Itu pun mayoritas rental zaman VCD dan Betamax. Akhir 1990-an, per film sekitar Rp1.000-3.000, tergantung isinya berapa keping.
Bahasanya? Entahlah.
Bisa itu Mandarin, Hokkian, Kanton, hingga Taiwan. Inggris kadang-kadang.
Ada subtitle? Jarang banget.
Saat itu, Pein Akatsuki dan Lebah Ganteng, belum beredar. Jadi, saya nonton hanya menerka-nerka saja.
Selain itu, beberapa film Lin Ching-hsia juga ditayangkan di televisi. RCTI paling sering dengan Layar Emas.
Sisanya, kalo di rental dan tv ga ada, ya terpaksa hunting ke Glodok. Pusat penjualan VCD bajakan yang konon terbesar di Tanah Air.
Sekaligus, jadi surga penikmat film.
Kenapa harus bajakan?
Sebab, saat itu teknologi terbatas. Belum ada saluran resmi seperti youtube, netflix, disney hotstar, dan sebagainya.
Etika nonton bajakan?