Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Koperasi dan UU Omnibus Law Cipta Kerja

16 Oktober 2020   13:19 Diperbarui: 20 Oktober 2020   07:19 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi modal usaha dari sesama anggota koperasi. (sumber: shutterstock.com via kompas.com)

Hanya satu niat baik pemerintah, yang mesti diberikan tepuk tangan yang meriah, agar tidak menerapkan pajak ganda (double tax) terhadap koperasi dan anggota koperasi. 

Pada Bab VI tentang Kemudahan Berusaha, pasal 4 tentang perpajakan, deviden (pembagian sisa hasil usaha) koperasi kepada anggota tidak dimasukan sebagai obyek pajak. Sebelumnya, UU No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan memasukkan deviden anggota sebagai obyek pajak.

Jika Berniat Baik

Mesktinya, UU Cipta Kerja tidak hanya mengatur kemudahan perizinan pembentukan koperasi dan mengantar bisnis koperasi menjadi lebih modern dengan pendekatan digitalisasi. Namun, lebih memperkuat posisi koperasi sebagai bagian dari pilar penting kehidupan ekonomi rakyat Indonesia.

Untuk itu, perlu, pertama: mendorong pembentukan 'semacam LPS-nya' koperasi, sebuah lembaga untuk menjamin simpanan anggota koperasi. Sebab, simpanan anggota (modal sendiri) 70,902 triliun tidaklah kecil untuk anggota yang rata-rata kelas menengah ke bawah. Dengannya, semakin mengokohkan komitmen masyarakat untuk berkoperasi.

Kedua, memperkuat koperasi bukan melalui pembiayaan-pembiayaan yang ujung-ujungnya juga memberikan pinjaman kepada koperasi, melainkan dahulukan membangun karakter menabung masyarakat. 

Pengalaman mengatakan, pemerintah cenderung menjadikan rakyat ibarat merpati yang hanya mencotok makanan lalu pergi, tanpa menyiapkan sarang yang aman dan bisa mencari makanan sendiri. Penataan organisasi koperasi yang sehat, kuat dan berkelanjutan menjadi kunci utama, ketimbang membentuk banyak koperasi.

Inilah alasan, tulisan ini agak menukik lebih jauh sejarah Gerakan Koperasi Kredit. Sebab, beberapa kesempatan RAT Nasional, pemerintah masih meyakin Koperasi Kredit adalah koperasi yang masih menjalankan prinsip-prinsip koperasi secara benar. Entah ini hanya pujian semata, tetapi saya hakulyakin pujian ini atas dasar fakta.

Ketiga, berani mempromosikan koperasi yang sehat di ruang-ruang publik. Terbersit dalam batok kepala saya, mengapa hanya logo RANS (milik Raffi Ahmad) yang bisa bertengger di pesawat Garuda. Mungkinkah koperasi diberi ruang yang sama?

Akhirnya, hemat saya, jika pemerintah berniat baik terhadap koperasi secara serius, bukan tidak mungkin, koperasi menyumbang lebih terhadap pencapaian PDB kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun