Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kompasianer Menggugat

4 Desember 2011   23:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:50 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

*    *    *

Petir bersahutan beriringan berirama bersamaan dengan Kilatan cahaya yang menerpa bumi, hujan mulai turun rintik-rintik.

Aku agak bernafas lega, ketika perhatian semua orang beralih sejenak kepada seorang (pendatang baru) yang fenomena. Melalui tulisan-tulisannya yang pernah kulihat di sisi depan rumahnya, memang amatlah indah, rata-rata dibaca ribuan orang dalam satu kali tulisan. Kemudian timbul prahara antara dia dan beberapa orang, aku pun hanya menonton dari jauh. Tidak membenarkan, juga tidak menyalahkan. Toh, sosok gadis itu pun bisa benar juga bisa salah, karena membalas argumen dengan argumen yang kurang tepat. Memasang screenshot dengan wajah yang menyindir, jelas tidak dibenarkan meski tindakan itu benar. Ini ranah umum, bukan pribadi, meski itu menyangkut masalah pribadi.

*    *    *

Saat tubuh ini terjaga dengan menyeruput kopi instan di kala malam yang diselimuti hujan rintik-rintik.

Kembali aku dikejutkan dengan banyaknya akun tidak jelas untuk mendongkrak sebuah karya dengan vote atau contrengan dalam pemilu 2009 lalu. Lagi-lagi aku dituding sebagai orang dibalik itu semua. Ah, mereka yang merasa jujur dan aku yang sering tak jujur memang tidak dapat disatukan. Tapi pertanyaanku yang hingga kini belum terjawab, apakah sudah ada bukti yang nyata?

*    *    *

Hujan turun dengan derasnya di penghujung November, berkah untuk petani yang siap panen dan lesu untuk pedagang es keliling yang sedang giatnya mencari nafkah sehari-hari.

Saat tulisanku yang nge-hit dituduh orang sebagai jiplakan, aku hanya terperanngah, terdiam dan tersenyum terpesona. Kok bisa?

Dengan sumber yang sama, kemudian satu berita meski beda rangkaian kata-kata. Toh, pertengahan dekade 2000an lalu saja masalah plagiasi dengan plagiasi antara sesama kantor berita besar di luar negeri sana sudah tidak dipermasalahkan. Tapi kenapa kini yang hanya satu tulisan yang kebetulan nge-hit malah di permasalahkan…

*    *    *

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun