"Mau daftar kak," jawab Tari Mbuku seperlunya.
"Kalau begitu, ayo ikut saya ke sekretariat sekolah," ajak Rangga Mone.
Mereka pun bersama-sama melangkah menuju sekolah. Pagi itu urusan administrasi pendaftaran calon siswa-siswi baru SMA tuntas. Lalu mereka pulang ke asrama masing-masing.
*****
Tahun ajaran baru sudah berlangsung. Rangga Mone sudah kelas II SMA dan masuk program A2 (IPA), kumpulan siswa-siswi yang pandai secara akademik. Sementara Tari Mbuku baru kelas I SMA dan duduk di kelas A, kumpulan siswa-siswi bintang pelajar dari SMP asal mereka.
Sekitar dua setengah bulan kemudian, entah karena sering ketemu muka dengan Tari Mbuku di sekolah atau karena sering diganggu oleh teman-temannya tentang adanya perasaan khususnya terhadap Tari Mbuku, maka hati Rangga Mone kembali menggebu-gebu untuk menyatakan rasa cintanya kepada Tari Mbuku.
Rangga Mone pun menulis surat cinta kepada Tari Mbuku. Surat cintanya yang ketiga ini dititipkan melalui "jembatan atau perantara", teman seangkatannya dari SMP asal yang sama namun masuk program A3 (IPS) di SMA tersebut. Dengi Walu, nama temannya ini, satu asrama dengan Tari Mbuku.
Satu bulan berlalu belum ada juga kabar surat balasan dari Tari Mbuku. Waktu penantian yang sangat lama bagi siapa pun yang sedang jatuh cinta. Bukan main rasa gelisah dan penasaran Rangga Mone waktu itu.
Suatu waktu, mungkin sudah lebih dari dua bulan, saat Rangga Mone sudah mampu berdamai dengan kondisi hatinya dan tidak peduli lagi dengan perjalanan nasib surat cintanya, datanglah kabar dari jembatannya.
"Ada pesan dari Tari Mbuku. Kalau ada waktu, dia minta kamu menemuinya di asrama putri. Ada sesuatu yang ingin disampaikannya secara langsung," bisik Dewi Walu kepada Rangga Mone, pada saat jam istirahat di sekolah.
"Kapan?" tanya Rangga Mone singkat.