Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara lahir dan tumbuh sebagai anak kampung di Rajawawo, Kec.Nangapanda, Ende-Flores, NTT. Kini, menetap di kampung sebagai seorang petani, sambil menganggit kisah-kisah yang tercecer. Kunjungi juga, floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Koperasi dan UU Omnibus Law Cipta Kerja

16 Oktober 2020   13:19 Diperbarui: 20 Oktober 2020   07:19 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi modal usaha dari sesama anggota koperasi. (sumber: shutterstock.com via kompas.com)

Gerakan Koperasi Kredit (Credit Union), awalnya, didirikan di Inggris pada 1840. Dimulai oleh sekelompok penenun yang mencari alternatif sistem perbankan tradisional (CUNA, Ryder & Chambers, 2009). 

Selama 1850-an Koperasi Kredit dibentuk di Jerman untuk melayani pengrajin perkotaan, pemilik toko kecil dan petani. Gerakan Koperasi Kredit dimulai sebagai respon terhadap budaya perbankan yang berfokus pada kaum kaya dan kelas menengah ke atas. 

Kelas ekonomi rendah sering diperlakukan beban bunga pinjaman (kredit) yang lebih tinggi dengan tingkat bunga lebih dari 30% (Paul Withey, 2015:16).

Konsep koperasi keuangan pedesaan ini dibawa oleh Friedrich Wilhelm Raiffeisen agar memberikan kesempatan kepada mereka yang tidak memiliki akses layanan keuangan, untuk meminjam dari tabungan yang dikumpulkan oleh mereka sendiri dan sesama anggota.

Pada 1900, gerakan Koperasi Kredit tiba di Amerika Utara. Alphonse Desjardins mendirikan Koperasi Kredit pertama di Levis, Quebec, sebagaimana jenis yang sama ditemukan di Inggris dan Jerman lebih dari 50 tahun sebelumnya. 

Pada 1909, Desjardins membantu dan mendirikan Koperasi Kredit pertama di Amerika Serikat, berlokasi di Manchester, New Hampshire. Di tahun yang sama, Pierre Jay dan Edward Filene membentuk Koperasi Kredit pertama di Massachusetts.

Baca juga: Filsafat Kerjasama dan Koperasi

Gerakan Koperasi Kredit di Amerika, dan hingga kini, didefenisikan sebagai lembaga keuangan nirlaba yang dimiliki oleh anggota dan dikontrol secara demokratis untuk menabung dan meminjamkan uang dengan bunga yang wajar. Tujuan utama Koperasi Kredit adalah menerima simpanan dan memberikan pinjaman kepada anggota sebagai pemiliknya. 

Dewan Pengurus dipilih dari keanggotaan, mengatur operasi Koperasi Kredit dan menjunjung tinggi filosofi: bukan keuntungan, bukan amal melainkan pelayanan.

Sejak 1909, hanya dalam waktu tiga dekade, Gerakan Koperasi Kredit di Amerika Serikat berkembang menjadi lebih dari 3.300 Koperasi Kredit yang melayani 641.000 anggota yang tersebar di 39 negara bagian.

WOCCU (World Council of Credit Unions) merilis data per Desember 2019, Gerakan Koperasi Kredit sudah berekspansi ke 118 negara di 6 benua, menaungi 86.055 Koperasi Kredit dan melayani 291.432.972 anggota di dunia.

Data Koperasi Kredit di Indonesia

Gerakan Koperasi Kredit sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1960-an. Namun, secara resmi baru pada 1970 dengan dibentuknya Biro Konsultasi Koperasi Simpan Pinjam/Credit Union Counselling Office (CUCO). 

Lembaga yang berfungsi mempersiapkan Program Motivasi dan Pendidikan Pelatihan Koperasi Kredit bagi masyarakat, dikelola oleh para relawan, dipimpinan oleh Romo Albrecht sebagai Direktur Utama dan Pak Robby Tulus sebagai Managing Director. 

Dari Kursus/Pelatihan yang telah diselenggarakan, pada tahun 1971 tumbuh 3-5 Koperasi Kredit di Jakarta dan Bandung, dan Periangan Timur Jawa Barat.

