Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Yuk Kembali ke Sangiran Melihat "Balung Buto"!

19 Juli 2018   14:17 Diperbarui: 20 Juli 2018   00:13 2839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sinilah, dulu 1883, peneliti bernama P.E.C schemulling melakukan eksplorasi. Namun setelah itu dilupakan dalam rentang waktu yang panjang.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Di wilayah Sangiran mata pencaharian penduduknya sebagian besar bercocok tanam sebagai petani peladang(tegalan). Otomatis aktifitas pencangkulan,penggerusan tanah, tidak terlewatkan dan menjadi bagian proses pengolahan. Akibatnya, seringkali tanpa diduga alat peladangan mereka membentur artefak berupa fosil yang oleh mereka disebut "Balung Buto" (balung = tulang, buto = raksasa). 

Awalnya penyebutan itu diberikan karena rasa ketidaktahuan atas fosil yang mereka temukan dengan ukuran besar dan bentuk yang janggal (kala itu). Berjalannya waktu dan keseringan menemukan ragam fosil (karena begitu mudahnya. 

Kadang muncul sendiri akibat gerusan air hujan) akhirnya menjadi hal biasa. Ini ternyata didengar oleh ahli antropologi berkebangsaan Jerman bernama Gustav Heinrich Ralph Von Koeningswald dan memulai penelitian dilanjut penggalian di wilayah tersebut pada 1934 dengan di bantu seorang carik desa bernama Toto Marsono (kelak menjadi Kepala desa Krikilan).

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Untuk menjejakkan kaki di Museum Sangiran, aksesnya sangat mudah. Andai kalian melancong di kota Solo dan berniat menuju ke sana bisa menggunakan taksi online(takol), ojek online(ojol), bus, atau armada L300 yang bersliweran. Jarak Solo ke Sangiran hanya 18 kilometer. Dekatkan?. Sekedar saran, lebih baik naik ojol atau takol. Pertimbangannya lebih cepat sampai dan tidak ribet. 

Seaedar gambaran, kalau naik bus atau omprengan L300 harus ke terminal Tirtonadi dan ambil jurusan  utara( Gemolong atau Purwodadi) nanti bilang sama kernetnya,"Mas, mandap Sangiran"(mas, turun Sangiran). 

Sebuah gerbang bertulisan SANGIRAN dipinggir jalan Solo-Purwodadi akan nampak menyambutmu. Dari sini masih ada 4 km yang wajib diarungi dengan menyusuri jalan turun naik. 

Lanjutkan naik ojek pangkalan sampai dititik lokasi. Bagaimana? Pingin sambung menyambung akhirnya sampai atau langsung naik armada online dari penginapan kalian? Pastinya lebih enak naik armada online kan? Atau kalian ingin sewa motor? Kalau itu pilihan terakhirmu kamu malah bisa jelajahi beberapa destinasi lain yang juga didirikan sebagai pendukung Museum Sangiran. 

Jaraknya paling jauh 11 kilometer; Museum Dayu, klaster Ngebung, Klaster Bukuran, Menara Pandang Sangiran. Nanti kalian akan menemukan petunjuk berupa plang bercat coklat .

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Museum Sangiran yang sekarang berbeda dengan yang dulu. Yang saya maksud dari segi bangunan serta tata letaknya. Saya pernah kesini 5 kali (2 kali ketika bangunannya masih model jadul dan 3 kali bangunannya sudah keren). Terakhir mengantarkan ponakan agar mereka mengenal dan tahu kalau situs ini penting dan berkelas dunia.

Bangunan yang sekarang didirikan diatas lapisan tanah berusia 1,8 juta tahun dan sudah tidak mengandung fosil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun