"Iya, ngab. Padahal banyak ojol juga asal sono. Tapi biasanya baik. Kayak di BC ane ada yang pake motor *** kan asli Sukolilo. Orangnya ramah banget. Ga neko-neko. Ini di kampung aslinya, warganya malah serem semua."
"Bener bro. Ane juga kenal beberapa rekan ojol dari daerah A, B, C, dan lain-lain. Biasa aja. Stigma daerahnya rawan ini-itu ya wajar. Namun, ga semua warganya, termasuk yang merantau di Jakarta, berprilaku minus."
Obrolan kami terputus karena hp dia bunyi aplikasi pertanda dapat orderan. Rekan ojol itu pun langsung menyeruput kopi terakhirnya.
"Ngab, ane cabut dulu ya."
"Kakap bro?
"Paus... Ha ha ha."
"Ke mana?" Saya penasaran. Biasanya rute ojol jauh dibilang kakap di atas 20 km. Kalo paus, ya bisa lebih.
"Cikarang. Lumayan ngebolang ngab."
"Ebuset Itu mah, bukan paus lagi, tapi megalodon. Bisa 50 km ya."
"Ha ha ha. 60 km lebih, sampe pantat panas. Ane duluan ngab, mumpung Daan Mogot jam segini belom macet."
"Lanjut bro."