Pada 1972, Indonesia mendapat kepercayaan dari Asian Confederation of Credit Unions (ACCU) menjadi tuan rumah penyelenggaraaan First Asian Credit Unions Managers Conference, di Hotel Bahari, Cipayung, Jawa Barat. Pertemuan ini dihadiri oleh para perintis, penggerak dan pimpinan Eksekutif/Managing Director Lembaga Pengembang Koperasi Kredit di Asia. 

Event itu sungguh mendorong dan meyakinkan para penggerak, pemimpin Koperasi Kredit yang ada di Indonesia pada waktu itu, tentang semangat solidaritas insan di Koperasi Kredit dan kepedulian serta saling meyakinkan akan prospek pengembangan Koperasi Kredit di Asia.

Berdasarkan data Desember 2019, Gerakan Koperasi Kredit di bawah payung CUCO memiliki 873 Koperasi Kredit untuk melayani 3.434.109 anggota. Jumlah aset sebesar Rp 35,242 triliun dan pinjaman beredar yang masih di tangan anggota sebesar Rp 25,171 triliun. 

Dari total aset tersebut, 83,90% (Rp 29,503 triliun berasal dari simpanan (tabungan) anggota sendiri. Selebihnya berasal dari hutang dan kewajiban lainnya (PICU No 55/Th 10 Edisi Mei-Juni 2020, hal. 7)

Teladan Kemandirian Koperasi Kredit

Angka 83,90% menunjukkan bahwa nilai keswadayaan dalam Koperasi Kredit masih tinggi. Filosofi awal Friedrich Wilhelm Raiffeisen-orang miskin hanya bisa ditolong oleh orang miskin sendiri-nampak sukses dikembangkan oleh Koperasi Kredit hingga dewasa kini.

Seribu dua ribu yang ditabung oleh anggota membantu dirinya sendiri dan anggota yang lain. Pinjaman kepada anggota lebih diprioritaskan untuk pinjaman produktif: menambah modal usaha.

Tujuan lain adalah untuk pendidikan anak-anak sebagai investasi diri masa depan. Secara langsung Koperasi Kredit turut mengembangkan dan memajukan UMKM, memperbaiki taraf hidup anggota, mencerdaskan dan mempersiapkan generasi bangsa melalui pendidikan yang baik.

Sumbangan Koperasi Terhadap PDB

Taraf hidup yang layak dan generasi bangsa yang setelah tamat kuliah bekerja/berwirausaha akan menghasilkan pendapatan yang layak, lalu mendorong konsumsi meningkat dan sebagian untuk investasi. Hal ini akan mendongkrak PDB (Pendapatan Domestik Bruto) sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Data menunjukkan meski Koperasi Kredit bagian kecil dari jumlah koperasi di Tanah Air, pada 2018, jumlah koperasi (138.140 koperasi aktif) mampu berkontribusi terhadap PDB 5,1%. 

Sedangkan pada 2019, dengan jumlah koperasi 35.761 unit (yang aktif dan melaksanakan RAT 3 tahun terakhir berturut-turut), beranggotakan 22 juta lebih diharapkan ikut menyumbang PDB 6,0% dari PDB nasional. (Sumber: di sini).

sumber: @kemenkopukm
sumber: @kemenkopukm
UU Cipta Kerja dan Koperasi

Pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja melalui Omnibus Law pada 5 Oktober 2020 menarik perhatian publik tanah air. Beberapa kalangan menilai UU ini sangat merugikan pihak buruh/pekerja, dengan melakukan aksi demo yang nyaris berjilid-jilid.

Namun, tidak sedikit kalangan menggelar 'karpet merah' bagi UU berasas kepastian hukum dan kemudahan berusaha yang menjadi rohnya. Koperasi menjadi bagian dari kalangan itu. 

"Saya optimis, UU Cipta Kerja memberi peluang kepada UMKM dan Koperasi untuk tumbuh, dan menciptkan lapangan kerja yang lebih besar dari saat ini (97%). Kita punya 6,9 juta pengangguran dan 3 juta angkatan kerja baru setiap tahun yang diserap lewat pertumbuhan dan inovasi UMKM yang lebih produkti", kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki (Facebook Kementerian Koperasi dan UKM, 12/10).

Baca juga: Spirit Gerakan Kopdit/CU di Tengah Pandemi Covid-19

Pemerintah tentu berpandangan optimis, sebab pendirian koperasi dipermudah dengan hanya 9 orang-sebelumnya 20 orang untuk membentuk koperasi sebanyak-banyaknya. 

Tentang ini saya agak pesimis, bahwa; (1) soal koperasi pemerintah lebih cenderung membentuk daripada mengembangkan, kuantitas daripada kualitas, dan (2) selama ini pembentukan koperasi oleh pemerintah lebih untuk penyerapan dana, misalnya, dana bergulir, bantuan hibah dari pemerintah, dan pembiayaan dana kemitraan.

Tanpa memperkuat model koperasi yang memberdayakan masyarakat yang mandiri dan swadaya. Tidak heran, setelah dibentuk, lalu mendapat dana, koperasi bubar. Data berbicara lugas, dari 123.048 koperasi, yang aktif hanya 35.761. Terdapat 70,9% koperasi yang 'hidup engan, mati tak mau'.

Hanya satu niat baik pemerintah, yang mesti diberikan tepuk tangan yang meriah, agar tidak menerapkan pajak ganda (double tax) terhadap koperasi dan anggota koperasi. 

Pada Bab VI tentang Kemudahan Berusaha, pasal 4 tentang perpajakan, deviden (pembagian sisa hasil usaha) koperasi kepada anggota tidak dimasukan sebagai obyek pajak. Sebelumnya, UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan memasukkan deviden anggota sebagai obyek pajak.

Jika Berniat Baik

Mesktinya, UU Cipta Kerja tidak hanya mengatur kemudahan perizinan pembentukan koperasi dan mengantar bisnis koperasi menjadi lebih modern dengan pendekatan digitalisasi. Namun, lebih memperkuat posisi koperasi sebagai bagian dari pilar penting kehidupan ekonomi rakyat Indonesia.

Untuk itu, perlu, pertama: mendorong pembentukan 'semacam LPS-nya' koperasi, sebuah lembaga untuk menjamin simpanan anggota koperasi. Sebab, simpanan anggota (modal sendiri) 70,902 triliun tidaklah kecil untuk anggota yang rata-rata kelas menengah ke bawah. Dengannya, semakin mengokohkan komitmen masyarakat untuk berkoperasi.

Kedua, memperkuat koperasi bukan melalui pembiayaan-pembiayaan yang ujung-ujungnya juga memberikan pinjaman kepada koperasi, melainkan dahulukan membangun karakter menabung masyarakat. 

Pengalaman mengatakan, pemerintah cenderung menjadikan rakyat ibarat merpati yang hanya mencotok makanan lalu pergi, tanpa menyiapkan sarang yang aman dan bisa mencari makanan sendiri. Penataan organisasi koperasi yang sehat, kuat dan berkelanjutan menjadi kunci utama, ketimbang membentuk banyak koperasi.

Inilah alasan, tulisan ini agak menukik lebih jauh sejarah Gerakan Koperasi Kredit. Sebab, beberapa kesempatan RAT Nasional, pemerintah masih meyakin Koperasi Kredit adalah koperasi yang masih menjalankan prinsip-prinsip koperasi secara benar. Entah ini hanya pujian semata, tetapi saya hakulyakin pujian ini atas dasar fakta.

Ketiga, berani mempromosikan koperasi yang sehat di ruang-ruang publik. Terbersit dalam batok kepala saya, mengapa hanya logo RANS (milik Raffi Ahmad) yang bisa bertengger di pesawat Garuda. Mungkinkah koperasi diberi ruang yang sama?

Akhirnya, hemat saya, jika pemerintah berniat baik terhadap koperasi secara serius, bukan tidak mungkin, koperasi menyumbang lebih terhadap pencapaian PDB kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun