Hingga suatu ketika, untuk pertama kalinya saya berkesempatan mengikuti acara internal yang dapat mempererat tali silaturahim dengan yang lainnya. Ketika acara bergulir, terlihat dengan jelas bahwa ada semangat akan cita dan cinta terhadap pribadi yang ingin terus lebih baik mewarnai dan menghiasi kehidupan ini dengan gagasanya. Harapan-harapan dikumpulkan untuk saling dipadukan. Ketika sapa, senyum dan gelak tawa menjadi bukti perjuangan.
Barisan dan barikade disusun ulang demi mengokohkan mimpi-mimpi kecil akan dunia dan dibentuknya menjadi suatu tujuan suci nan mulia. Kami saling mengasah adab untuk membentuk peradaban yang beradab. Â Mengutip perkataan Prof. Dr. Koentjacaraningrat, peradaban ialah bagian-bagian yang halus juga indah layaknya seni.
Ya, semua retorika, diskursus, mimpi dan cita yang coba kita bangun hanyalah bagian-bagian halus dan jadi pembeda untuk mengubah Dunia, dan perbedaanlah yang menjadikannya berwarna, menjadi seni yang tak terganti. Dan hingga tulisan ini diselesaikan, saya mendapatkan jawaban bahwa saya tak perlu semua jawaban itu. Cukup ketidaktahuan yang mengubah dimensi ruang dan waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H