Bicara kasus di lapangan, insiden penggusuran di Bukit Duri misalnya, adalah contoh gamblang  yang tidak menghormati bahkan menginjak- injak proses hukum. Eksekusi penggusuran tetap dilakukan, alat berat dikerahkan,  meski proses hukum sedang berjalan di Pengadilan (sedang ada persidangan atas tuntutan warga).  Ini sungguh preseden buruk. Suatu waktu di suatu tempat terjadi sengketa lahan antara rakyat dengan korporasi besar misalnya,  tanpa perlu pengadilan langsung bisa saja langsung  serobot. Â
Di Bukit Duri, yang  termasuk  yang diratakan dengan tanah adalah Sanggar Ciliwung Merdeka yang telah berjalan sejak tahun 2000. Menurut pemerhati masalah perkotaan Elisa Sutanudjaja, sanggar ini telah banyak sekali  menghasilkan karya seni dan budaya mendapatkan penghargaan dari Kementerian Pekerjaan Umum atas upayanya sebagai pengubah kota (City Changer).Â
Pelaku kapitalis yang menguasai sumberdaya finansial bukan saja dengan leluasa mengkonsentrasikan  kekayaan  ke tangan segelintir. Namun juga secara terlembaga dan  masif berupaya menyatupadukan pemerintah (pusat maupun daerah)  menjadi  satu adonan pemangku kepentingan yang makin  kaya-kuasa. Â
Metode keset.  Agar para turah-kuasa bisa secara permanen menguasai sumberdaya vital : bumi , air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya – menjadi  aset pribadi, maka diperlukan keset sebagai pijakannya:  sub-ordinasi kelompok masyarakat miskin. Yang  faktanya, kelompok ini  tak punya aset tanah atau finansial. Lagi- lagi,  ini yang terus terjadi secara terstruktur, makanya indeks ketimpangan makin anjlok.
Dalam konteks sedemikian, penggusuran tanah dijadikan komoditi yang masif untuk melanggengkan relasi kuasa yang  eksploitatif. Demikian halnya dengan kasus reklamasi pulau G dan  proses pilkada , adalah medan – medan  yang mesti  dimenangkan oleh mereka. Agar sumberdaya kapitalis bisa  terus menopang para kelompok turah-kuasa. Secara  permanen.
Jakarta, 2 Oktober 2016
@romi_mr
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H