Seorang anak yang masih dalam pencarian jati diri,  menyimpan banyak pertanyaan tentang pentingnya keberadaan agama, jika pemahaman yang diberikan sang ahli agama hanya dibentuk melalui penafsiran-nya sendiri, maka kemungkinan besar sang anak menjadi orang yang apatis dalam memandang agama lain. Untuk itu,sebelum menerapkan pendidikan agama, keluarga harus memastikan terlebih dahulu tentang  kondisi dan karakter yang dimiliki guru agama.
Pemahaman tentang berharganya hidup dalam sudut pandang agama adalah mutlak , sehingga hal ini di analogi-kan sama seperti  pedal rem. Agama sangat efektif untuk mengontrol tindak tanduk sang anak saat mengalami sebuah permasalahan, maupun saat hendak melakukan hal yang baru dirasakan. Jika anak merupakan tipe orang yang tidak terbuka, maka pendidikan agama diharapkan dapat memainkan perannya dalam mempengaruhi pikiran sang anak. Â
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa, seorang anak yang sedang dalam pencarian jati diri dapat di analogi-kan sebagai Mobil Manual dengan 3 pedal.Pedal Gas yang di ibaratkan sebagai keluarga, sangat penting untuk membawa karakter anak berkembang luas. Pedal Kopling yang di ibaratkan sebagai lingkup sekolah, dapat melakukan evaluasi tentang permasalahan yang dialami pada anak,agar dapat lebih fokus dalam menerima pendidikan formal. Sedangkan Pedal Rem yang  di analogi-kan sebagai agama, bertujuan untuk dapat memberikan kontrol sebelum anak mengambil keputusan-keputusan yang belum pernah dijumpainya.
Dengan sinergi antar 3 lingkup sosial ini, maka permainan BWC atau game sejenis yang berusaha mencuci otak korban agar melakukan tindakan-tindakan diluar rasional,dapat diatasi dengan lebih mudah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H