Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kompasianer Menggugat

4 Desember 2011   23:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rona venus tertutup oleh tebalnya awan yang menyelimuti bumi, bagaikan menunggu kedatangan Sang Batara Dewasrani untuk menjemput Bidadari Dresanala, Ibunda dari Wisanggeni.

Kembali saling kritik-mengkritik diantara dua kubu menghiasi halaman ini. Tak ketinggalan aku di cap sebagai seorang provokator, suka mengipasi dan mengompori orang yang sedang panas. Ah, sungguh aneh. Kalau seseorang sedang emosi dengan amarah yang sudah di puncak ubun-ubun, jangankan diberi angin, ditiup saja ia akan goyah hingga membakar seluruh tubuh beserta sekelilingnya.

*    *    * *    *    * *    *    *

Akhirnya, aku hanya bisa lesu menyaksikan seluruh cercaan, hujatan, umpatan, hinaan, hingga sindiran kepadaku. Diriku bagaikan sebatang kayu yang rapuh lagi layu. Semua mencap diriku sebagai pembual, perusuh, provokator bahkan seorang pendosa!

Tak ingatkah kalian bahwa di negeri ini, masih berlaku hukum praduga tak bersalah?

Lalu mengapa sesuatu yang belum tentu terjadi kesalahannya langsung menuduh diriku hingga seperti seorang terdakwa?

Meski ternyata benar diriku selama ini memang bersalah, patutkah, berhakkah, dan yakinkah bahwa diriku ini memang salah sehingga kalian orang-orang yang pernah bersalah, orang-orang jujur dan orang yang mengaku baik kepada sesama, lalu langsung memvonis diriku sedemikian rupa.

Apakah kalian tidak bercermin, apakah kalian tidak pernah melihat film Perempuan Berkalung Sorban?, bahwa orang yang tidak pernah berdosa lah yang pantas menghukum sang pendosa...

Langit begitu tinggi tak berujung pangkal
Bumi sedemikian rupa tak bertepi
Kepada siapakah aku hendak
Mengadukan rasa penasaran ini...

*    *    *

Memang ku akui, aku ini salah. Namun salah benar itu kan tipis, setipis sehelai rambut kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun