Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Ekonomi Tukang Giling Batang Pisang

2 Januari 2021   21:03 Diperbarui: 4 Januari 2021   10:16 3524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meningkatnya populasi babi di Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 2019 sebesar 2,4 juta ekor (menurut Data Badan Pusat Statistik) dan produksi daging babi per tahun 38,2 ribu ton tidak terlepas dari keringat dan jerih lelah tukang giling batang pisang.

Sebagian masyarakat NTT beternak babi masih dalam skala kecil. Pakan babi, selain dari sisa makanan (food waste) juga dari batang pisang yang digiling, kemudian dicampur dengan dedak padi.

Om Alo (40), begitu ia disapa, seorang tukang giling batang pisang di Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo, NTT. Di hari terakhir 2020, ia membagi kisah sambil mengasah mata pisau pada mesin gilingnya.

Sebelumnya, batang pisang untuk pakan babi diiring dan dicincang secara manual dengan pisau/parang. 

Om Alo sadar, seiring kemajuan teknologi, disrupsi juga menghinggap cara mencincang batang pisang yang efektif dan efisien. Ia pun menekuni profesi tukang giling batang pisang.

Menurutnya, beberapa tahun sebelumnya mesin giling batang pisang masih barang asing. Berbekal bakat perbengkelan, Om Alo berani merakit mesin giling secara otodidak. Ia menggali potensi dirinya, termasuk mengikuti panduan dari Youtube.

Tidak seberapa modal yang dikeluarkan. Ia membeli sebuah mesin penggerak berbahan bakar bensin dan besi plat 0,7 mm untuk dipotong sesuai kebutuhan/desain. 

Pisau pemotong dan pencincang terbuat dari sisa-sisa besi dari bengkel. Dilengkapi pula gerobak agar bisa diangkut ke mana saja. Gerobak lalu ditarik oleh sepeda motor.

Om Alo sedang mengasah mata pisau alat giling batang pisangnya. Foto: Roman Rendusara
Om Alo sedang mengasah mata pisau alat giling batang pisangnya. Foto: Roman Rendusara
Setahun lebih, Om Alo sudah memiliki 69 pelanggan. Tekadnya, cukup sampai 100 orang. Pelanggannya akan menelpon jika batang pisang habis atau menipis. Om Alo bersedia kapan saja, kecuali malam hari.

Dari hasil keringatnya, Om Alo bisa mendapat 500-600 ribu rupiah dalam sehari. Ia tidak pernah menghitung berapa pelanggan yang dilayani setiap hari. 

Sebab, masing-masing pelanggan menyediakan batang pisang dengan jumlah berbeda-beda. Jumlah batang pisang menentukan lamanya giling.

Rata-rata pelanggan menyediakan 10-20 batang pisang sekali giling. Harga ditentukan per batang Rp 10 ribu. Rata-rata sehari bisa menggiling 50-60 batang pisang.

Pada 2021, Om Alo berniat untuk memperbaiki alat giling, termasuk mengganti mata pisau yang lebih tajam, demi pelayanan yang lebih optimal. Katanya, mata pisau cepat tumpul karena kualitas besi bahan dasar yang kurang baik.

Ke depan, mungkin harga batang pisang yang digiling dipatok per meter. Harga ini terlihat lebih adil. Kadang batang pisang yang panjang dan kadang pendek dipatok harga sama, katanya.

Meski di tengah pandemi Covid-19 ini, Om Alo tetap melayani pelanggan setianya. Ia tidak surut berjuang demi kebutuhan rumah tangga dan pemenuhan pakan ternak babi kepada masyarakat kota Mbay dan sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun