Menurut Austin, hukum terlepas dari soal keadilan dan terlepas dari soal baik dan buruk. Karena itu, ilmu hukum tugasnya hanyalah menganalisis unsur-unsur yang secara nyata ada dalam sistem hukum modern. Ilmu hukum hanya berurusan dengan hukum positif, yaitu hukum yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya. Hukum adalah perintah dari kekuasaan politik yang berdaulat dalam suatu negara.
Dalam proses pembuktian pada persidangan ini, hakim melakukan penafsiran melalui teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatiief wettelijk). Dimana didasarkan pada Pasal 184 KUHAP, bahwa Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Sistem pembuktian secara negatif harus menjadi pedoman bagi hakim, karena selayaknya hakim harus ada keyakinan tentang kesalahan terdakwa untuk menjatuhkan suatu hukuman pidana. Model pembuktian ini menurut Wirjono bermanfaat jika ada aturan yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam melakukan peradilan.
Apabila hakim menggunakan kacamata positivisme saja, jelas bahwa terdakwa Amsira (33) telah bersalah melakukan tindak pidana pencurian, dimana terbukti adanya kausalitas perbuatan melawan hukum dengan adanya akibat hukum. Dalam hal ini hakim menjalankan kapasitasnya sebagai penjamin kepastian hukum. Begitupula justifikasi Hans Kelsen dalam "The Pure Theory of Law" bahwa hukum tidak boleh terkontaminasi anasir non hukum
Namun apakah kepastian hukum telah memenuhi rasa keadilan (khususnya dalam persoalan ini), bagaimana hubungan antara kepastian hukum dan keadilan? mana yang harus didahulukan? Karena disatu sisi apabila mengedepankan rasa keadilan saja maka hakim tentu telah menisbikan kepastian hukum.
Menurut hemat penulis hakim tetap harus berpegang teguh pada prinsip keadilan. Dalam proses pembuktian, faktor keyakinan hakim harus tetap dipertimbangkan. Sebagaimana pembuktian pada prinsip hukum acara pidana, yakni hakim dituntut bersifat aktif untuk mendapatkan kebenaran materiil.
Oleh karena itu, dengan didorong kebebasan yudisial pada hakim untuk menggali dan mendapatkan kebenaran materiil, hakim harus tetap berpegang teguh pada keadilan substantif. Yakni keadilan yang memberikan sentuhan nurani dan kemaslahatan.
Argument Penulis
Secara Prinsip Kemanusiaan dalam Amar Putusan atas penentuan hukuman pada Amsira (33) tidak menegakkan keadilan, Â 2 potong sarung bekas yang dijualnya lima belas ribu rupiah masing-masing potongnya tidak sebanding atas hukuman yang didapat oleh terdakwa dengan vonis 3 bulan 24 hari yang mana ini telah mendapat keringanan jika dibandingkan dengan tuntutan yang dilontarkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang meminta agar terdakwa dijatuhi hukuman 4 tahun penjara. Mirisnya keringanan itu diperoleh terdakwa bukan masalah nilai barangnya namun sebab terdakwa sopan selama masa persidangan dan tidak berbelit-belit saat dimintai keterangan.
Kasus hukum ini menggunakan Paradigma Positivisme, ontologinya adalah sebuah realitas (hukum). Hukum yang dipaparkan adalah Pasal 362 KUHP. Epistemologi yang bersifat dualis-objektif, pihakpihak yang independen,tidak saling memengaruhi (antara hakim dengan kasus hukum yang diperiksanya). Tidak ada yang melibatkan nilai di sana karena hukum atau realitasnya berada di luar diri hakim. Metodologinya, selalu adanya verifikasi atau uji empiris. Hakim melakukannya dengan menghadirkan saksi-saksi dan adanya alat bukti yang dicocokkan dengan keterangan Amsira (33) sebagai terdakwa. Ketika semua unsur Pasal 362 terpenuhi, maka Amsira (33) diputus bersalah dan harus dihukum. Singkatnya, Paradigma Positivisme selalu menekankan objektivitas.
Paradigma Positivisme yang memayungi aliran Legal Positivisme, menjelaskan tidak ada hukum di luar undang-undang, hukum identik dengan Undang-Undang. Bagaimana pun hukum harus ditegakkan yang keadilannya adalah keadilan menurut Undang-Undang. Hukum harus dipisahkan dari nilai kemanusiaan dan moral demi kepastian hukum. Itulah sebabnya Amsira (33) tetap harus dihukum terlepas dari seberapa besar kerugian yang diderita PT Rumpun Sari Antan, karena terbukti secara sah melakukan pencurian sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP.