Berkali-kali Wunu berteriak, sambil menangis. Meminta pertolongan arwah ibunda memberitahukan di mana pacul yang dipinjam itu. Tetap tak ada jawaban. Keputusasaan Wunu memuncak. Ia putuskan, turun dari puncak. Airmata deras menemani setiap anak tangga itu.
Langkah meluntah. Lemah tak bertenaga. Tubuh Wunu hampir rubuh. Pikiran kalut.Ia tetap kuatkan tekad, harus cepat kembali lagi ke kampungnya sejarak 12km itu.
Dan tiba di kampung, orang-orang belum bangun, meski ayam sudah berkokok riuh. Wunu tak lama di gubuknya. Ia hanya mengambil parang dan ‘kepe’nya, lalu bergegas ke ladang.
***
Hah!, Wunu sangat kaget. Hampir pingsan. Seekor kera sebesar bocah lelaki berdiri. Kera itu membawa pacul. Pacul itu diberikan kepada Wunu. Wunu menerima dengan senyum bahagia. Kera pun melompat-lompat riang lalu menghilang. Wunu tertawa lebar, ikut bergembira.
***
Wunu terkaget. Ia bangun, lalu mengucak matanya, dan memastikan sadar seratus persen. Ia tahu, itu hanya mimpi ketika ia melanjutkan tidur di pondoknya pagi itu. Iya, Wunu hanya mimpi.
Bermaksud bangun dan mulai bekerja di ladangnya itu, Wunu terperanjat. Sebatang pacul persis berada di sampingnya. Entah siapa yang meletakkan, sebelum ia membaringkan diri tidak ada pacul. Tak dipedulikan lagi. Bahagia dan gembira menghias bathin Wunu.
Diiringi beribu-ribu terima kasih kepada ibunda yang telah mendengarkan seruannya di puncak Kelimutu pagi tadi, Wunu pulang, kembali ke kampung. Ia mengembalikan pacul Nitu, lelaki beristri lima itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H