Mohon tunggu...
Rolan Sihombing
Rolan Sihombing Mohon Tunggu... profesional -

Kita tidak perlu otak jenius untuk memulai perubahan. Kita hanya perlu hati tulus yang tergerak mengulurkan tangan kepada penderitaan anak-anak bangsa yang tidak seberuntung kita. -www.rolansihombing.wordpress.com-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gereja dan Konflik Kekerasan Sosial

22 Oktober 2010   04:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:13 4093
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[8] Secara empirik, resolusi konflik dilakukan dalam empat tahap. Tahap pertama masih didominasi oleh strategi militer yang berupaya untuk mengendalikan kekerasan bersenjata yang terjadi. Tahap kedua memiliki orientasi politik yang bertujuan untuk memulai proses reintegrasi elit politik dari kelompok-kelompok yang bertikai dengan penerapan intervensi kemanusiaan yang dimaksudkan untuk meringankan beban penderitaan korban-korban konflik. Tahap ketiga lebih bernuansa sosial dan berupaya untuk menerapkan problem-solving approach. Tahap ini diarahkan menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi pihak-pihak antagonis untuk melakukan transformasi suatu konflik yang spesifik ke arah resolusi. Tahap terakhir memiliki nuansa kultural yang kental karena tahap ini bertujuan untuk melakukan perombakan-perombakan struktur sosial-budaya yang dapat mengarah kepada pembentukan komunitas perdamaian yang langgeng.

[9] Agama masa depan adalah agama yang mengedepankan usaha untuk menghargai persamaan nilai-nilai luhur pada setiap agama; sementara agama parokhial pada tingkat tertentu cenderung melihat perbedaannya dari agama lain karena kepentingan ideologis. Agama masa depan juga akan lebih menitikberatkan pada permasalahan-permasalahan lingkungan hidup, etika sosial, dan masa depan kemanusiaan, dengan mengandalkan pada kekuatan ilmu pengetahuan empiris dan kesadaran spiritual yang bersifat mistis. Karena di dalam agama masa depan yang didasarkan atas filsafat perennial, mereka tidak akan mengenal semacam beauty-contest dari doktrin-doktrin normatif. Karena sejatinya daya tahan agama seharusnya diletakkan pada kemampuannya menjawab masalah-masalah kemanusiaan, bukannya pada upaya keras menjaga kemurnian doktrin-doktrin keagamaan. Agama masa depan adalah sebuah agama yang akan dihayati sebagai sebuah wadah, ekspresi, dan manifestasi pencarian makna hidup manusia melalui aktualisasi kemanusiaannya (lihat Hidayat, Komaruddin dan M. Wahyudi Nafis, "Agama Masa Depan: Perspektif Filsafat Perennial," (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003)

[10] Gal 3:26  menyatakan: "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun