Mohon tunggu...
Rolin Taneo
Rolin Taneo Mohon Tunggu... Lainnya - Pemulung Ilmu

Tertarik pada bidang ilmu filsafat, sosiologi dan teologi (Kristen)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesejahteraan Hidup vs Tugas Mencerdaskan Anak Bangsa

8 Agustus 2024   22:16 Diperbarui: 8 Agustus 2024   22:26 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pendahuluan

Belakangan di wilayah Nusa Tenggara Timur, masyarakat dibuat gempar oleh pengakuan salah seorang guru honorer di salah satu Sekolah Menengah Kejuaran, Kota Ende yang diberi gaji Rp. 250.000, per bulan.


Pengakuan ini mendapatkan banyak reaksi, baik positif maupun negatif. Reaksi negatif salah satunya diwakili oleh seorang pejabat di Kora Ende yang mengatakan bahwa pengakuan guru itu melanggar norma dan etika.

Reaksi positif datang dari banyak masyarakat yang menganggap bahwa pengakuan itu sudah tepat dan harusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah untuk lebih serius menangani masalah ini.

Penulis tidak akan langsung menjawab dimana posisi pasti penulis terhadap reaksi ini. 

Pembaca silakan memberi tafsiran atas posisi penulis melalui uraian singkat di bawah ini terkait masalah yang disorot. 


Besaran Gaji Honorer : Masalah Lama yang Belum Tuntas

Harus diakui bahwa problem pembayaran gaji seorang pegawai honorer di instansi kedinasan yang kerap tertunda dan rendahnya besaran dananya merupakan masalah lama yang hingga kini belum tuntas diselesaikan.

Bahkan, jika mau jujur, gaji mereka berada jauh di bawah UMP.  Memang pegawai honorer kerap dianaktirikan. 

Padahal mereka pun memiliki tupoksi tugas yang hampir sama dengan seorang aparatur sipil negara. Gaji yang rendah, tidak sebanding dengan beban kerja yang mereka kerjakan. 

Karl Marx mungkin benar ketika menjabarkan tentang konsep kapitalisme yang secara struktur itu dipegang oleh mereka yang berstatus lebih tinggi dan terpandang dalam suatu instansi.

Di satu pihak kita menolak paham yang menegaskan bahwa manusia dalam dunia kerja kerap dijadikan sebagai mesin tetapi dalam praktik, paham ini kadang benar-benar terjadi.

Jika mau dibilang kerja untuk negara, baik aparatur sipil negara, baik pegawai honorer, mereka mengabdi bagi negara.

Kritik ini mungkin akan dianggap cacat karena upah seorang aparatur sipil negara itu telah aturan dan jenjang biaya sesuai pangkat.

Penulis akui hal ini tetapi tulisan ini tidak untuk melawan aturan ini melainkan lebih kepada seruan kepada pemerintah untuk secara arif memerhatikan gaji para pegawai honorer supaya hidup mereka pun sejahtera.

Kalau pernyataan sang pejabat di Ende soal guru honorer tidak punya etika dan norma karena pengakuannya, maka itu harus dijadikan bahan evaluasi untuk pembenahan pemberdayaan manusia yang bekerja. Jangan anti kritik.

Guru, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Ungkapan ini merupakan ungkapan penghargaan atas karya dan dedikasi seorang guru terhadap kemajuan hidup suatu bangsa, khususnya dalam pelayanan terhadap anak-anak didik.

Mereka punya jiwa besar untuk tetap tegar mendidik anak bangsa. Didikan itu didasarkan atas visi dan mimpi besar akan generasi emas Indonesia.

Mereka tak segan tegas ketika siswa melakukan banyak pelanggaran, tetapi mereka juga penuh kasih dan kelembutan membimbing dan mengarahkan siswa untuk mengerti akan apa yang mereka kerjakan.

Justru mereka inilah yang juga punya kontribusi untuk mengajarkan norma terhadap suatu generasi. 

Jikalau mereka mengeluh, harusnya keluhan mereka itu didengar. Mereka pun harus bisa sejahtera.

Yang saya tahu, mendidik itu proses memanusiakan manusia. Upaya ini semata-mata menyadarkan anak didik untuk kaya ilmu tetapi juga kaya akhlak. Jika perlu, rasa, pikiran, keputusan pun berbau humanis yang sungguh-sungguh menghargai kemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun