera Hindia Belanda. Mondar-mandir tanpa arah pasti. Kekesalannya berujud caci-maki. Meledak diudara!  Nafasnya konstan menderu pertanda ubun-ubun disesaki amarah merah.

Namun akhirnya kelelahan menyurutkan tsunami itu. Emak duduk berpunggung onggokan barang-barang rosok. Menerawang jumpalitan nanar. Air mata berleleran menerjang debu diparas keriput. Kesedihan mendapat tempat. Akhirnya emak tertidur. Angin busuk meninabobokan makhluk renta berkalung nestapa. Membelai penuh tanpa pamrih.

"Emak bangun". Tangan halus berbalut wangi tubuh menempel lembut kulit keriput. Emak terjaga,"Lily! Darimana saja kau?". Dihadapan emak berdiri Lily dengan tampilan anggun. Perempuan itu tercekik.  "Apakah kamu menjual dirimu hanya ingin memakai barang-barang bagus!?".

"Mak, jangan salah sangka dulu". Tangan emak menepis jangkauan Lily. Kemarahan sudah dimasak enak diubun-ubun. Setan berjingkrak sempoyongan senang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun