Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Pola Asuh Anak dan Perundungan

5 September 2021   03:06 Diperbarui: 5 September 2021   05:37 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apalagi, baru seusia bocah sudah dipanggil: "kakak". Agak aneh memang seorang ayah memanggil anaknya dengan sebutan itu. Anak akan merasa super. Hebat. Ia merasa tak terkalahkan. Dalam hal apapun, ia harus menjadi nomor satu. Bisa jadi ia menganggap orang lain tak selevel dengannya.

Dalam hal-hal tertentu ini berdampak positif. Misalnya, ia akan belajar rajin, supaya menjadi juara kelas, ia tekun berlatih supaya terampil.Juga, anak akan berusaha supaya tak seorang pun bersaing dengannya. Hanya dia sang juaranya.

Namun, dampak negatif akan kuat terasa jika diberikan jabatan dan kursi kuasa. Ketimpangan relasi anak-orangtua akan terlihat jelas pada ketimpangan relasi jabatan dan kekuasaan. Perundungan akan mekar dan berseri di sini. Rekan kerja cenderung dilihat sebagai lawan. Apalagi bawahan tak diperhitungkan. Kritik dan saran dianggap senjata untuk menyingkirkannya.

Orang-orang seperti ini cepat tersinggung. Ia mudah merasa tidak dihargai. Ia cepat merasa tidak dihormati. Ia lebih merasa senior daripada yang lain, terutama terhadap pegawai yang baru masuk. Baginya, yang lain bukan siapa-siapa, tak sebanding dengannya. Akibatnya, perundungan terjadi, perilaku kasar terhadap sesama pun tak terhindarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun