Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Kelimutu

10 Oktober 2016   22:26 Diperbarui: 10 Oktober 2016   22:33 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puncak Kelimutu. Foto:phinemo.com

Berkali-kali Wunu berteriak, sambil menangis. Meminta pertolongan arwah ibunda memberitahukan di mana pacul yang dipinjam itu. Tetap tak ada jawaban. Keputusasaan Wunu memuncak. Ia putuskan, turun dari puncak. Airmata deras menemani setiap anak tangga itu.

Langkah meluntah. Lemah tak bertenaga. Tubuh Wunu hampir rubuh. Pikiran kalut.Ia tetap kuatkan tekad, harus cepat kembali lagi ke kampungnya sejarak 12km itu.

Dan tiba di kampung, orang-orang belum bangun, meski ayam sudah berkokok riuh. Wunu tak lama di gubuknya. Ia hanya mengambil parang dan ‘kepe’nya, lalu bergegas ke ladang.

***

Hah!, Wunu sangat kaget. Hampir pingsan. Seekor kera sebesar bocah lelaki berdiri. Kera itu membawa pacul. Pacul itu diberikan kepada Wunu. Wunu menerima dengan senyum bahagia. Kera pun melompat-lompat riang lalu menghilang. Wunu tertawa lebar, ikut bergembira.

***

Wunu terkaget. Ia bangun, lalu mengucak matanya, dan memastikan sadar seratus persen. Ia tahu, itu hanya mimpi ketika ia melanjutkan tidur di pondoknya pagi itu. Iya, Wunu hanya mimpi.

Bermaksud bangun dan mulai bekerja di ladangnya itu, Wunu terperanjat. Sebatang pacul persis berada di sampingnya. Entah siapa yang meletakkan, sebelum ia membaringkan diri tidak ada pacul. Tak dipedulikan lagi. Bahagia dan gembira menghias bathin Wunu.

Diiringi beribu-ribu terima kasih kepada ibunda yang telah mendengarkan seruannya di puncak Kelimutu pagi tadi, Wunu pulang, kembali ke kampung. Ia mengembalikan pacul Nitu, lelaki beristri lima itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun