Meningkatnya populasi babi di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2019 sebesar 2,4 juta ekor (menurut Data Badan Pusat Statistik) dan produksi daging babi per tahun 38,2 ribu ton tidak terlepas dari keringat dan jerih lelah tukang giling batang pisang.
Sebagian masyarakat NTT beternak babi masih dalam skala kecil. Pakan babi, selain dari sisa makanan (food waste) juga dari batang pisang yang digiling, kemudian dicampur dengan dedak padi.
Om Alo (40), begitu ia disapa, seorang tukang giling batang pisang di Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo, NTT. Di hari terakhir 2020, ia membagi kisah sambil mengasah mata pisau pada mesin gilingnya.
Sebelumnya, batang pisang untuk pakan babi diiring dan dicincang secara manual dengan pisau/parang.Â
Om Alo sadar, seiring kemajuan teknologi, disrupsi juga menghinggap cara mencincang batang pisang yang efektif dan efisien. Ia pun menekuni profesi tukang giling batang pisang.
Menurutnya, beberapa tahun sebelumnya mesin giling batang pisang masih barang asing. Berbekal bakat perbengkelan, Om Alo berani merakit mesin giling secara otodidak. Ia menggali potensi dirinya, termasuk mengikuti panduan dari Youtube.
Tidak seberapa modal yang dikeluarkan. Ia membeli sebuah mesin penggerak berbahan bakar bensin dan besi plat 0,7 mm untuk dipotong sesuai kebutuhan/desain.Â
Pisau pemotong dan pencincang terbuat dari sisa-sisa besi dari bengkel. Dilengkapi pula gerobak agar bisa diangkut ke mana saja. Gerobak lalu ditarik oleh sepeda motor.
Dari hasil keringatnya, Om Alo bisa mendapat 500-600 ribu rupiah dalam sehari. Ia tidak pernah menghitung berapa pelanggan yang dilayani setiap hari.Â
Sebab, masing-masing pelanggan menyediakan batang pisang dengan jumlah berbeda-beda. Jumlah batang pisang menentukan lamanya giling.
Rata-rata pelanggan menyediakan 10-20 batang pisang sekali giling. Harga ditentukan per batang Rp 10 ribu. Rata-rata sehari bisa menggiling 50-60 batang pisang.
Pada 2021, Om Alo berniat untuk memperbaiki alat giling, termasuk mengganti mata pisau yang lebih tajam, demi pelayanan yang lebih optimal. Katanya, mata pisau cepat tumpul karena kualitas besi bahan dasar yang kurang baik.
Ke depan, mungkin harga batang pisang yang digiling dipatok per meter. Harga ini terlihat lebih adil. Kadang batang pisang yang panjang dan kadang pendek dipatok harga sama, katanya.
Meski di tengah pandemi Covid-19 ini, Om Alo tetap melayani pelanggan setianya. Ia tidak surut berjuang demi kebutuhan rumah tangga dan pemenuhan pakan ternak babi kepada masyarakat kota Mbay dan sekitarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H