Asuransi syariah dalam bahasa arab disebut dengan at-ta'min, yang memiliki arti perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut. Definisi dari asuransi syariah sendiri adalah suatu usaha penanggulangan risiko yang akan terjadi di masa mendatang yang menerapkan konsep Islam di dalam operasionalnya. Asuransi syariah biasanya juga dikenal dengan nama takaful, yang berarti menjamin atau saling menolong.
Di Indonesia, perusahaan asuransi syariah yang pertama kali didirikan adalah PT Syarikat Takaful Indonesia pada tahun 1994, sebagai perwujudan nyata atas kepedulian terhadap perkembangan perekonomian berbasis syariah di Indonesia untuk kemakmuran bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pedoman umum asuransi syariah terdapat pada fatwa DSN-MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001, yang akan menjadi acuan dari sisi syariah dalam operasional kegiatannya untuk menghindari aktivitas-aktivtas ekonomi yang mengandung unsur riba, gharar dan maysir yang dilarang dalam syariat Islam.Â
Pada mulanya asuransi syariah di Indonesia tidak bisa lepas dari keberadaan asuransi konvensional yang telah ada sejak lama, karena ketentuan UU No. 2 Tahun 1992 juga berlaku untuk asuransi syariah. Â Namun pada tahun 2014, adanya revisi terhadap UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menjadi UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, yang di dalamnya mengatur secara detail tentang keberadaan asuransi syariah.
Sebagai pemain baru di pasar keuangan dan industri syariah, persaingan perusahaan asuransi syariah menjadi tidak mudah. dan tidak ringan. Terlebih lagi perusahaan asuransi syariah yang ada harus berusaha mendapatkan tempat atau pangsa di pasar asuransi dalam negeri. Hal ini merupakan tugas berat karena berkaitan dengan preferensi masyarakat yang sudah lebih dulu mengenal asuransi konvensional.
Dalam asuransi syariah terdapat akad yang menjadi dasar dan menjadi pembeda dengan asuransi konvensional yaitu akad tijarah, di mana semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial misalnya akad wadi'ah, wakalah dan lain sebagainya, dan akad tabarru', di mana peserta asuransi dengan ikhlas memberikan kontribusinya kepada peserta lain yang sedang mengalami kesulitan.Â
Di sini terjadi suatu konsep saling memikul risiko diantara sesama peserta, sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas risiko yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Saling memikul risiko ini dilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebajikan, karena di dalam asuransi syariah terdapat tiga prinsip utama yaitu:
Pertama, saling bertanggung jawab untuk membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan niat ikhlas.
Kedua, saling bekerjasama atau saling membantu dalam mengatasi kesulitan yang dialami sebab musibah yang terjadi.
Ketiga, menghindari unsur-unsur yang dilarang oleh agama Islam.
Akad asuransi syariah ini mengundang kepastian dan penjelasan sehingga peserta asuransi menerima premi asuransi sesuai dengan apa yang dibayarkan ditambah dengan dana tabarru' dari setiap peserta asuransi.
Dalam pengelolaan dananya, para peserta asuransi syariah mempercayakan dananya dikelola oleh perusahaan. Dana tersebut bukan hak perusahaan asuransi syariah, melainkan hak bersama para peserta asuransi syariah, dan sebaliknya risiko/klaim yang timbul juga bukan tanggungan perusahaan asuransi syariah namun ditanggung bersama oleh para peserta asuransi syariah melalui dana tabarru'.Â
Atas jasanya dalam mengelola dana dan risiko yang diberikan oleh peserta, perusahaan asuransi syariah mendapatkan fee (ujrah) atas bantuannya dalam pengelolaan tersebut.Â
Oleh karena itu perusahaan asuransi syariah tidak berhak sedikitpun mengambil dana tabarru' selain dari ujrah yang telah disepakati bersama antara peserta asuransi syariah dengan perusahaan asuransi syariah.
Mekanisme pengelolaan dana peserta terbagi menjadi dua bagian yaitu: Pertama. Sistem pada produk saving (tabungan) adalah alur mekanisme pengelolaan dana yang disertai dengan unsur tabungan dikelola dengan pendekatan bahwa setiap pembayaran premi dari seorang peserta yang masuk ke perusahaan asuransi syariah akan langsung di pecah menjadi dua bagian yaitu rekening dana tabarru' dan rekening tabungan peserta.
Kedua. Sistem pada produk non saving (tidak ada tabungan) adalah mekanisme pengelolaan dana tanpa unsur tabungan, dikelola berdasarkan setiap pembayaran premi yang terima perusahaan akan dimasukkan ke dalam rekening khusus, yaitu kumpulan dana yang diniatkan untuk tujuan kebajikan atau tabarru', untuk pembayaran klaim pada peserta yang mengalami musibah atau mengalami kerugian.
Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme pertanggungan pada asuransi syariah disebut dengan sharing of risk. Sharing of risk yang diberlakukan dalam sistem asuransi syariah merupakan implementasi dari hadist riwayat Muslim bahwa Nabi Saw bersabda: "Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain", dan "Orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya". Mekanisme sharing of risk ini dapat dilihat pada skema berikut:
Berdasarkan skema di atas dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara para peserta asuransi syariah dan perusahaan asuransi syariah, seperti penjelasan berikut ini:
Dana kontribusi yang dikelola oleh perusahaan dikumpulkan dari seluruh peserta asuransi yang saling mengikatkan diri untuk saling menanggung dalam bentuk dana tabarru' yang akan diinvestasikan dan dikembangkan dan hasilnya dapat digunakan untuk kepentingan peserta dan dikembalikan kepada peserta.Â
Apabila diperjanjikan secara khusus, perusahaan asuransi syariah bisa mendapatkan sebagian dari hasil investasi milik peserta tersebut dengan prinsip mudharabah (bagi hasil).Â
Selain itu, perusahaan asuransi syariah mendapatkan fee (ujrah) atas jasa mengelola dana tabarru' sedangkan para peserta mendapatkan pertanggungan risiko apabila terjadi di kemudian hari yang menimpa salah satu peserta asuransi.Â
Risiko yang menimpa para peserta asuransi ini tidak semata ditanggung oleh perusahaan, melainkan oleh seluruh peserta asuransi syariah, hal tersebut yang menjadi salah satu pembeda juga antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
Pada dasarnya asuransi konvensional dan asuransi syariah mempunyai tujuan yang sama, yaitu pengelolaan dan penanggulangan risiko. Namun beberapa perbedaan mendasar dalam kontrak awal menjadikan asuransi syariah dinilai lebih seimbang dibandingkan dengan asuransi konvensional.Â
Oleh karena itu, asuransi syariah muncul untuk melengkapi kekurangan yang ada pada asuransi konvensional sehingga tidak bertentangan dengan kaidah fikih dan dapat mempermudah  seseorang untuk bertransaksi melalui asuransi yang sesuai dengan prinsip syariah tanpa bertentangan dengan syara' di dalam operasionalnya dan dapat diterima oleh masyarakat muslim Indonesia.
Sumber:
Muhammad Maksum. 2011. Pertumbuhan Asuransi Syariah di Dunia dan Indonesia. Al-Iqtishad. Vol. 3, No. 1.
Kuat Isnanto. 2009. Asuransi Syariah Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam. Pustaka Pelajar
Muhammad Afdi Nizar. 2018. Pergulatan Asuransi Syariah di Indonesia. Bunga Rampai Disruptive Mindset Sektor Jasa Keuangan. Bogor: PT Penerbit IPB Press
Netta Agusti. 2017. Sharing of Risk Asuransi Syariah (Takaful): Pemahaman Konsep dan Mekanisme Kerja. Jurnal MD. Vol. 3, No. 2.
Amalia Fadilah dan Makhrus. 2019. Pengelolaan Dana Tabarru' Pada Asuransi Syariah dan Relasinya dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah. Vol. 2, No. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H