Mohon tunggu...
Revli Ohp Mandagie
Revli Ohp Mandagie Mohon Tunggu... -

Lahir di Manado pada tanggal 6 Maret 1960. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMA Kristen Eben Haezar Manado, Mei 1979, Revli merantau ke Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Imlek dalam Perspektif Kebangsaan Indonesia

7 Februari 2016   01:28 Diperbarui: 7 Februari 2016   18:04 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kemudian, orang-orang banyak bertanya, kenapa Imlek identik dengan warna merah? Inilah jawabannya, dahulu ada setan yang ingin memasuki rumah orang China. Lalu, rumah itu disulap menjadi rumah serba berwarna merah. Kemudian,  setan itu pun lari dari rumah tersebut, luar biasa cerita ini. Jadi, warna merah ini mempunyai arti bisa mengusir setan atau bahaya.

3.         Ke-khusus-an Imlek

Imlek identik dengan turunnya hujan, yang menandakan bahwa  turunnya hujan sama saja dengan turunnya rezeki yang banyak. Orang China berharap sebelum dan sesaat Imlek terjadi hujan deras. Dari pengalaman tidak pernah mengalami Imlek yang tidak dituruni hujan. Ini merupakan  filosofi dengan turunnya hujan, pepohonan bisa menjadi subur. Jika perayaan ini tidak turun hujan, maka orang China pun akan khawatir tahun ini rezeki tidak banyak ia dapatkan.

Imlek mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang kaya akan filosofi. ada kekhasan yang harus dilakukan seperti mengenakan pakaian baru, luar maupun dalam. Ini mempunyai arti dengan mengenakan pakaian baru untuk menyambut tahun baru China yang penuh berkah. Tidak boleh memakai pakaian lama karena tidak menghormati perayaan Imlek yang merupakan tahun baru. Kemudian, ada pengucapan yang selalu dipakai orang China untuk acara  Imlek ini, yaitu “GONG XI FA CAI” . Kalimat ini diutarakan saat mendatangi kerabatnya atau ditampilkan di media massa maupun elektronik, seperti umat Islam yang mengadakan silaturahmi ke rumah kerabat.

Di setiap daerah tempat tinggal orang Cina, biasanya perayaan ini dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Mengapa demikian? Itu disebabkan terjadinya pencampuran budaya lokal di mana mereka tinggali. Karena sifat dari budaya adalah menyesuaikan. Misalnya di Padang, pakaiannya pun sudah berakulturasi dengan pakaian di Padang, begitu juga di Jawa, Kalimantan, Sulawesi (Manado), dan lain-lain.

Di China dikenal dengan elemen-elemen yang penting, yaitu tanah, air, emas, dan api. Emas merupakan tingkat tertinggi pada elemen tersebut. Emas di sini menandakan keberuntungan seseorang.  Ada lagi simbol angka delapan. Angka ini mempunyai goresan yang tidak terputus-putus, jadi mempunyai arti rezeki yang tiada hentinya.

CAP GO MEH

Dikenal dengan hari terakhir atau kelima belas hari setelah Imlek yang pada malam hari bersinarnya bulan purnama, itu menandakan berakhirnya Imlek. Publik mengalami acara ini yang ditandai dengan pertunjukkan-pertunjukan, seperti kekebalan tubuh, tebar beras, ada makan siang cap go meh. Menikmati dengan pertunjukan tersebut karena perayaan hanya terjadi satu  tahun sekali. Orang China beranggapan dengan menebarkan beras, mendapatkan rezeki yang banyak dan bisa dibagi-bagikan kepada orang lain.

Cap Go Meh tanpa adanya barongsai rasanya tidaklah komplit. Tarian  barongsai atau tarian singa biasanya disebut “Nong Shi”. Pada awalnya tarian barongsai ini tidak pernah dikaitkan dengan ritual keagamaan manapun juga. Tetapi akhirnya orang percaya bahwa barongsai dapat mengusir roh-roh jahat. Sedangkan nama “barongsai” adalah gabungan dari kata Barong dalam bahasa Jawa dan Sai yang berarti Singa dalam bahasa dialek Hokkian. Singa menurut orang Tionghoa ini melambangkan kebahagiaan dan kegembiraan.

KEMBALI PADA MASA TAHUN TUJUH PULUHAN DI KOTA MANADO.

Dimasa itu, sekalipun hari raya Imlek bukan sebagai hari libur nasional, tetapi suasana perayaan dikalangan keluarga-keluarga keturunan Tionghoa tetap tampak, terutama pada saat pawai Cap Go Meh yang selalu keluar dari Klenteng berkeliling seputaran China Town, Kota Manado, bahkan menjadi ajang pariwisata yang terus dikenal sampai sekarang. Pawai ini sangat dikenal dengan Ence Pia, yang merupakan tradisi religius Umat Tri Dharma di Manado bernama Goan Siau, kerap disebut warga dengan nama ‘Ence Pie’. Padahal istilah ini tidaklah tepat. Terutama jika yang dimaksud dengan istilah ‘Ence Pie’ adalah Toa Pe Kong atau Tang Sin (Hamba Allah). Nama ’Ence Pie’ adalah orang pertama di Manado yang dimasuki Tang Sin. Nama orang pertama itu adalah Oei Pie (almarhum), dan kemudian sering dipanggil Ce Pie atau Om Pie. Seiring perkembangan dari mulut ke mulut, disebutlah nama ‘Ince Pie’ atau ‘Ence Pia’ yang artinya Om Pie atau Bapak Pie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun