Â
Ketiga, bahwa perolehan nilai itu penting, tetapi kejujuran lebih utama. Bagaimana penerapan dari pernyataan ini? Artinya sebisa mungkin anak-anak berjuang menuju keberhasilan dengan cara yang mulia. Tetapi bila dalam kondisi mendesak, mereka berada dalam posisi harus memilih, mereka harus memilih yang lebih utama, yaitu kejujuran (nilai moral kebaikan).
Â
Keempat, perlu juga memberi pengertian kepada anak-anak bahwa jalan kebaikan itu tak selamanya mudah. Orang bilang jujur itu hancur. Artinya tak selalu mudah jalannya. Kita jujur belum tentu selalu berhasil dengan perolehan nilai yang baik. Tetapi memilih kebaikan, kejujuran, akan lebih membahagiakan daripada mendapatkan perolehan nilai yang tinggi dengan cara yang tidak benar. Jujur itu mahal. Mereka harus gelisah bila tidak jujur.
Â
Kelima, kita harus mengarahkan peserta didik untuk mencapai kedewasaan moral pasca konvensional, seperti yang digagaskan oleh Lawrence Kohlberg.[3] Bahwa pada tahap ini seseorang menyadari, bisa dan berani mengambil keputusan untuk berlaku baik secara universal karena kebaikan itu sendiri, bukan karena dilihat orang, bukan demi perolehan nilai yang tinggi atau sesuatu sebagai imbalan; tidak juga karena aturan sosial, tetapi karena kesadaran moral. Atau disebut sebagai perkembangan tingkat berprinsip.[4] Walau mungkin sulit untuk mencapainya tetapi minimal mereka belajar tentang habit  yang baik bahkan memegang prinsip-prinsip kebaikan dan kejujuran itu.
Â
Pendidikan adalah kunci untuk memperkuat karakter, baik itu dalam pendidikan formal, informal maupun nonformal. Kita tak boleh patah arang dengan keadaan di masa pandemi kemarin dan/ atau dampak selanjutnya, sebaliknya harus makin kreatif menemukan cara, metode, sarana pendukung untuk terus menabur benih karakter baik. Dengan demikian kita tak akan kehilangan generasi berkarakter baik, hingga nanti diperkirakan pada tahun 2045 ketika Indonesia akan mendapatkan bonus demografi sungguh-sungguh kita memanen generasi yang mumpuni baik kompetensi akademis, pun karakter baiknya; kondisi dimana karakter baik tak lagi diversuskan, tetapi masa dimana kebaikan, kejujuran dan tanggung jawab selalu beriringan dengan kompetensi akademis, budaya masyarakat dimana karakter baik bukan menjadi pilihan tetapi habit.#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H