Mohon tunggu...
Rolin Taneo
Rolin Taneo Mohon Tunggu... Pemulung Ilmu

Tertarik pada bidang ilmu filsafat, sosiologi dan teologi (Kristen)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Awas Terjebak dalam Kepura-puraan

4 Juni 2024   23:02 Diperbarui: 5 Juni 2024   00:19 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengantar


Kata lain dari pura-pura itu ialah munafik, muka-belakang, tidak konsisten, suka berbohong. 

Orang-orang yang biasanya mendapat label seperti ini sering kali dijauhi oleh sesamanya karena kehadirannya itu dianggap sangat menganggu.

Memang sikap pura-pura itu hanya akan membuat kepercayaan orang lain kepada diri kita menurun. 

Bahkan, bisa jadi mereka tidak mau melibatkan kita dalam banyak hal karena sifat dan kelakuan kita yang suka berpura-pura.

Banyak contoh tentang kepura-puraan yang bisa kita sebutkan tetapi disini saya hanya memberi satu contoh saja. 

Lihat misalnya janji. Janji itu memang hanyalah kemungkinan. Dia bisa ditepati dan bisa juga tidak. Tetapi ini bukan soal menepati atau tidak melainkan soal sikap kita yang konsisten. 

Bilang apa, ya harus lakukan itu. Jangan bilang lain lalu bikin lain. Kalau ini terjadi maka kita sementara berpura-pura.

Pendalaman Teks

Nabi Amos berasal dari Tekoa, sebuah desa kecil yang terletak sekitar  8 kilometer di sebelah selatan Yerusalem, di pinggir padang gurun Yehuda. 

Nabi Amos sebelum dipanggil, ia sehari-hari bekerja sebagai peternak domba (1:1; 7:14), dan juga sebagai pemungut buah ara hutan (7:14).

Setelah dipanggil, Nabi Amos kemudian diutus ke Israel atau Kerajaan Utara. Untuk diketahui bahwa setelah Salomo meninggal, Israel terpecah menjadi dua Kerajaan yakni Selatan dan Utara.

Kerajaan Selatan (Yehuda) terdiri atas dua suku yakni suku Yehuda dan Benyamin. Sedangkan Kerajaan Utara (Israel) terdiri atas 10 suku.

Ketika menerima panggilan sebagai nabi, Amos sangat keras melawan ketidakadilan yang ada di wilayah Israel Utara.

Ketidakadilan itu terlihat melalu sikap kepura-puraan mereka di dalam beribadah.

Tentu apa yang disampaikan atau diserukan oleh Amos ini punya dasar. Amos melihat bahwa Israel, yang adalah umat pilihan Tuhan ternyata tidak mampu menjaga citra diri mereka sebagai bangsa pilihan.

Semua yang mereka lakukan itu sepertinya hanya suatu pencitraan. Kelihatan diluar itu baik tetapi dari dasar lubuk hati ternyata itu dilakukan dengan maksud lain atau terpaksa saja.

Ibadah mereka ternyata tidak tulus. Itulah sebabnya Amos mau agar umat Israel harus bertobat dan sungguh-sungguh mencari Tuhan.

Amos bahkan dengan tegas menolak untuk Israel pergi ke Betel, Gilgal & Bersyeba. 

Ketiga tempat ini adalah tempat sakral dimana bangsa Israel akan pergi ke sana untuk beribadah dan sekaligus mempersembahkan korban untuk penghapusan dosa mereka.

Mereka menganggap bahwa dengan memberi banyak persembahan, mereka bisa menyogok Tuhan untuk mengampuni dosa mereka. 

Itu artinya bahwa mereka tidak sungguh-sungguh mengakui dosa dan beribadah kepada Tuhan. Bagi Amos, itu percuma saja, tidak ada nilainya.

Amos mau supaya mereka benar-benar mencari Tuhan dengan segenap hati dan hidup. Tidak didasarkan pada hal-hal yang lain. 

Dengan sungguh-sungguh mencari Tuhan, mereka terluput dari dosa. Sebaliknya, dengan meninggalkan Tuhan, maka mereka harus menerima konsekuensi masuk dalam suatu kengerian murka Tuhan. 

Amos mau orang Israel punya komitmen dan kesadaran tentang pentingnya hidup di dalam Tuhan.

Pesan Teks

Menjadi pengikut Tuhan itu punya konsekuensi yang sangat besar. Kita harus mampu meninggalkan seluruh hawa nafsu kita.

Kita harus punya komitmen yang konsisten. Tidak bisa hari ini mengaku lain, lalu besok buat hal yang lain. 

Tidak boleh ada sikap munafik. Yang benar ya benar dan salah ya salah. Tidak bisa abu-abu.

Beribadah dan beriman kepada Tuhan harus dengan penuh kesungguhan. Bukan sebaliknya malah dijadikan sebagai arena pamer-pameran.

Ini penting sebab dunia kita sekarang banyak sekali pencitraan. Kita datang ibadah hanya untuk supaya bisa selfie dengan jemaat lain lalu posting agar orang lain tahu. Ini bahaya.

Mencari Tuhan itu harus diikuti dengan komitmen untuk hidup memuliakan nama Tuhan. Apa yang didengar dari pemberitaan firman Tuhan, itu yang harus dilakukan. 

Mengikuti Tuhan itu memang selalu beresiko tetapi jika kita memberi diri dipimpin oleh Tuhan, kita pasti mampu bersaksi bagi Dia. Amin

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun