Mohon tunggu...
Rusdi
Rusdi Mohon Tunggu... Rakyat -

se-enak-enak manusia adalah yang tidak ingin menjadi 'apa-apa'.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik Islam Hindia Belanda

13 Juni 2011   23:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:32 4968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Terhitung mulai bulan april tahun 1595, empat aramada kapal  Belanda dibawah komandu Corniles Dehoutman  berlayar menuju kepulauan Melayu, dan tiba di Jawa barat (pelabuhan Banten) pada bulan juni 1596.  Menurut  Dr. Muqaddam Khalil M.A mereka sengaja mendarat di Banten, karena daerah tersebut dianggap tidak ada pengaruh portugis[3]. Adapun tujuan mereka datang ke Indonesia ialah untuk mengembangkan usaha perdagangan, yaitu mencari rempah-rempah yang kemudian akan dijual di Negara mereka. Keberhasilan orang Belanda dibawah komando dehoutman membuat orang Belanda makin tertarik untuk mengembangkan dagangannya di Indonesia, maka pada tahun 1598 ankatan kedua dibahwah pimpinan Van Nede Van Haskerck dan Van Warwisk datang ke Indonesia.

Kedatangan Belanda yang bertepatan dengan melemahnya pertahanan maritim dari kesultanan-kesultanan Indonesia yang diakibatkan banyaknya peperangan yang dilakukan oleh kesultanan Indonesia dalam usahanya menutup lautan Indonesia dari perluasan wilayah imprialis Portugis, menjadikan Belanda lebih Mudah menguasai perdagangan di Indonesia. sehingga pada tahun 1599 armada Belanda kembali datang ke Indonesia di bawah pimpinan van der Hagen dan pada tahun 1600 dibawah pimpinan van Neck.[4]

Melihat hasil yang diperoleh begitu besar, pada bulan maret 1602 Pemerintah Belanda memberi hak khusus kepada para perseroan gabungan dan mengesahkannya. Perseroan gabungan tersebut di beri hak penuh untuk berdagang, dan memegang kekuasaan antara tanjung harapan dan kepulauan Solomon, termasuk kepulauan nusantara yang dikenal dengan V.O.C(Vereenedge Oost Indische Compagnie)[5], dan diberi hak untuk melakukan kegiatan politik dalam rangka menunjang usaha perdagangannya, dan sejak itulah Belanda perlahan-lahan menjadi menguasai wilayah Indonesia.

Hak politik itu diberikan bisa jadi merupakan sebuah strategi Belanda untuk memudahkan dan bisa memegang kekuasaan di di wilayah yang didudukinya termasuk Indonesia, oleh karena itu, betul jika dikatakan bahwa sejak petengahan abad -16 Imprialis Belanda berusaha mewujudkan pemerintahan yang kuat di Indonesia yang dapat melindungi transportasi dan perdagangannya. akan tetapi, umat Islam melalui kesultanan-kesultananya dan juga perlawannya berhasil menunda keinginan Belanda tersebut hingga dua abad kemudian,.

Keberhasilan Umat Islam menunda keinginan Belanda untuk mewujudkan sebuah pemerintahan yang utuh banyak disebabkan oleh adanya perlawanan kesultanan-kesultanan Islam di Indonesia, salah satunya ialah yang terjadi pada masa Sultan Agung, yang secara berturut-turut melakukan penyerangan ke Batavia. Selain itu, sifat Sultan Agung Tritayasa yang sangat membenci Belanda adalah sebuah bentuk perlawanan Islam yang juga dapat menunda keinginan Belanda.

Akan tetapi kekuatan militer Belanda yang dilengkapi dengan senjata canggih dapat menggagalkan perlawanan umat Islam, sehingga Belanda berhasil mewujudkan pemerintahan yang utuh, yaitu setelah dibubarkannya VOC pada tahun 1798, yang kemudian dikenal dengan pemerintahan Hindia Belanda. Keberhasilan tersebut membuat Belanda lebih leluasa menentukan sebuah kebijakan politik di Indonesia. dalam hal kebijakannya terhadap umat Islam terdapat tokoh yangat berperan dalam menentukan kebijkan tersebut yaitu Sanough Horgronye.

B. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda

Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Sistem tanam paksa ini adalah salah satu kebijakan yang diterapkan Hindia Belanda kepada masyarakat Indonesia secara umum.

Meskipun di Jawa pemberontakan besar-besaran di bawah panji Islam telah berhenti setelah perang diponogoro, frekuensi pemberontakan petani-petani di bawah pimpinan Islam setempat makin meningkat,[6] sehingga pemerintah Hindia Belanda dengan demikian mengaharuskan membuat arah politik baru tentang masalah-masalah-masalah Islam.

Berdasar latar belakan itulah, pada tahun 1889 seorang negarawan kolonial Belanda "Snouck Hurgronje" (dalam makalah ini dituli SH) yang mengetahui secara mendalam tentang Islam diangkat menjadi penasehat untuk masalah-masalah arab pribumi. Pemahaman Snouck Hurgronje tentang hakikat Islam di Indonesia sangat membantu terhadap keberhasilan Hindia Belanda  untuk mengarahkan kebijakan politiknya terhadap Islam.

Semenjak itulah pemerintah Belanda atas nasehat Snouck Hurgronje memiliki kebijakan politik yang jelas terhadap Islam yang dikenal dengan "Islam Politiek" yaitu kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani Islam di Indonesia. Kebijakan tersebut antara lain:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun