Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Kebijakan Perpajakan bagi Koperasi dan UKM Pasca Pemberlakuan UU Cipta Kerja

11 Desember 2020   12:22 Diperbarui: 11 Desember 2020   12:37 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin, 10 Desember 2020, saya mengikuti webinar. Diselenggarakan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Tema webinar itu, "Kebijakan Perpajakan bagi Koperasi dan UKM Pasca Pemberlakuan Undang-Undang Cipta Kerja".

Sebagai Keynote Speech, Bapak Menteri Koperasi dan UKM RI Teten Masduki menekankan pentingnya UU Cipta Kerja untuk meningkatkan daya saing koperasi dan UKM. Selain itu, mendorong kontribusi koperasi dan UKM terhapap penerimaan negara.

Webinar ini dimoderasi oleh Bapak Henra Saragih, Plt Asdep Peraturan dan Perundang-Undangan KUKM. Lima orang narasumber, yakni Bapak Hanung Harimba Rachman-Deputi Bidang Pembiayaan KUKM, Bapak Hastu Yoga Saksama-Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Dirjen Pajak, Bapak Gunawan Pribadi-Asdep Fiskal Kemenkeu, Bapak Mas Purnomo Hadi-Kadis Koperasi dan UKM Jawa Timur, dan Ibu Heni Hastuti-Ketua Pengurus Koperasi Kredit Sehati Jakarta.

Hanung memaparkan, populasi dan wajib pajak (WP) UKM. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM 2018, WP UMKM 2,31 juta. Terdiri dari 2,05 juta WP orang pribadi dan 257,738 WP Badan. WP UMKM masih menyumbang 5,5 persen dari total WP (2019) sebesar 42 juta.

Menurut Hanung, melalui UU Cipta Kerja, pemerintah memberikan sembilan kemudahan bagi UMK. 1) Memberikan izin tunggal bagi UMK yakni nomor induk berusaha (NIB). 2) Memberikan kemudahan berusaha dan insentif bagi UMK. 3) Pengelolaan terpadu UMK, yakni sinergisitas pemerintah, pendampingan dukungan SDM, dan pemberian fasilitas. 4) Kemudahan pembiayaan dan insentif fisikal, meliputi penyerdahanaan administrasi perpajakan, izin tanpa biaya dan insentif kepabeanan bagi UMK ekspor. 5) Priorotas pemerintah penggunaan DAK bagi pengembangan UKM. 6) Bantuan dan perlindungan hukum. 7) Produk UMK diprioritaskan dalam pengadaan jasa pemerintah, minimal 40 persen untuk UKM. 8) Menjalin kemitraan UMK, dan 9)Kemudahan untuk koperasi.

Hanung menambahkan, kebijakan perpajakan bagi UMKM Masa Covid-19 termuat dalam UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU tentang Kebijakan Keuangan Negara untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU.

Selain itu, lanjutnya, terdapat PMK No. 110/PMK.03/2020 tentang  Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak Untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019, Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam PP No. 23 Tahun 2018 PPh final sebesar 0,5 persen ditanggung Pemerintah (PPh Final DTP). PPh final ditanggung Pemerintah diberikan untuk Masa Pajak April 2020 sampai dengan Masa Pajak Desember 2020.

Narasumber lain, Bapak Gunawan Pribadi menunjukkan kondisi Covid-19 di Tanah Air yang berdampak pada perekonomian. Ia mengatakan, UU Cipta Kerja yang lahir di tengah pandemi ini dijadikan momentum pemulihan dan transformasi UMKM, peningkatan investasi, harmonisasi regulasi dan perizinan, daya saing pasar global, dan penciptaan lapangan kerja.

Sebagai misal, terdapat 43.604 regulasi (baik Pusa maupun Daerah) yang menggambarkan komplekesitas dan obesitas regulasi, sebelum terjadi pandemi Covid-19. Ini kendala bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. UU Cipta Kerja mensinergikan dan menyempurnakan 78 UU sebelumnya.

Gunawan pun menampilkan profil UMKM dalam perekonomian Indonesia. Pada 2018 jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,19 juta unit. Mereka berkontribusi terhadap perekonomian mencapai 61,07 persen. Menampung 116,9 juta tenaga kerja dan menyumbang ekspor Rp 293 triliun.

Katanya, kondisi UMKM belum didukung iklim usaha yang baik, sulit menembus pasar global, kesulitan naik kelas, belum produktif, setengahnya masih informal, dan kekurangan layanan keuangan.

Kontribusi pajak UMKM masih 5-6 triliun setahun. Total penerimaan PPh 2019 sebesar Rp 772,3 triliun. Penerimaan PPh UMKM masih kurang dari 1 persen.

Sementara Hestu Yoga Saksama, memaparkan substansi klaster kemudahan berusaha bidang perpajakan. Terutama peningkatan pendanaan investasi, kebijakan perpajakan menurunkan tarif PPh Badan secara bertahap 22 persen (2020-2021) dan 20 persen (2022 selanjutnya). Kemudahan lain, penghapusan PPh atas deviden. Bagian laba/SHU koperasi dan dana haji merupakan non-obyek PPh.

Terkait kebijakan perpajakan, UU Cipta Kerja berdampak pada tiga UU sebelumnya. Adapun UU itu; UU PPh 36/2008, UU PPN 42/2009 dan KUP 16/2009.

Menurut Hastu, UU Cipta Kerja dapat mendorong kepatuhan wajib pajak dan wajib bayar pajak secara sukarela, meningkatkan kepastian hukum dan menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri.

Mas Purnomo Hadi mengutarakan peran pemerintah daerah dalam peningkatan literasi perpajakan bagi koperasi dan UMKM. Dalam pandemi Covid-19 ini, mencuat problem yang dihadapi koperasi; hambatan pembayaran kredit anggota, permintaan pasar menurun dan produksi menurun.

Berdasarkan laporan dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur, sektor koperasi yang paling berdampak adalah jasa keuangan dan asuransi, hingga mencapai 93,56 persen.

Lanjut Purnomo, masalah lain adalah belum memiliki NPWP, belum mengetahui obyek pajak, minimnya pemahaman akan kebijakan perpajakan, dan kurangnya kemampuan menghitung pajak. Sebagai solusi, pemda Jawa Timur tetap mengadvokasi/menyuluh koperasi terkait perpajakan.

Narasumber terakhir, Ibu Heni Astuti membagikan pengalaman Koperasi Kredit (Kopdit) Sehati Jakarta dalam menerapkan kebijakan perpajakan koperasi.

Sertifikat webinar
Sertifikat webinar
Kini Kopdit Sehati memiliki anggota 13.613 orang yang tersebar di lima titik pelayanan; Depok, Cakung, Cibitung, Jagakarsa dan Bojonggede. Aset Kopdit Sehari sebesar Rp 92,765 miliar.

Kopdit Sehati telah membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku. Antara lain, PPh Pasal 21 untuk gaji, honorarium dan tunjangan. PPh 21 dihitung setiap bulan, dibayar sebelum tanggal 10, dan dilaporkan sebelum tanggal 20.

Kopdit Sehati juga melunaskan PPh Pasal 25, untuk pajak badan yang dipotong dari SHU selama satu tahun buku. PPh 25 berdasarkan pajak terhutang tahun lalu dibagi 12 bulan. Pembayarannya dilakukan sebelum tanggal 15. Pelaporan dilakukan sebelum tanggal 20. Namun, selema pandemi Covid-19, PPh 25 diberi keringanan 50 persen terhitung sejak Agustus 2020.

Tambah Heni, Kopdit Sehati melunaskan pajak terhutang sesuai PPh Pasal 29, dibayar setiap tahun pada saat pengambilan SPT. PPh 29 terdiri dari pendapatan bruto SHU sebelum pajak dan koreksi fisikal.

Akhirnya, semoga webinar ini dijadikan momentum untuk menyerap aspirasi insan koperasi dan pegiat UMKM dalam RPP tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun