Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Teologi Vaksinasi

26 Januari 2021   13:46 Diperbarui: 26 Januari 2021   18:43 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di titik inilah, pandemi Covid-19 mengajak manusia pentingnya menjaga hubungan yang saling menguatkan kehidupan, antara iman dan akal sehat, dogma agama dan pengetahuan, hingga teologi dan filsafat. Singkatnya, iman harus berdampingan dengan kemajuan teknologi (buah dari ilmu pengetahuan).

Termasuk iman akan kematian, para ilmuwan mengatakan, kematian bukanlah ketetapan Allah. Ada pendapat yang lebih lunak, kematian bukan atas campur tangan Allah semata. Kematian, tidak lain, adalah problem teknis. Virus corona yang menyerang paru-paru-bagian pernapasan manusia merupakan kegagalan teknis itu. Disebabkan, oleh seseorang yang sudah terpapar, ia bersin, batuk, dan virus-virus itu menyebar ke orang lain.

Berteologi tentang Vaksin

Kegagalan teknis, dalam ilmu pengetahuan, selalu menawarkan solusi. Solusi pun sangat teknis. Contohnya, konsep 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas). 

Sambil, para ilmuwan kesehatan 'memutar otak' (berpikir) cepat. Mereka merancang solusi teknis lain, untuk membendung mutasi virus. Jadilah, vaksin, untuk keselamatan umat manusia.

Peralihan (passing over) konsep beriman yang rasional akan lonceng kematian akibat Covid-19 di atas sangat kontekstual. Diharapkan manusia menerima vaksin tanpa syarat. Vaksin adalah  wacana iman berdasarkan nalar akal sehat. Saya kecantol menggunakan istilah, 'teologi vaksinasi'. 

Artinya, siap dan menerima vaksin sebagai buah kerja akal sehat manusia, sebab Allah sendiri menciptakan manusia lengkap dengan akal/otak untuk berpikir, menemukan solusi-solusi praktis atas setiap problem penyakit Covid-19.

Konkretnya...

Konkretisasi teologi vaksinasi  yakni: pertama, melengkapi (bukan menghapus) konsep kematian dengan ilmu pengetahuan. Ini memang sulit. Pemuka agama tradisonal (yang jarang membaca perkembangan ilmu pengetahuan) pasti protes keras. Tapi, pandemi Covid-19 memaksa segera, bahwa, kematian bukan rancangan Allah semata.

Kematian adalah kegagalan teknis. Manusia kurang menjaga kesehatan diri, sesama dan lingkungannya. Misalnya, manusia  mungkin sudah terbiasa bersin, batuk dan buang air ludah/ingus di sembarang tempat.

Kedua, kematian akibat pandemi Covid-19 membuat manusia mesti melipatgandakan upaya untuk melindungi nyawa. Dengan perkembangan pengetahuan, manusia diharapkan bisa mengatasinya. Contohnya, para ahli kesehatan memastikan secara sungguh, bahwa uji laboratorium vaksin Covid-19 itu valid dan berkhasiat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun