Pertama, mengajarkan kedisiplinan di dalam diri pribadi para siswa sehingga diharapkan bisa membentuk karakter dan pribadi yang bertanggung jawab serta taat pada aturan yang berlaku meskipun ada atau tidaknya aparat, petugas, guru BK atau pihak-pihak yang mengawasi.
Kewajiban untuk mengenakan seragam lengkap di saat sebenarnya para siswa sebenarnya memiliki kebebasan yang tak terbatas tersebut, diharapkan bisa menjadi media latihan dan ujian apakah para siswa mau berdisiplin dalam menjalankan peraturan yang ditetapkan, meskipun tidak ada petugas yang mengawasi, alih-alih bisa menegur dan memberi sanksi ketika aturan tersebut dilanggar atau tak ditaati.
Bukan hanya untuk siswa saja, bahkan latihan atau ujian kedisiplinan ini juga bisa berlaku kepada orangtua atau kerabat siswa yang dipercaya untuk membimbing atau mendampinginya.Â
Pasalnya, bisa saja siswa dan orangtua berbuat curang. Sebut saja misalnya hanya memakai seragam untuk keperluan berfoto sebentar dan akan segera berganti baju bebas ketika foto berseragam sebagai laporan sudah dikirimkan.
Atau bisa saja siswa dan orangtua melakukan foto sesi dengan memakai seragam sekolah tidak ketika sedang menjalani ujian. Bisa langsung berfoto banyak dengan berganti-ganti seragam selama sepekan, dan nantinya bisa dikirimkan ketika jadwal ujian tengah dimulai.Â
Jadi tidak perlu benar-benar memakai seragam sekolah ketika tengah menjalani ujian, melainkan sudah menyiapkan stok foto berseragam yang bisa digunakan sewaktu-waktu.
Semoga saja, aturan harus mengenakan seragam sekolah lengkap ketika pelaksanaan UKK daring kali ini benar-benar bisa menjadi latihan dan ujian kedisiplinan bagi tiap-tiap keluarga Indonesia sebagai bekal pentingnya memiliki kedisiplinan tinggi dalam menjalankan protokol new normal nanti.
Menjaga Semangat, Memupuk Kerinduan
Kedua, aturan pemakaian seragam sekolah lengkap dalam pelaksanaan UKK daring kali ini juga bisa bermanfaat untuk menjaga semangat para siswa agar tetap memiliki minat dan keinginan belajar dan sekolah yang tetap membara dan bergelora.
Karena terlalu lama belajar dari rumah, maka unsur-unsur pendidikan sosial seperti kedisiplinan, kebersamaan, interaksi sosial, kekompakan, kegembiraan dan pelajaran-pelajaran tak langsung lainnya yang bisa didapatkan dari kegiatan di sekolah menjadi aus, tergerus dan hilang.
Maka dari itu, benak, pikiran dan sisi emosional para siswa perlu disentil atau diingatkan dengan sesuatu yang mampu menghubungkan mereka dengan sekolah, sehingga kenangan atau kerinduan akan kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa dibangkitkan dalam jiwa mereka.Â
Hal ini secara otomatis akan bisa menyulut atau menyalakan bara semangat mereka untuk tetap belajar dan keinginan kembali ke sekolah bisa terjaga dengan baik.