Mohon tunggu...
Rio Rio
Rio Rio Mohon Tunggu... Administrasi - Hehehe

Words kill, words give life, They're either poison or fruits- You choose. Proverbs 18:21

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Analogi 3 Pedal: Cara Melawan Blue Whale Challange di Indonesia

8 Mei 2017   13:38 Diperbarui: 8 Mei 2017   14:14 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh The Siberian times

Berdasarkan laporan The Sun terdapat 130 kasus bunuh diri dari November 2015 sampai April 2016 akibat Blue Whale Challange (BWC) di Rusia. Korban bunuh diri paling banyak dilakukan perempuan dengan rentang umur 13 sampai dengan 16. BWC merupakan permainan metode daring (online) yang mendorong para pemain untuk melakukan bunuh diri dari tantangan yang diberikan selama 50 hari tanpa harus diketahui orang lain, game ini mulai populer di Rusia dan mulai berkembang pada negara-negara Eropa Barat lainnya.

The Sun, juga melaporkan bahwa yang menjadi korban dari BWC  pada umumnya terjadi pada lingkup keluarga yang harmonis, bukan pada lingkup keluarga sebaliknya. Sebagai langkah preventif agar kejadian serupa tidak terjadi di Indonesia, maka harus ada kesadaran yang dibangun dalam 3 lingkup sosial yang mempengaruhi tumbuh kembangnya karakter seorang anak. Tiga lingkup sosial ini dapat di analogi-kan sebagai kendaraan roda empat manual yang memiliki 3 pedal, yaitu pedal gas, kopling, dan rem. Fungsi ketiga pedal itu dapat mengontrol laju kendaraan sebagaimana di analogi-kan pada karakter seorang anak.

Pedal Gas dalam Lingkup Keluarga

Komitmen istri dan suami untuk menjadi seorang pekerja agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga memang perlu di apresiasi. Namun di lain sisi, kondisi ini menjadi rentan bagi anak yang sedang mengalami tahap pencarian jati diri. Kondisi yang mengharuskan suami istri bekerja bukan merupakan alasan untuk melupakan tanggung mereka terhadap tumbuh kembang sang anak pada masa pencarian jati diri. Layaknya Pedal Gas, Keluarga sangat menentukan berkembangnya karakter seorang anak pada masa-masa pubertas terjadi. 

Dalam beberapa literasi dikatakan bahwa memberikan hukuman fisik kepada anak akan berdampak pada psikis tumbuh kembangnya pribadi seorang anak, tetapi dalam masalah dan kondisi yang berbeda, hal ini tentu harus di kesampingkan dengan memperhatikan batasan hukuman fisik yang masih dalam koridor yang wajar. Selain itu, pemahaman yang diberikan kepada anak juga harus melangkahi hal-hal yang dianggap tabu di Indonesia, seperti pemahaman tentang pacaran dan maupun pendidikan seksual.

Dengan pemahaman yang diberikan secara bijak, keluarga dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengawasi pertumbuhan karakter anak secara menyeluruh, bukan hanya mengharuskan kecepatan dalam per-kembangan karakteristik layaknya pedal gas yang terus ditekan tanpa harus dilepas, tetapi juga memberikan rambu-rambu bagi anak dalam berkembang. Dengan cara ini, maka seorang anak diharapkan dapat mengerti batasan-batasan dalam lingkup sosial yang harus dipatuhi dengan mempertimbangkan dampak yang akan terjadi kedepan.

Pedal Kopling dalam LingkupSekolah.

Merubah transmisi pada kendaraan manual roda empat, memerlukan bantuan kopling. Begitu juga peran pendidikan formal dalam "menaikkan" pemahaman anak dari satu hal ke hal lainnya. Kondisi anak dalam lingkup pendidikan formal menjadi penting karena anak menghabiskan waktu yang cukup lama dalam di sekolah, yang juga akan mempengaruhi cara pandang anak pada hal baru yang Ia temui.

Sekolah harus melepaskan stigma atas peranan guru yang hanya memberikan pendidikan formal bagi sang anak didik-nya, karena pertumbuhan karakter anak juga merupakan tanggung jawab yang tidak hanya dibebankan pada lingkup keluarga semata. Untuk itu, Bandan Konseling (BK) dalam lingkup sekolah menjadi sangat penting untuk mencegah menyebarnya BWC dan permainan sejenis. BK selama ini dianggap hanya menjadi formalitas semata, tanpa memberikan data akurat tentang jenis permasalahan siswa yang sering dihadapi, maupun permasalahan siswa berdasarkan gender. Kehadiran BK di lingkup sekolah seharusnya dapat memberikan informasi yang penting bagi tumbuh kembangnya karakter pribadi seorang anak, karena dapat membantu pihak sekolah untuk terus melakukan evaluasi dini bagi permasalahan yang dihadapi para siswa dan dapat memberikan masukan penting bagi para orangtua.

Pedal Rem dalam pendidikan Agama

Tidak seperti negara maju pada umumnya, yang menganggap keberadaan agama sebagai hal yang diluar pemahaman logika. Pendidikan Agama sangat penting untuk membangun karakter seorang anak pada masa pubertas, tetapi hal ini harus diikuti dengan ahli-ahli agama yang memang memiliki kemampuan di bidangnya. 

Seorang anak yang masih dalam pencarian jati diri,  menyimpan banyak pertanyaan tentang pentingnya keberadaan agama, jika pemahaman yang diberikan sang ahli agama hanya dibentuk melalui penafsiran-nya sendiri, maka kemungkinan besar sang anak menjadi orang yang apatis dalam memandang agama lain. Untuk itu,sebelum menerapkan pendidikan agama, keluarga harus memastikan terlebih dahulu tentang  kondisi dan karakter yang dimiliki guru agama.

Pemahaman tentang berharganya hidup dalam sudut pandang agama adalah mutlak , sehingga hal ini di analogi-kan sama seperti  pedal rem. Agama sangat efektif untuk mengontrol tindak tanduk sang anak saat mengalami sebuah permasalahan, maupun saat hendak melakukan hal yang baru dirasakan. Jika anak merupakan tipe orang yang tidak terbuka, maka pendidikan agama diharapkan dapat memainkan perannya dalam mempengaruhi pikiran sang anak.  

Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa, seorang anak yang sedang dalam pencarian jati diri dapat di analogi-kan sebagai Mobil Manual dengan 3 pedal.Pedal Gas yang di ibaratkan sebagai keluarga, sangat penting untuk membawa karakter anak berkembang luas. Pedal Kopling yang di ibaratkan sebagai lingkup sekolah, dapat melakukan evaluasi tentang permasalahan yang dialami pada anak,agar dapat lebih fokus dalam menerima pendidikan formal. Sedangkan Pedal Rem yang  di analogi-kan sebagai agama, bertujuan untuk dapat memberikan kontrol sebelum anak mengambil keputusan-keputusan yang belum pernah dijumpainya.

Dengan sinergi antar 3 lingkup sosial ini, maka permainan BWC atau game sejenis yang berusaha mencuci otak korban agar melakukan tindakan-tindakan diluar rasional,dapat diatasi dengan lebih mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun