Di satu pihak kita menolak paham yang menegaskan bahwa manusia dalam dunia kerja kerap dijadikan sebagai mesin tetapi dalam praktik, paham ini kadang benar-benar terjadi.
Jika mau dibilang kerja untuk negara, baik aparatur sipil negara, baik pegawai honorer, mereka mengabdi bagi negara.
Kritik ini mungkin akan dianggap cacat karena upah seorang aparatur sipil negara itu telah aturan dan jenjang biaya sesuai pangkat.
Penulis akui hal ini tetapi tulisan ini tidak untuk melawan aturan ini melainkan lebih kepada seruan kepada pemerintah untuk secara arif memerhatikan gaji para pegawai honorer supaya hidup mereka pun sejahtera.
Kalau pernyataan sang pejabat di Ende soal guru honorer tidak punya etika dan norma karena pengakuannya, maka itu harus dijadikan bahan evaluasi untuk pembenahan pemberdayaan manusia yang bekerja. Jangan anti kritik.
Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Ungkapan ini merupakan ungkapan penghargaan atas karya dan dedikasi seorang guru terhadap kemajuan hidup suatu bangsa, khususnya dalam pelayanan terhadap anak-anak didik.
Mereka punya jiwa besar untuk tetap tegar mendidik anak bangsa. Didikan itu didasarkan atas visi dan mimpi besar akan generasi emas Indonesia.
Mereka tak segan tegas ketika siswa melakukan banyak pelanggaran, tetapi mereka juga penuh kasih dan kelembutan membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengerti akan apa yang mereka kerjakan.
Justru mereka inilah yang juga punya kontribusi untuk mengajarkan norma terhadap suatu generasi.Â
Jikalau mereka mengeluh, harusnya keluhan mereka itu didengar. Mereka pun harus bisa sejahtera.