Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Rotan Berkerut Kalut

21 Juni 2018   09:22 Diperbarui: 21 Juni 2018   09:39 678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (pixabay.com)

"Ini uang rakyat. Jadi harus saya kembalikan kepada pemilik kedaulatan"

Dasar kadal tua! Begini caranya mengambalikan uang rakyat? Ada kompensasi bagi mereka? Ini sebuah transaksi lendir. Tak pernah ada kedaulatan kalau modelnya begini.

"Ada yang bisa bantu?"

"Cari saja di akuarium, pak". Saran satu dari kami.

"Ya sudah saya akan ke akuarium. Ada yang yang mau mengantarkan?"

Kelima anak muda itu saling pandang. Saling menunggu respon antar kawan. Akhirnya dari kami mau mengantarkan si rotan berkerut ke kawasan merah.

Beranjaklah ia dengan dibonceng motor. Malam dengan pendar-pendar cahaya bertepuk tangan mengawal keberadaan manusia tua.

Pesta harus diakhiri. Beberapa gelintir botol disingkirkan agar pemilik penginapan tidak tahu. Penginapan ini berkonsep Islami. Pemiliknya seorang pengusaha yang cukup ternama di belantara bisnis. Sebenarnya memberi peluang pada pak tua untuk menyantap kerudung binal di penginapan ini sudah melanggar aturan. Bisa saja kami melarang, tapi kemurahan kadal tua itu mampu mereduksi aturan yang kami pegang. Ada rasa was-was andai pemiliknya tahu ada perang laga di salah satu kamar.

Kadang kebaikan seseorang mampu merebus sesaat aturan ketat. Kelompok lima dipermainkan pikiran sendiri-sendiri. Lagaknya beragam, pegang dagu memelintir jenggot yang  tumbuh 4 lembar, mendekapkan kedua telapak tangan diwajah, dan seterusnya. Entah apa yang menjadi fokus mereka.

Detak waktu terus berjalan tanpa mempedulikan irama malam. Sepoi-sepoi aroma bangsat mengebul menari-nari melingkupi hingga pelataran. Tempat ini sudah ternoda.

Kelompok lima mematung bersedekap. Paras-paras putus asa kian terbentuk. Satu dari mereka berkelakuan bajingan. Sayangnya malam ini ia tidak mendapat tempat. Salah sendiri, diawal sudah ditawari oleh rotan berkerut, siapa yang mau kerudung binal. Tapi ogah-ogahan, entah kenapa tawaran tadi ditolak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun