Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kompasianer Menggugat

4 Desember 2011   23:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lelah aku menghadapi semua ini, semua saling tuding, caci maki dan hujat-menghujat tak karuan. Dan akulah yang dijadikan sebagai kambing hitam atas kekisruhan selama ini.  Saat ku mengingat sebulan belakangan, entah berapa banyak goresan, tusukan, tikaman, sayatan yang kualami, hingga yang terparah adalah "senyum sinis" dari semua orang.

Berawal dari awal bulan lalu, saat November hujan dan mendung kelabu selalu menyelimuti semua orang. Aku sudah di cerca sebagai seorang penulis cerpen, puisi dan cermin tak berbobot, yakni sastra instan. Entah siapa orang yang tega mengutarakan perasaannya itu, bak seorang pujangga ternama yang selalu menyimak karya orang dengan kipas di tangan kiri dan biji catur di tangan kanannya.

Toh sastrawan besar pun tiada yang berani menuding hasil karya koleganya, senior atau juniornya. Masihkah ingat saat era 70 sampai 80an lalu, ribut-ribut soal sastra ambigu yang menyeruak? Ah mungkin ia sendiri pun baru lahir, atau ketika pertengahan tahun 95 lalu ada konfrontasi sastra di kalangan para penyair dan penggubah. Ah, lagi-lagi ia pun mungkin masih remaja. Namun, satu setengah dekade kemudian, tudingan yang aku terima darinya sungguh menyakitkan, hasil jerih pikirku bermalam-malam disebut “hanya” sebagai karya instan…

*    *    *

Beranjak pertengahan bulan sebelas yang masih mendung, namun belum juga turun hujan, kembali warna-warni mewarnai pancawarna di dunia maya yang tak berwarna.

Sebuah sayatan yang maha dahsyat kembali mengenai di pelipis romanku. Aku dibantai ramai-ramai oleh ribuan orang yang mencap diriku sebagai seorang pribadi ganda! Membuat kloningan, akun palsu dan juga memalsukan data diri palsu dengan seorang anak muda asli, namun palsu. Hujatan, cercaan, hinaan, bahkan sindiran yang aku terima sungguh menyakitkan, tentang sekuel diriku! Namun itulah kenyataan yang sama sekali tidak palsu.

Mulai dari punakawan, abdi dalem, kaum Pandawa, Kadang Kurawa yang suka buat rusuh, Buto Ijo dengan cecoronya, Cakil, Lanang, Srintil, para Dewata di khayangan Suralaya, bahkan sampai Sang Mahadewa turun tangan langsung dari Khayangan Jonggringsalaka. Akibatnya, namaku dicoret dari salah satu nominasi Terfavorit. Aku pun bagaikan seonggok Burisrawa yang terluka akibat cinta ditolak Sumbadra sang kekasih Arjuna.

*    *    *

Awan hitam mulai beranjak menyemai atmosfir diantara ranah tanah nan tak ramah.

Kembali diriku dibangunkan dari tidur yang singkat ini, kini judul-judul tulisanku dipermasalahkan lagi. Berbeda dengan tulisanku yang di cap Instan, kali ini aku pun banyak mengundang simpati, empati, walau terkadang makan hati. Hanya Judul, sebenarnya tak masalah juga, kalau benar isi dari tulisanku hanya judulnya saja yang vulgar, namun ya itu tadi. Manusia di dunia ini selalu ingin benar sendiri, kalau kehendaknya ditolak ia akan mencari celah, sela, bahkan tak rela melihat tulisan dariku yang katanya agak vulgar. Namun, kalau ditilik lebih jauh, ini adalah ranah sosial. Artinya, semua orang bebas mengekpresikan pendapatnya masing-masing dengan pertanggung jawabkan sendiri. Toh, aku bikin hanya judul, isinya vulgar atau tidak tergantung penilaian orang lain.

Kalau main jujur-jujuran, apa reaksi kita setelah melihat belahan dari seorang artis jambul khatulistiwa yang ditandatangani pesepak bola lelalaning jagat, David Beckham? Apakah reaksi kita akan berdehem (ehm, ehm), mengeluarkan air liur sebagai manusia normal, atau mengumpat dengan mengatakan itu vulgar, yang sebelumnya tak lupa memandangi lagi barang sekejap...

*    *    *

Petir bersahutan beriringan berirama bersamaan dengan Kilatan cahaya yang menerpa bumi, hujan mulai turun rintik-rintik.

Aku agak bernafas lega, ketika perhatian semua orang beralih sejenak kepada seorang (pendatang baru) yang fenomena. Melalui tulisan-tulisannya yang pernah kulihat di sisi depan rumahnya, memang amatlah indah, rata-rata dibaca ribuan orang dalam satu kali tulisan. Kemudian timbul prahara antara dia dan beberapa orang, aku pun hanya menonton dari jauh. Tidak membenarkan, juga tidak menyalahkan. Toh, sosok gadis itu pun bisa benar juga bisa salah, karena membalas argumen dengan argumen yang kurang tepat. Memasang screenshot dengan wajah yang menyindir, jelas tidak dibenarkan meski tindakan itu benar. Ini ranah umum, bukan pribadi, meski itu menyangkut masalah pribadi.

*    *    *

Saat tubuh ini terjaga dengan menyeruput kopi instan di kala malam yang diselimuti hujan rintik-rintik.

Kembali aku dikejutkan dengan banyaknya akun tidak jelas untuk mendongkrak sebuah karya dengan vote atau contrengan dalam pemilu 2009 lalu. Lagi-lagi aku dituding sebagai orang dibalik itu semua. Ah, mereka yang merasa jujur dan aku yang sering tak jujur memang tidak dapat disatukan. Tapi pertanyaanku yang hingga kini belum terjawab, apakah sudah ada bukti yang nyata?

*    *    *

Hujan turun dengan derasnya di penghujung November, berkah untuk petani yang siap panen dan lesu untuk pedagang es keliling yang sedang giatnya mencari nafkah sehari-hari.

Saat tulisanku yang nge-hit dituduh orang sebagai jiplakan, aku hanya terperanngah, terdiam dan tersenyum terpesona. Kok bisa?

Dengan sumber yang sama, kemudian satu berita meski beda rangkaian kata-kata. Toh, pertengahan dekade 2000an lalu saja masalah plagiasi dengan plagiasi antara sesama kantor berita besar di luar negeri sana sudah tidak dipermasalahkan. Tapi kenapa kini yang hanya satu tulisan yang kebetulan nge-hit malah di permasalahkan…

*    *    *

Rona venus tertutup oleh tebalnya awan yang menyelimuti bumi, bagaikan menunggu kedatangan Sang Batara Dewasrani untuk menjemput Bidadari Dresanala, Ibunda dari Wisanggeni.

Kembali saling kritik-mengkritik diantara dua kubu menghiasi halaman ini. Tak ketinggalan aku di cap sebagai seorang provokator, suka mengipasi dan mengompori orang yang sedang panas. Ah, sungguh aneh. Kalau seseorang sedang emosi dengan amarah yang sudah di puncak ubun-ubun, jangankan diberi angin, ditiup saja ia akan goyah hingga membakar seluruh tubuh beserta sekelilingnya.

*    *    * *    *    * *    *    *

Akhirnya, aku hanya bisa lesu menyaksikan seluruh cercaan, hujatan, umpatan, hinaan, hingga sindiran kepadaku. Diriku bagaikan sebatang kayu yang rapuh lagi layu. Semua mencap diriku sebagai pembual, perusuh, provokator bahkan seorang pendosa!

Tak ingatkah kalian bahwa di negeri ini, masih berlaku hukum praduga tak bersalah?

Lalu mengapa sesuatu yang belum tentu terjadi kesalahannya langsung menuduh diriku hingga seperti seorang terdakwa?

Meski ternyata benar diriku selama ini memang bersalah, patutkah, berhakkah, dan yakinkah bahwa diriku ini memang salah sehingga kalian orang-orang yang pernah bersalah, orang-orang jujur dan orang yang mengaku baik kepada sesama, lalu langsung memvonis diriku sedemikian rupa.

Apakah kalian tidak bercermin, apakah kalian tidak pernah melihat film Perempuan Berkalung Sorban?, bahwa orang yang tidak pernah berdosa lah yang pantas menghukum sang pendosa...

Langit begitu tinggi tak berujung pangkal
Bumi sedemikian rupa tak bertepi
Kepada siapakah aku hendak
Mengadukan rasa penasaran ini...

*    *    *

Memang ku akui, aku ini salah. Namun salah benar itu kan tipis, setipis sehelai rambut kita.

Bukankah di dunia ini tidak akan tercipta Perdamaian tanpa timbulnya peperangan,
Bukankah tidak akan ada Putih kalau Hitam tidak tercipta,
Bukankah tidak ada obat anti nyamuk, kalau nyamuk itu sendiri tidak ada...

*    *    *

Djembatan Lima, 05 Desember 2011 (06:01 wib)
Menelaah Sisi lain seorang Kompasianer yang terdakwa.

- Choirul Huda (CH)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun